Kamis, 15 Mei 2025

Sepiring Nasi Gandul


Karya : Gutamining Saida 
Langit sore di kota Pati terlihat cerah dan bersahabat. Di sela-sela kunjungan singkat saya ke kota ini, saya menyempatkan diri untuk menuntaskan satu keinginan yang selalu menggoda setiap kali mendengar nama Pati: menyantap nasi gandul. Kuliner khas yang sederhana namun menggugah rasa ini, bagi saya, bukan hanya tentang makanan, melainkan juga kenangan, kehangatan, dan rasa syukur.

Tujuan saya sudah jelas: Warung Bu Warsini di daerah Gajah Mati dekat jembatan. Nama warung ini begitu populer di kalangan penikmat kuliner tradisional. Meski lokasinya tidak berada di jalan besar, namun aroma kelezatan nasi gandul Bu Warsini mampu menarik langkah siapa saja yang ingin mencicipi keotentikan rasa khas Pati.

Begitu saya tiba, suasana warung sederhana itu langsung mengingatkan saya pada nuansa warung jaman dulu. Meja kayu panjang dengan bangku plastik berjejer rapi, dan di bagian depan, deretan baskom besar berisi berbagai jenis lauk menggoda mata: daging, kikil, paru, babat, otak, tempe, hingga begedel. Uap kuah panas naik dari panci besar, mengirimkan aroma santan dan rempah-rempah yang menguar di udara. Tak sabar rasanya ingin segera duduk dan menikmati.

Seorang ibu paruh baya dengan senyum ramah menghampiri. “Makan nasi gandul, Mbak?” tanyanya. Saya mengangguk dan langsung duduk di salah satu bangku kosong.

Proses penyajian nasi gandul di warung Bu Warsini masih mempertahankan cara tradisional. Di atas piring, selembar daun pisang dibentangkan sebagai alas. Nasi putih hangat ditaruh di atasnya. Lalu, Bu Warsini menoleh dan bertanya, “Lauknya pilih apa?”

Biasanya, pilihan saya pasti jatuh pada daging. Namun pagi itu, mata saya terpaku pada kikil yang tersaji dalam baskom. Warna cokelat mengilap, tekstur kenyal yang menggoda, dan cara kuah kental itu menempel pada potongan kikil, membuat saya tanpa ragu berkata, “Kikil saja, Bu."

Tak lama, beberapa potong kikil berpindah ke atas nasi. Lalu semangkuk kuah kental dengan warna cokelat kemerahan disiram perlahan ke atas nasi dan lauk. Aroma gurih santan berpadu dengan wangi lengkuas, ketumbar, dan bawang goreng, menciptakan sensasi yang memikat. Saya pun menambahkan sesendok sambal dan sedikit kecap, menciptakan keseimbangan rasa manis dan pedas khas Jawa Tengah.

Sebelum makan, saya menundukkan kepala. Di tengah ramainya warung, saya memejamkan mata sejenak dan berdoa makan serta, tiada henti berucap “Alhamdulillah,” atas nikmat yang Allah hadirkan. Di hadapan saya bukan hanya sepiring nasi gandul, tetapi juga karunia yang patut disyukuri.

Suapan pertama membuat saya terdiam. Rasa gurih kuah yang meresap sempurna ke nasi, potongan kikil yang benar-benar empuk, serta aroma rempah yang tidak berlebihan — semuanya menyatu menjadi pengalaman rasa yang luar biasa. Kikilnya tidak berbau amis, tidak keras, justru lembut dan kenyal dengan rasa rempah yang meresap sampai ke dalam.

Di meja sebelah, seorang bapak tampak menikmati nasi gandul dengan paru. Di sisi lain, sepasang muda-mudi tampak riang mencicipi tempe dan otak. Warung Bu Warsini ini memang bukan warung biasa. Ia menjadi tempat berkumpulnya berbagai latar belakang: pekerja, pelajar, bahkan wisatawan kuliner. Semua menyatu dalam satu meja untuk menikmati nasi gandul yang hangat dan penuh cita rasa.

Saya teringat masa kecil, ketika almarhum bapak sering mengajak kami sekeluarga makan nasi gandul sepulang dari pasar. Suasana seperti ini selalu berhasil menghadirkan kenangan, membuat saya kembali pada momen-momen sederhana namun penuh kebahagiaan.

Waktu seolah berjalan pelan di warung Bu Warsini. Tidak ada yang tergesa-gesa. Semua menikmati makan dengan tenang. Saya sendiri larut dalam kelezatan setiap suapan, hingga kuah terakhir terserap habis oleh nasi dan daun pisang yang menjadi alasnya.

Setelah selesai, saya menyeka mulut dengan tisu dan kembali mengucap syukur dalam hati. “Alhamdulillah, ya Allah, atas rezeki hari ini.” 

Sebuah warung kecil yang menjadi saksi tumbuhnya keluarga, sekaligus menjadi tempat banyak orang membangun kenangan.

Saya meninggalkan warung Bu Warsini dengan hati yang penuh. Bukan hanya karena perut kenyang, tapi juga karena pengalaman sederhana yang begitu berarti. Di Gajah Mati, Pati, saya menemukan lebih dari sekadar makanan. Saya menemukan kembali rasa syukur, kehangatan masa lalu, dan ketulusan dalam semangkuk nasi gandul yang tiada duanya.

Saya tahu, jika kelak saya kembali ke Pati, Warung Bu Warsini akan selalu menjadi tempat yang saya rindukan. Tempat di mana kikil empuk dan kuah rempah bisa menghadirkan kebahagiaan dalam setiap sendoknya.
Cepu, 16 Mei 2025 


-

Jejak Sejarah Museum Kretek

Karya : Gutamining Saida. 

Saya bersama suami memutuskan untuk menyusuri jejak sejarah di kota Kudus. Kota kecil yang terkenal sebagai Kota Kretek ini menyimpan cerita panjang tentang industri rokok khas Indonesia yang mendunia. Tujuan utama saya adalah Museum Kretek, sebuah tempat yang sudah lama ingin saya kunjungi. Dengan semangat, saya berangkat, dan tak butuh waktu lama, mobil saya sudah terparkir rapi di halaman museum. Biaya parkirnya hanya lima ribu rupiah.sungguh harga yang sangat ramah di kantong, sebagaimana juga tiket masuk museum empat ribu rupiah

Dari luar, bangunan museum tampak megah, tetapi tidak mengintimidasi. Taman yang rapi dan rindang menambah kesan teduh dan nyaman. Di sisi belakang, tersedia musala yang bersih dan tenang, serta kamar kecil yang terawat. Segala kebutuhan dasar pengunjung tersedia dengan baik, membuat saya merasa disambut seperti tamu istimewa.

Ketika melangkah masuk ke dalam museum, saya langsung disambut oleh senyum ramah para petugas perempuan. Mereka berpakaian rapi dan wajah mereka berseri, membuat hati terasa hangat. Sambutan ini seperti tanda bahwa saya akan menjelajah bukan sekadar sebuah tempat penyimpanan barang lama, tapi sebuah ruang hidup yang menyimpan memori perjuangan, inovasi, dan budaya.

Di dalam museum, suasana terasa tenang namun penuh informasi. Pandangan pertama saya tertuju pada deretan mesin pelinting rokok kuno. Besi-besi tua itu tampak gagah, seperti saksi bisu dari masa-masa kejayaan kretek yang dirintis dengan kerja keras dan ketekunan. Di dekatnya, ada timbangan besi besar, yang dulunya digunakan untuk menakar bahan baku seperti tembakau dan cengkih. Alat-alat perajang tembakau dan perajang cengkih pun tersaji, menunjukkan proses awal sebelum tembakau diolah menjadi rokok kretek yang terkenal dengan aroma khasnya.

Satu bagian yang menarik perhatian saya adalah patung-patung perempuan pelinting rokok. Mereka digambarkan duduk dengan penuh konsentrasi, tangan cekatan menggulung rokok satu per satu. Pemandangan ini tidak hanya menginformasikan tentang proses produksi, tetapi juga menyampaikan penghargaan terhadap perempuan pekerja yang menjadi tulang punggung industri kretek di masa lalu. Tanpa mereka, sejarah kretek tidak akan lengkap.

Berjalan lebih dalam, saya menemukan deretan macam-macam rokok yaitu mulai dari yang dibuat secara manual hingga yang diproduksi oleh pabrik besar. Label, kemasan, dan bentuknya sangat beragam. Saya terkesima melihat bagaimana evolusi desain dan cita rasa kretek mengikuti zaman, dari era kolonial hingga masa kini. Di dekatnya terdapat koleksi tembakau dari berbagai daerah.

Masing-masing memiliki karakteristik aroma dan warna yang unik. Cengkeh pun tak kalah menarik, ditampilkan dalam bentuk kering dan segar dari berbagai daerah penghasil. Museum ini juga menyuguhkan pengetahuan mengenai saus rokok yaitu campuran bahan yang memberikan cita rasa khas pada kretek. Tidak banyak orang tahu bahwa saus adalah bagian penting dalam proses pembuatan kretek, dan di sini saya belajar banyak tentang hal tersebut.

Satu sudut lain dari museum menampilkan cara promosi rokok sebelum dan sesudah kemerdekaan. Dindingnya dipenuhi poster-poster jadul dengan gaya visual khas zamannya. Iklan-iklan tersebut bukan hanya menjual rokok, tetapi juga menyampaikan semangat nasionalisme, kebanggaan lokal, dan gaya hidup. Saya sempat tersenyum melihat beberapa slogan yang nyentrik namun mengena, seperti "Kretek Pilihan Rakyat" 

Puncak pengalaman saya adalah ketika memasuki ruang miniatur suasana masyarakat pedesaan. Di sana dipamerkan adegan-adegan yang menggambarkan proses menjemur tembakau di halaman rumah, mengiris tembakau dengan pisau besar, hingga menggulung rokok secara manual. Bahkan ada klobot yaitu pembungkus rokok dari daun jagung kering yang dahulu sangat populer sebelum kertas menjadi pembungkus utama. Semuanya disusun dengan detail yang mengagumkan, seolah saya sedang menonton potongan kehidupan masa lalu yang hidup kembali.

Museum Kretek juga menghormati para pelopor industri ini. Foto-foto tokoh pemilik pabrik rokok di Kudus, seperti Nitisemito dan tokoh-tokoh besar lainnya, terpampang di dinding dengan informasi singkat tentang perjuangan mereka membangun bisnis kretek dari nol. Mereka bukan hanya pengusaha, tetapi juga inovator dan pelopor nasionalisme ekonomi Indonesia.

Waktu berlalu begitu cepat saat saya berada di dalam museum ini. Setiap sudutnya memberikan pengetahuan baru, setiap informasi mengajak untuk merenung dan menghargai warisan budaya bangsa. Saya keluar dari museum dengan perasaan campur aduk yaitu terkesan, tercerahkan, dan sekaligus bangga menjadi bagian dari bangsa yang kaya akan tradisi dan inovasi.

Museum Kretek di Kudus bukan sekadar tempat wisata edukasi. Ia adalah cermin dari kerja keras, kreativitas, dan identitas bangsa. Dengan tiket yang sangat terjangkau dan fasilitas yang baik, museum ini layak menjadi destinasi utama bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dalam tentang sejarah Indonesia dari sisi yang mungkin tak banyak diketahui yaitu sebatang rokok kretek.
Cepu, 16  Mei 2025 



Rabu, 14 Mei 2025

Menyusuri Kota Kretek

Karya: Gutamining Saida 
Langit sore hari itu mulai meredup, sinar mentari yang sejak siang menyengat kini perlahan memudar digantikan semburat jingga yang lembut. Seusai salat Ashar, dengan langkah mantap kami berdua bersiap memulai perjalanan menuju kota kretek yaitu julukan akrab bagi Kudus, kota yang dikenal sebagai pusat industri rokok, kota santri, sekaligus kota yang menyimpan jejak sejarah dan spiritualitas yang kuat.Meski perjalanan yang akan kami tempuh cukup jauh, ada semangat tersendiri yang membuat badan ini ringan melangkah. Tujuan kami malam ini bukan sekadar berkunjung, tetapi menghadiri momen istimewa yaitu pemberangkatan calon jemaah haji, yang tak lain adalah keponakan suami.

Sebuah peristiwa sakral yang selalu menggetarkan hati, terlebih bagi siapa pun yang memendam kerinduan untuk datang ke Tanah Suci. Sebelum benar-benar memasuki jalan utama, kami memutuskan untuk singgah di Pati, kota yang terkenal dengan kuliner khasnya yaitu nasi gandul. Warung langganan kami tak jauh dari jalan besar. Di bawah cahaya lampu yang remang-remang, aroma kuah santan berbumbu menyeruak dari dapur terbuka. Biasanya saya selalu memesan nasi gandul dengan lauk daging sapi. Empuk, gurih, dan selalu memuaskan lidah. Namun malam itu, entah kenapa, hati saya tergerak untuk mencoba sesuatu yang berbeda.“Setengah porsi nasi gandul kikil, ya, Bu,” ucap saya kepada penjual yang sedang meracik pesanan. Kikil yang tersaji tampak menggoda. Potongannya besar, kenyal, dan disiram kuah kental berwarna coklat keemasan. Gigitan pertama langsung membawa sensasi baru yaitu teksturnya lembut, bumbunya meresap, dan rasanya begitu pas dengan nasi hangat. Makan malam sederhana ini terasa lebih istimewa karena dinikmati dalam perjalanan yang membawa misi spiritual.

Usai makan, kami melanjutkan perjalanan. Lampu-lampu jalan mulai menyala, dan arus kendaraan malam hari mulai ramai. Suasana dalam mobil tak banyak bicara, hanya sesekali percakapan ringan mengisi jeda. Namun dalam hati, banyak hal yang mengalir. Pikiran saya melayang pada mereka yang malam ini bersiap menuju Tanah Suci, menanggalkan status duniawi mereka dan datang sebagai hamba yang penuh harap dan cinta kepada Sang Khalik. Sesampainya di rumah keluarga di Kudus, suasana haru langsung menyambut.

Calon jemaah haji tampak bersahaja, mengenakan pakaian putih yang mencerminkan kesucian niat dan tekad. Wajahnya bercahaya, penuh kebahagiaan, dan sedikit gugup. Satu per satu keluarga datang menyalami, mengucapkan doa dan permohonan titip doa. Di antara suara lantunan doa dan dzikir, terdengar isak tangis pelan dari keluarga yang tak kuasa menahan haru.Saya ikut menyalami keponakan suami dengan tangan bergetar. “Semoga lancar, mabrur hajinya, dan sehat selama perjalanan. Titip doa ya, semoga kami juga bisa menyusul,” ucap saya pelan, mencoba menahan air mata. 

Menyaksikan pemberangkatan ini membawa rasa hangat sekaligus rindu yang sulit dijelaskan. Rasa senang karena mereka yang berangkat telah dipanggil oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya, namun di sisi lain, ada rasa ingin yang menggebu dalam hati. Ingin merasakan tawaf di pelataran Ka'bah, ingin berdiri di Padang Arafah, ingin menyusuri jejak Rasulullah di Madinah. Semua itu bukan hanya cita-cita, melainkan kerinduan yang sejak lama saya simpan dalam doa.Perjalanan panjang malam itu tak terasa melelahkan. Justru ada ketenangan dan kebahagiaan yang memenuhi relung hati. Duduk di antara orang-orang yang akan berangkat haji membuat saya merasa dekat dengan harapan, dekat dengan surga. Meski saya belum memiliki kesempatan itu saat ini, saya percaya bahwa Allah telah menuliskan waktu terbaik untuk setiap hamba-Nya.

Dalam perjalanan pulang, di tengah sunyinya malam dan deru angin yang masuk melalui celah jendela, saya memejamkan mata sejenak. Hati saya berdoa dalam diam. "Ya Allah, Engkau telah memanggil mereka malam ini. Maka panggillah juga aku suatu hari nanti. Berilah aku kesempatan untuk menyaksikan Ka'bah dengan mata kepalaku sendiri. Permudahlah jalanku, bukalah pintu rezeki, dan kuatkan niatku."Setibanya di rumah, tubuh memang terasa lelah, namun hati begitu ringan.

Malam itu sebelum tidur, saya mengambil air wudu dan menunaikan salat dua rakaat. Dalam sujud yang panjang, saya sampaikan seluruh harapan yang belum tercapai. Saya tahu, impian untuk beribadah di Tanah Suci bukanlah perkara kecil, tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil. Selama harapan dan doa terus hidup, maka peluang itu akan selalu ada.Malam itu saya tidur dengan senyum. Rindu ini belum terobati, tapi telah tersalurkan lewat doa. Dan saya percaya, Allah Maha Mendengar. Suatu hari, saya pun akan menjejakkan kaki di Tanah Suci, memenuhi panggilan yang kini masih saya tunggu dengan sabar.
Kudus, 15 Mei 2025 

Pamitan di Apel Pagi

Karya: Gutamining Saida 
Rabu pagi tanggal 15 Mei 2025 langit tampak cerah, seakan ikut menyambut sebuah momen penting yang akan berlangsung di SMPN 3 Cepu. Suasana sekolah tampak berbeda dari biasanya. Semua siswa mengenakan seragam rapi, barisan mereka tersusun teratur di halaman sekolah. Bapak dan ibu guru serta karyawan turut hadir, membentuk barisan berderet di depan siswa kelas IX. Dengan kebersamaan yang hangat. Hari itu diadakan apel pagi yang sangat bermakna, yakni apel perpisahan untuk Bapak Sunardi, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.

Apel dimulai dengan tertib. Suasana menjadi hening ketika Bapak Kepala Sekolah melangkah maju untuk memberikan sambutan. Dengan suara yang tenang dan penuh rasa hormat, beliau menyampaikan betapa besar jasa Bapak Sunardi selama mengabdi di sekolah ini. Beliau mengungkapkan bahwa kehadiran Bapak Sunardi selama ini telah menjadi teladan bagi para siswa dan guru dalam hal keteladanan, ketulusan, dan semangat mendidik.

"Beliau adalah guru yang tidak hanya mengajar ilmu agama," ucap Bapak Kepala Sekolah, "tetapi juga menanamkan akhlak dan keteladanan dalam keseharian. Kami merasa kehilangan, namun di saat yang sama kami bersyukur pernah bekerja bersama beliau."

Usai sambutan kepala sekolah, tiba saatnya Bapak Sunardi maju ke depan . Langkah beliau tenang, tetapi sorot matanya menyiratkan keharuan. Siswa-siswa mulai memperhatikan dengan saksama. Suasana menjadi semakin hening ketika beliau mulai berbicara.

"Anak-anakku semua," ucap beliau dengan suara bergetar namun penuh keteguhan, "hari ini saya berpamitan.
Beliau menatap satu per satu siswa di hadapannya, seolah ingin menyampaikan pesan yang tulus dari dalam hatinya.

"Ada tiga hal yang ingin saya titipkan untuk kalian semua sebagai bekal hidup," lanjutnya.
Siswa-siswa menyimak dengan serius, beberapa guru tampak menundukkan kepala, larut dalam suasana haru.

"Yang pertama," ujar beliau, "selalu laksanakan salat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan. Salat adalah tiang agama, dan siapa yang menjaga salatnya, maka Allah akan menjaga hidupnya. Jika kalian ingin sukses dunia akhirat, maka jangan abaikan salat."

Beberapa siswa mengangguk-angguk pelan. Sebagian terlihat mulai menahan air mata, menyadari bahwa nasihat itu bukan sekadar formalitas perpisahan, tetapi benar-benar keluar dari lubuk hati seorang guru yang peduli.

"Yang kedua," lanjut beliau, "perbanyaklah berdzikir kepada Allah. Dalam setiap langkah hidup kalian, jangan lupakan Allah. Ketika hati kalian gelisah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Dzikir adalah sumber kekuatan batin yang tidak akan pernah habis."

Suasana apel semakin sunyi. Bahkan angin pun seakan berhenti sejenak untuk mendengar pesan itu. Para siswa, guru, dan karyawan tampak larut dalam suasana penuh makna.

"Dan yang terakhir," kata beliau, kini dengan suara yang lebih dalam, "hormatilah guru kalian. Ini sangat penting. Jangan pernah menyepelekan guru. Karena siapa yang tidak menghormati guru, maka akan merasakan akibatnya. Ilmunya tidak akan bermanfaat, rezekinya akan dipersempit, dan yang lebih berat lagi, dia bisa meninggal dalam keadaan tidak beriman."

Ucapan terakhir itu menggugah banyak hati. Terlihat beberapa siswa menunduk, merenungi sikap mereka selama ini terhadap para guru. 

Bapak Sunardi berhenti sejenak, menatap ke arah kepala sekolah, lalu kembali ke siswa.
"Itulah tiga pesan saya untuk kalian. Saya mohon maaf jika selama mengajar banyak kekurangan. Saya manusia biasa. Tetapi saya akan terus mendoakan kalian semua, semoga menjadi anak-anak yang saleh, sukses, dan membanggakan orang tua."

Setelah acara resmi selesai, para guru diajak untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Foto-foto itu menjadi simbol kebersamaan, sekaligus menjadi pengingat akan sosok guru sederhana yang telah meninggalkan jejak kebaikan di hati semua orang.
Teriring doa semoga di masa purna diberi sehat, bahagia dunia akhirat 
Cepu, 15 Mei 2025 

Selasa, 13 Mei 2025

Rukhsah Dalam Ibadah Puasa


Apa Itu Rukhsah?

Rukhsah adalah keringanan atau dispensasi yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya dalam menjalankan ibadah, termasuk puasa, karena adanya halangan atau kesulitan tertentu.

Siapa Saja yang Mendapatkan Rukhsah Puasa?

1. Orang sakit

Jika sakitnya berat dan berpuasa akan memperparah kondisi.

Rukhsah: Boleh tidak puasa, dan mengganti di hari lain (qadha).

2. Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan jauh)

Jika perjalanannya melelahkan dan memberatkan puasa.

Rukhsah: Boleh tidak puasa, dan mengganti di hari lain (qadha).

3. Orang tua renta/lemah

Jika fisiknya sudah tidak mampu lagi berpuasa.

Rukhsah: Tidak wajib puasa, diganti fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari puasa yang ditinggalkan).

4. Wanita hamil dan menyusui

Jika dikhawatirkan membahayakan diri sendiri atau bayinya.

Rukhsah: Boleh tidak puasa dan menggantinya di hari lain (qadha), atau ditambah fidyah menurut sebagian pendapat.

5. Wanita haid dan nifas

Tidak diperbolehkan berpuasa.

Rukhsah: Wajib mengganti puasanya di hari lain (qadha).

Manfaat Rukhsah dalam Ibadah Puasa
  • Menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak membebani.
  • Memberi kemudahan bagi umat agar tetap bisa beribadah sesuai kemampuan.
  • Menumbuhkan kasih sayang dan perhatian Allah kepada hamba-Nya.
  • Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengganti atau menunaikan ibadah yang tertunda.

Contoh Kasus:

1. Ahmad sedang dalam perjalanan mudik sejauh 400 km. Karena lelah dan panas, ia memutuskan untuk tidak berpuasa. Ia akan mengganti puasanya setelah Ramadan.
→ Ini termasuk rukhsah musafir.

2. Nenek Salamah, usia 75 tahun, sudah sangat lemah dan tidak mampu puasa. Maka keluarganya memberikan fidyah berupa makanan kepada orang miskin selama 30 hari.
→ Ini termasuk rukhsah lansia.




LKPD – Rukhsah dalam Ibadah Puasa

Nama Siswa: ___________________
Kelas: VII
Mapel: Pendidikan Agama Islam
Waktu: 1 JP (Jam Pelajaran)

Tujuan Pembelajaran Siswa mampu:
  • Menjelaskan pengertian rukhsah dalam ibadah puasa.
  • Mengidentifikasi siapa saja yang berhak mendapat rukhsah.
  • Memberi contoh penerapan rukhsah dalam kehidupan sehari-hari.

A. Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!

1. Apa yang dimaksud dengan rukhsah dalam ibadah puasa?


2. Sebutkan tiga contoh orang yang berhak mendapat rukhsah puasa!
a. ______________________
b. ______________________
c. ______________________


B. Lengkapi tabel berikut!

C. Refleksi Diri

1. Apakah kamu pernah melihat seseorang mendapat rukhsah saat puasa? Ceritakan!

2. Apa pendapatmu tentang adanya rukhsah dalam agama Islam?


Selamat Mengerjakan, Semoga sukses. (by. Gutamining Saida) 









Literasi Keuangan



1. Pengertian Literasi Keuangan
Literasi keuangan adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan mengelola keuangan secara efektif. Ini mencakup pengetahuan tentang cara membuat anggaran, menabung, berinvestasi, memahami pinjaman dan utang, serta membuat keputusan keuangan yang bijaksana.

Secara sederhana, literasi keuangan adalah "melek keuangan"  bisa memahami bagaimana uang bekerja dan bagaimana mengelolanya agar tidak boros dan tidak terjerat masalah keuangan.

2. Manfaat Literasi Keuangan
Literasi keuangan membawa banyak manfaat, di antaranya:
  • Menghindari utang berlebihan yaitu Orang yang paham keuangan cenderung berhati-hati dalam menggunakan pinjaman.
  • Mengelola pengeluaran dengan bijak yaitu Tidak mudah tergoda belanja berlebihan.
  • Menyiapkan dana darurat yaitu Untuk kebutuhan mendadak seperti sakit atau kehilangan pekerjaan.
  • Perencanaan masa depan yang baik yaitu Seperti tabungan pendidikan anak, pensiun, dan investasi.
  • Meningkatkan kualitas hidup yaitu Hidup lebih tenang dan stabil karena tidak terganggu masalah keuangan.

3. Pengaruh Literasi Keuangan

a. Pengaruh Positif:
  • Kemandirian finansial: Tidak bergantung pada orang lain.
  • Pengambilan keputusan yang bijak: Misalnya memilih produk investasi yang aman dan sesuai dengan kebutuhan.
  • Perlindungan dari penipuan: Tidak mudah tertipu oleh investasi bodong.
  • Kesejahteraan keluarga: Uang dikelola lebih baik, kebutuhan pokok terpenuhi.

Contoh positif: Seorang guru memiliki literasi keuangan baik. Ia menyisihkan 20% gaji tiap bulan untuk tabungan pendidikan anak. Ia juga menghindari utang konsumtif dan ikut arisan hanya untuk sosial, bukan untuk gaya hidup. Saat anaknya masuk kuliah, ia tidak kesulitan mencari dana.

b. Pengaruh Negatif (jika kurang literasi keuangan):
  • Gaya hidup konsumtif: Terlalu sering belanja, foya-foya, ikut tren tanpa pertimbangan.
  • Terjebak utang: Misalnya berutang untuk hal yang tidak produktif, seperti membeli gadget terbaru hanya demi gengsi.
  • Tertipu investasi bodong: Karena tidak tahu mana investasi yang legal dan tidak.
  • Stres dan konflik keluarga: Masalah keuangan sering jadi sumber pertengkaran.
Contoh negatif: Seseorang tergoda ikut investasi yang menjanjikan untung 30% per bulan. Ia pinjam uang ke bank untuk ikut. Ternyata, itu investasi bodong. Uangnya hilang, utangnya menumpuk, dan ia stres berat

4. Contoh Literasi Keuangan dalam Kehidupan Sehari-hari
  • Membuat anggaran bulanan: Mengatur berapa pengeluaran untuk makan, transportasi, tabungan, hiburan.
  • Menabung sejak dini: Misalnya, anak sekolah menyisihkan uang jajan.
  • Memahami risiko investasi: Memilih reksa dana atau deposito daripada investasi abal-abal.
  • Menggunakan aplikasi pencatat keuangan: Seperti Money Lover atau Spendee untuk memantau pengeluaran.


LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)

Tema: Literasi Keuangan
Kelas: SMP
Waktu: 1 jam pelajaran
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mengerjakan LKPD ini, siswa mampu:
  • Memahami arti literasi keuangan.
  • Mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan.
  • Membuat perencanaan sederhana pengelolaan uang jajan.

A. Pemahaman Konsep

Petunjuk: Jawablah pertanyaan berikut ini!

1. Apa yang dimaksud dengan literasi keuangan?

2. Mengapa siswa perlu belajar mengelola uang sejak dini?

B. Kegiatan 1 – Bedakan Kebutuhan dan Keinginan

Petunjuk: Tulislah mana yang termasuk kebutuhan dan mana yang termasuk keinginan dari daftar barang di bawah ini!

C. Kegiatan 2 – Catatan Pengeluaran Uang Jajan Harian

Petunjuk: Anggap kamu mendapat uang jajan Rp10.000 per hari. Buatlah rencana pengeluaran harianmu!

D. Refleksi Diri

Jawablah dengan jujur!

1. Apakah kamu sudah terbiasa menabung dari uang jajanmu?

Ya / Belum

2. Jika belum, apa kendalanya?

3. Mulai hari ini, apa komitmenmu terhadap pengelolaan uang saku?

SEMOGA SUKSES (by. Gutamining Saida)














Niat Baik Yang Tertunda

Karya: Gutamining Saida
Pagi itu langit cukup cerah, angin tidak terlalu kencang, dan mentari pun belum terlalu terik saat saya bersiap berangkat dari rumah. Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Saya berboncengan dengan anak saya menuju Wado Kedungtuban. Ada satu niat baik yang ingin saya tunaikan hari itu yaitu memberikan doa dan dukungan kepada salah satu calon jamaah haji, seorang suami dari mbak Rika pernah menjadi rekan kerja saya. Kami cukup dekat dan kabar keberangkatannya ke Tanah Suci menggugah saya untuk menyampaikan doa secara langsung. 

Saya tak mengabari mereka terlebih dahulu. Saya ingin ini menjadi kejutan, sebuah kunjungan sederhana yang diharapkan membawa kehangatan. Dalam hati saya berkata, “Kalau niatnya baik, pasti jalannya dimudahkan.” Maka kami melaju dengan semangat dan harapan.

Sepanjang jalan, saya mengingat kembali kebersamaan saya dengan mbak Rika dulu saat masih satu kantor. Banyak kenangan baik. Mungkin sudah lama tidak berjumpa secara langsung, tapi rasa hormat dan kekeluargaan itu tetap ada. Sebab itu, kunjungan ini bukan hanya tentang mendoakan, tapi juga menyambung tali silaturahmi.

Saat kami sudah mendekati kawasan Kapuan tepat sebelum bandara udara, anak saya tiba-tiba menyarankan, “Umi, coba chat atau telpon dulu deh, takutnya mereka nggak di rumah.” Awalnya saya ragu, karena merasa sudah cukup dekat, dan berharap mereka akan kaget bahagia saat tahu kami tiba-tiba datang.

Tapi, untuk menghargai saran anak, saya pun membuka ponsel dan mulai mengirimkan chat. Satu pesan. Tak ada balasan. Lalu pesan kedua. Masih hening. Saya coba menelepon. Terdengar nada sambung, tapi tidak diangkat. Dalam hati mulai tumbuh sedikit rasa cemas, tapi saya tetap melanjutkan perjalanan, sambil sesekali melirik layar HP berharap ada notifikasi balasan.

Tak lama setelah motor kami melewati jalanan yang mulai ramai, akhirnya sebuah pesan masuk. Saya segera membukanya, dan saat membaca isinya, hati saya terasa seperti diteteskan air dingin.
"Mbak Rika di rumah?" 
"Mboten bu, pripun?" 
"Saya menuju rumah njen." 
“Maaf, kami lagi di Bravo, lagi belanja.”

Saya sempat membacanya dua kali.Ternyata, orang yang ingin saya beri kejutan justru sedang pergi. Bahkan bukan sekadar ke luar rumah sebentar, tapi sedang belanja ke Bravo, pusat perbelanjaan yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya dan masih butuh waktu lama. 

Motor kami melambat. Saya suruh menepikan sebentar. Anak saya menoleh dengan ekspresi bingung, menanti keputusan. Saya menghela napas, mencoba menelan kekecewaan dengan tenang.

“Balik saja ya. Nggak jadi ke Wado. ” kata saya lirih.

Anak saya mengangguk pelan. Mungkin dia juga bisa merasakan perubahan suasana hati saya. Perjalanan yang penuh semangat tadi, kini berubah menjadi perjalanan pulang dengan kepala sedikit tertunduk. Jalanan yang sama, tapi rasanya berbeda.

Sesekali saya menoleh ke belakang, bukan untuk memastikan jalan, tapi seperti ingin memastikan apakah benar tadi saya sudah berusaha. Apakah niat baik ini harus berakhir dengan rasa kecewa? Saya tidak marah kepada mereka sama sekali tidak. Mereka tentu tidak salah. Saya juga tidak menyesali niat saya. Justru saya bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'alla masih punya hati yang ingin menyambung silaturahmi.

Rasa kecewa itu tetap ada. Tidak karena mereka tak di rumah, tapi lebih kepada harapan yang tidak tercapai. Saya sudah membayangkan momen-momen kecil yang hangat yaitu membuka pagar, memberi salam, mereka keluar dengan wajah terkejut, lalu kami duduk sebentar dan saya bisa menyampaikan doa dengan tulus. Tapi semua itu tak jadi nyata.

Di tengah perjalanan pulang, saya mencoba menenangkan diri. Saya berkata dalam hati bahwa niat baik itu tetap bernilai meski tak sampai ke tujuan. Tuhan Maha Tahu. Barangkali, ini cara Tuhan mengajarkan saya tentang ikhlas dan kesabaran. Tentang bagaimana kita bisa berniat, bisa merencanakan, tapi tetap harus siap dengan segala kemungkinan. Bahkan saat niat kita adalah sesuatu yang sederhana dan penuh ketulusan.

Sesampainya di rumah, saya menyimpan kembali helm dan jaket. Duduk sejenak di ruang tamu, membiarkan semua perasaan reda perlahan-lahan. Saya pun akhirnya mengirimkan doa lewat pesan, tetap dengan tulus: “Semoga sehat selalu, diberikan kelancaran ibadah haji, kembali ke tanah air sebagai haji yang mabrur. Mohon maaf tak jadi ke Wado  karena situasi.”

Tak ada balasan panjang dari mereka. Tapi saya yakin, Tuhan mencatat semuanya. Mungkin, lain waktu, saya bisa bersilaturahmi lagi yaitu dengan cara yang lebih baik, lebih tepat, dan mungkin benar-benar menjadi kejutan yang mengejutkan. 
Cepu, 13 Mei 2025 

Jumat, 09 Mei 2025

Materi IPS Kelas 7

 


1. Arti Uang:

Uang adalah alat tukar yang digunakan untuk memperoleh barang dan jasa, serta sebagai satuan hitung dan penyimpan nilai.


2. Manfaat Uang:

  • Sebagai alat tukar dalam transaksi jual beli

  • Sebagai alat satuan hitung untuk menentukan harga barang/jasa

  • Sebagai alat penyimpan kekayaan

  • Sebagai alat pembayaran utang

  • Sebagai penunjuk nilai suatu barang


3. Arti Pendapatan:

Pendapatan adalah seluruh hasil atau penghasilan yang diterima seseorang atau rumah tangga dalam periode tertentu, baik dari bekerja, usaha, atau investasi.


4. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan:

  • Tingkat pendidikan

  • Jenis pekerjaan atau usaha

  • Jumlah tenaga kerja dalam keluarga

  • Letak geografis dan akses ekonomi

  • Modal dan keahlian yang dimiliki

  • Permintaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan


5. Manfaat Pendapatan:

  • Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

  • Untuk tabungan atau investasi

  • Untuk membayar kewajiban seperti pajak atau utang

  • Untuk meningkatkan taraf hidup

  • Untuk kegiatan sosial atau amal


LKPD – UANG DAN PENDAPATAN

Mata Pelajaran: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Kelas: ___
Nama Siswa: _________________________
Tanggal: _________________________


A. Tujuan Pembelajaran:

  1. Siswa memahami arti dan manfaat uang.

  2. Siswa memahami arti, faktor, dan manfaat pendapatan.


B. Materi Singkat

1. Pengertian Uang

Uang adalah alat tukar yang sah untuk membeli barang atau jasa.

2. Manfaat Uang

  • Sebagai alat tukar

  • Satuan hitung

  • Penyimpan nilai

  • Alat pembayaran

3. Pengertian Pendapatan

Pendapatan adalah hasil yang diperoleh seseorang dari pekerjaan, usaha, atau sumber lain.

4. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

  • Pendidikan

  • Jenis pekerjaan

  • Modal dan keahlian

  • Letak geografis

  • Permintaan pasar

5. Manfaat Pendapatan

  • Memenuhi kebutuhan

  • Ditabung

  • Diinvestasikan

  • Membayar kewajiban

  • Digunakan untuk kegiatan sosial


C. Tugas Siswa:

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas:

  1. Apa pengertian uang menurut kamu sendiri?
    Jawab: .............................................................................................

  2. Sebutkan tiga manfaat uang yang kamu ketahui!
    Jawab:
    a. ..............................................................................
    b. ..............................................................................
    c. ..............................................................................

  3. Jelaskan pengertian pendapatan!
    Jawab: .............................................................................................

  4. Sebutkan empat faktor yang memengaruhi besar kecilnya pendapatan seseorang!
    Jawab:
    a. ..............................................................................
    b. ..............................................................................
    c. ..............................................................................
    d. ..............................................................................

  5. Mengapa pendapatan penting dalam kehidupan sehari-hari?
    Jawab: .............................................................................................

Selamat mengerjakan, SEMOGA SUKSES
Cepu 10 Mei 2025 (By. Gutamining Saida)

Materi IPS tentang Permasalahan Sosial Budaya



1. Arti Permasalahan Sosial Budaya:
Permasalahan sosial budaya adalah masalah yang timbul di masyarakat yang berkaitan dengan perilaku, kebiasaan, nilai, norma, atau struktur sosial yang tidak sesuai dengan harapan bersama dan bisa mengganggu keharmonisan kehidupan sosial.




2. Sebab Permasalahan Sosial Budaya:

Beberapa penyebab utama antara lain:
  • Perbedaan kepentingan antar kelompok masyarakat
  • Kemiskinan dan kesenjangan sosial
  • Kurangnya pendidikan
  • Modernisasi dan globalisasi yang tidak disaring dengan baik
  • Penyimpangan terhadap norma dan nilai budaya

3. Akibat Permasalahan Sosial Budaya:
  • Meningkatnya angka kejahatan dan kenakalan remaja
  • Munculnya konflik sosial atau benturan antar kelompok
  • Hilangnya nilai-nilai luhur budaya lokal
  • Ketimpangan sosial dan ekonomi
  • Disintegrasi atau perpecahan dalam masyarakat




Jawablah pertanyaan di bawah ini. 
1. Apa yang dimaksud dengan permasalahan sosial budaya?
2. Sebutkan tiga contoh permasalahan sosial budaya di lingkungan sekitar!
3. Mengapa kemiskinan dapat menjadi penyebab permasalahan sosial?
4. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap nilai-nilai budaya lokal?
5. Apa dampak dari penyimpangan sosial terhadap masyarakat?
6. Bagaimana cara masyarakat mengatasi konflik sosial?
7. Jelaskan hubungan antara pendidikan dengan permasalahan sosial!
8. Apa peran keluarga dalam mencegah permasalahan sosial budaya?
9. Mengapa penting menjaga keberagaman budaya dalam masyarakat?
10. Apa saja solusi untuk mengurangi kenakalan remaja di lingkungan sekolah?

Selamat mengerjakan. 
Cepu, 9 Mei 2025 (by. Gutamining Saida)

Kamis, 08 Mei 2025

Tantangan Sang Moderator



Karya: Gutamining Saida

Suasana komunitas belajar di ruang pertemuan SMPN 1 Kedungtuban terasa berbeda dari biasanya. Kami, para guru dari berbagai latar belakang mata pelajaran dan pengalaman, berkumpul untuk mengikuti kegiatan kombel yaitu komunitas belajar yang rutin diselenggarakan sebagai ruang tumbuh bersama. Tema hari itu cukup unik dan memantik semangat yaitu  MENYUSUN PUISI DENGAN MEMADUKAN DUA METODE

Materi dibawakan dengan segar oleh narasumber yaitu ibu Aprista P, S.Pd, dan moderatornya ibu Ragil Anggi N, S. Pd adalah sosok yang familiar sekaligus bersahabat. Dengan senyum khasnya yang ramah dan gaya bicara yang hangat namun tegas, ia memandu jalannya sesi demi sesi dengan lancar. Saat memasuki sesi praktik, suasana berubah menjadi lebih hidup. Moderator mengumumkan bahwa setiap peserta akan diberi tantangan untuk membuat puisi dengan menggunakan dua metode inspiratif yang sudah dipaparkan sebelumnya.

Saya yang duduk di deretan tengah sempat terdiam. Jujur saja, walau saya menyukai dunia menulis, tantangan mendadak seperti ini tetap membuat jantung saya berdegup lebih kencang. Saat saya sedang merenung, tiba-tiba nama saya disebut oleh Bu Anggi. Sapaan itu terdengar seperti cahaya sorotan lampu ke arah panggung: mengejutkan, membuat saya merasa diperhatikan sekaligus... ditantang.

“Bu Saida, ayo ya... nanti juga ikut baca ya,” katanya sambil tersenyum dan menatap penuh semangat.

Saya tersenyum canggung dan mengangguk. Dalam hati, saya bergulat dengan rasa takut dan harap. Empat peserta pertama sudah tampil membacakan puisinya. Masing-masing dengan gaya dan warna yang berbeda ada yang penuh semangat, ada yang penuh perasaan, dan ada yang begitu menyentuh. Saya merasa semakin kecil. Apakah saya bisa?

Saya mencoba menenangkan diri. Saya tarik napas dalam-dalam, menatap lembar kertas di depan saya, dan mencoba menyelam ke dalam hati sendiri. Kata demi kata mulai terangkai, seolah tangan saya digerakkan oleh kenangan, rasa, dan cinta yang lama saya pendam. Akhirnya, saya temukan satu kata yang mengandung segalanya: Kedungtuban. Tempat yang bukan hanya menjadi lokasi kegiatan ini, tetapi juga ruang perjalanan hidup saya selama bertahun-tahun.

Dengan degup yang belum juga reda, saya mencatat bait demi bait. Judul sudah ada, irama mulai terbentuk. Tidak sempurna, tapi saya merasa ini datang dari hati. Saat tiba giliran terakhir, saya maju ke depan. Semua mata tertuju pada saya, dan saya bisa merasakan getar di dada. Tapi saya ingat, ini bukan soal sempurna atau tidak. Ini soal keberanian melangkah.

Saya mulai membaca:


Kedungtuban

Karya: Gutamining Saida

 

Langkahku kini menapak pasti

Tanah teduh yang kau beri

Peluh dan doaku menyatu dalam detik panjang

Ukiran hidupku tak pernah hilang

 

Setiap sudutmu ada kenangan

Langkah suara harapku perlahan

Kau bukan sekedar tempat singgah

Kau rumah bagi yang pernah lelah

 

Jika langkahku harus menjauh

Akan kutinggalkan hati sebagai pelabuh

Selama nafasku masih tertawan

Aku terus bersama di Kedungtuban

 

Kini kudatang sebagai tamu

Kau peluk hangat  tanpa ragu

Hari berputar menjadi bulan

Tumbuh runutkan tujuan

Kedungtuban, 8 Mei 2025

Suasana ruangan menjadi hening. Saya tidak tahu apakah bait-bait saya mampu menyentuh, tetapi saya tahu satu hal yaitu saya telah mencoba. Setelah selesai membaca, saya dengan rasa lega yang luar biasa. Bu Anggi tersenyum dan memberikan apresiasi, begitu pula beberapa teman di sekeliling saya.

Alhamdulillah, puisi itu bisa saya bacakan meski belum sempurna. Namun dari pengalaman ini, saya belajar bahwa yang terpenting bukan hanya hasil akhirnya, melainkan keberanian untuk menerima tantangan, menggali rasa, dan mengekspresikannya. Saya pulang bukan hanya membawa selembar puisi, tetapi juga segenggam keberanian baru. Terima kasih, Kedungtuban. Terima kasih, kombel. Dan terima kasih Bu Anggi, atas tantangannya. 
Cepu, 9 Mei 2025



Satu Langkah Tiga Tujuan

Karya :, Gutamining Saida 
Langit cerah mengiringi langkah saya yang telah mantap. Satu langkah kaki saya ayunkan menuju Kedungtuban, bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi sebuah perjalanan hati yang sarat makna dan harapan. Ada beberapa tujuan penting dan utama yang menjadi dasar langkah ini  pertama, bertemu dengan Bapak Kepala Sekolah. kedua, belajar bersama rekan guru dalam kegiatan komunitas belajar (kombel) dan ketiga, menyambung silaturrahmi yang selama ini menjadi ruh kehidupan. 

Segalanya saya mulai dengan doa. Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wata'alla, saya ucapkan Basmalah dalam hati dan lisan. Rangkaian doa-doa saya panjatkan sepanjang perjalanan, memohon agar langkah ini diberi kelancaran, keselamatan, dan keberkahan. Dalam keheningan kendaraan yang saya tumpangi, pikiran saya penuh harapan. Semoga setiap tujuan yang saya tetapkan tercapai sesuai rencana.

Setibanya di Kedungtuban, udara segar dan suasana yang akrab langsung menyambut. Inilah tanah yang telah menjadi bagian dari perjalanan profesional saya sebagai pendidik. Di sinilah saya tumbuh dan berkembang, mengenal banyak karakter siswa, rekan guru, dan berbagai dinamika sekolah. Rasa syukur langsung mengalir deras. Langkah pertama telah berhasil saya capai. Alhamdulillah, syukur kepada Allah atas segala kemudahan ini.

Setelah menyapa beberapa rekan, saya langsung menuju ruang kepala sekolah. Bapak kepala sekolah menyambut dengan hangat. Obrolan ringan  momen ini bagi saya sangat penting,.

Setelah itu, saya melanjutkan agenda utama kedua, yaitu mengikuti kombel (komunitas belajar) yang pada hari itu diselenggarakan dengan tema  “Puisi Dengan dua Metode Inspiratif.” Sebagai seorang guru, saya selalu merasa bahwa proses belajar tidak hanya untuk siswa, tetapi juga bagi saya sendiri. Di sinilah pentingnya kegiatan seperti kombel, tempat kita saling berbagi praktik baik, berdiskusi, dan menemukan inspirasi baru. 

Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh panitia, kemudian dilanjutkan dengan sesi materi. Salah satu guru sebagai narasumber memaparkan  materi. Saya menyimak dengan antusias. Rasanya seperti menemukan energi baru dalam dunia puisi. 

Setelah sesi pemaparan materi, tibalah saatnya praktik. Setiap peserta diminta untuk membuat puisi  berdasarkan pemahaman yang telah diperoleh. Saya tergugah untuk membuat sebuah  puisi ditulis di kertas. Tulisan puisi yang sudah jadi diminta untuk dibaca. Yang maju membacakan puisi bu Endri, bu Mulyani, Pak Angga, bu Anggi dan saya. 

Setelah sesi praktik selesai, kami menikmati kebersamaan. Di sinilah tujuan ketiga saya terasa nyata yaitu menyambung silaturrahmi. Duduk bersama dalam satu ruangan berbincang santai, membuat kami merasa seperti keluarga. Tak ada jarak antara satu guru dengan yang lain. Semua membaur dalam suasana yang hangat dan penuh kekeluargaan.
Perjalanan pulang saya isi dengan perenungan. Hari ini benar-benar bermakna. Saya telah bertemu dengan kepala sekolah, mengikuti kegiatan belajar yang bermanfaat, dan menyambung tali silaturrahmi yang mungkin sempat renggang karena kesibukan masing-masing. Semua itu membuat saya lebih bermanfaat sebagai seorang guru.
Cepu, 8 Mei 2025 






Rabu, 07 Mei 2025

Terjawab Sudah

Karya: Gutamining Saida 
Jalan kaki adalah olahraga paling sederhana namun kaya manfaat. Tidak butuh alat, tak perlu tempat khusus, dan bisa dilakukan kapan saja. Cocok untuk usiaku sekarang. Tidak ada gerakan berat yang menguras tenaga, hanya ayunan kaki yang berirama, langkah demi langkah yang menyatu dengan napas dan detak jantung. Cukup menyisihkan waktu, meluangkan sedikit dari padatnya aktivitas harian, lalu membiarkan tubuh bergerak dalam tempo yang alami.

Seperti sore-sore sebelumnya, saya bertekad untuk tetap berolahraga. Jalan kaki sudah menjadi semacam komitmen pribadi demi menjaga kesehatan. Setidaknya satu jam, saya harus bergerak, membiarkan tubuh berkeringat, dan pikiran berkelana sambil mengamati sekitar.

Biasanya ditemani anak perempuan saya berjalan menyusuri jalanan sekitar perumah jalan Dumai, tetapi hari itu ia berhalangan ada pasien terapi. Hati saya sempat bimbang, apakah tetap keluar atau istirahat saja di rumah. Tapi kemudian, bak gayung bersambut, Bu Isna chats menawarkan ajakan jalan-jalan. Dengan semangat saya menyambut ajakan itu.

Kami berjalan berdua, menyusuri jalan yang sebagian besar sudah saya kenali.  Kali ini, langkah kami ke arah Dumai. Daerah itu menyimpan kenangan tersendiri. Saya teringat pada satu momen beberapa tahun lalu saat suami mengajak saya bersilaturahmi ke salah satu temannya di daerah itu. Sayangnya, saya tak ingat pasti rumahnya yang mana. Hanya satu yang tertinggal dalam ingatan yaitu jalan itu menanjak, rumah di sebelah kiri jalan raya .

Sambil terus berjalan, saya menceritakan ingatan samar itu kepada Bu Isna. Ia mendengarkan dengan antusias sambil sesekali menunjuk rumah-rumah di sekitar, mencoba menebak mana yang mungkin saya maksud. Kami terus melangkah pelan menapaki jalan menanjak itu. Mata saya terus mengamati, berusaha menemukan secuil petunjuk yang mungkin bisa menyambung kembali potongan memori yang terserak.

Seperti adegan dalam cerita, tiba-tiba Bu Isna menyapa seorang perempuan yang baru saja keluar pagar rumah. Sapaan itu membuat saya terdiam sejenak. Ada sesuatu yang familiar pada suara dan sosok perempuan itu. Jantung saya berdetak lebih cepat, dan mata saya menajam, berusaha mengenali lebih jelas.

“Bu Bambang!” seru Bu Isna sambil tersenyum.

Mendengar nama itu, tubuh saya refleks menoleh dan kaki saya terhenti. Rasanya seperti disentak oleh kenangan yang tiba-tiba bangkit. Ya, itu dia! Sosok yang selama beberapa hari ini berusaha saya ingat. Wajah yang pernah saya lihat dalam momen silaturahmi itu. Tanpa pikir panjang, saya turut memanggilnya, “Bu Bambang!”

Saya melangkah cepat mendekatinya dan langsung mengulurkan tangan, ingin menyambung silaturahmi yang sempat terputus. Wajah Bu Bambang tampak bingung, matanya menatap saya lekat-lekat, mencoba membangkitkan ingatannya yang mungkin telah tertimbun oleh waktu.

“Njenengan siapa? Saya kok lupa?”

“Saya, Bu Darbi,” jawab saya sambil tersenyum.

Saat itulah, sesuatu yang hangat mengalir di antara kami. Senyumnya perlahan merekah, lalu pertanyaan demi pertanyaan mengalir deras.

“Suami bagaimana kabarnya? Suami sudah purna? Sudah punya cucu berapa?”

Saya mengangguk, menjawab semua pertanyaannya satu per satu. Kami tertawa kecil saat mengenang masa lalu, betapa waktu telah berjalan cepat, membawa kita ke usia yang lebih tua, penuh pengalaman, dan tentu saja, penuh cerita.

Pertemuan kami terasa seperti anugerah kecil yang dikirimkan Allah Subhanahu Wata'alla di tengah kesibukan dan rutinitas. Semua terjadi begitu alami, tanpa rencana, tanpa rekayasa. Jika saja sore itu saya tidak keluar rumah, jika anak saya jadi menemani saya, jika Bu Isna tidak mengajak jalan kaki barangkali saya tidak akan bertemu Bu Bambang.

Saya pun menyadari, betapa banyak kejutan yang Allah Subhanahu Wata'alla simpan di balik hal-hal kecil. Jalan kaki sore itu tidak hanya menyegarkan tubuh saya, tapi juga menghadirkan pertemuan yang menyambung kembali tali silaturahmi yang sempat terlupa. Langkah-langkah sederhana itu membawa saya bukan hanya ke tujuan fisik, tetapi ke tujuan hati yaitu bertemu, menyapa, dan saling menguatkan.

Sejak sore itu, saya semakin yakin bahwa setiap aktivitas sederhana bisa menjadi bagian dari kisah besar dalam hidup kita. Jalan kaki bukan hanya tentang menjaga kesehatan, tapi juga tentang membuka ruang untuk pertemuan, menghidupkan kenangan, dan memberi makna baru dalam hidup yang terus berjalan.
Cepu, 9 Mei 2025 



Selasa, 06 Mei 2025

Obrolan Hamzah


 Karya: Gutamining Saida

Waktu luang datang tak selalu bisa direncanakan. Seperti kemarin, saat urusan rumah sudah selesai, pikiran saya tergerak untuk membuka ponsel. Bukan untuk sekadar hiburan atau belanja daring seperti kebanyakan orang. Saya manfaatkan untuk memantau kehidupan anak-anak saya. Mereka kini telah tumbuh dewasa, bahkan satu dari mereka telah menikah dan memiliki keluarga sendiri. Di hati saya, mereka tetaplah anak-anak yang harus terus saya jaga, dalam doa, perhatian, dan nasihat.

Saya membuka story media sosial mereka satu per satu. Kadang hanya foto makanan, pemandangan, atau kegiatan sehari-hari. Bagi saya, itu sudah lebih dari cukup. Saya bisa tahu keadaan mereka, bahkan sekilas bisa menangkap suasana hati mereka. Ada satu dua unggahan yang membuat saya tersenyum, ada pula yang membuat saya mengernyit, merasa perlu mengingatkan. Menjadi orang tua, saya yakin tidak pernah selesai tugasnya meski usia anak sudah tak lagi muda. Justru saat itulah, mereka perlu tetap diingatkan dengan cara yang halus dan penuh kasih agar tetap berada di jalan yang benar dengan ridho Allah.

Di antara story-story itu, perhatian saya tertuju pada unggahan anak pertama saya. Ia membagikan potongan percakapan dengan anak lelakinya yaitu  cucu laki-laki saya.  Dia sedang asyik berbincang setelah pulang sekolah TK. Di percakapan itu,diantaranya adalah:

“Malaikat itu dibuat Allah dari Cahaya. Setan dibuat Allah dari api ya kan, mii?”tanya Hamzah

“Kalau kita manusia, dari tanah.”ucap uminya singkat.

“ohh ..makanya kita coklat warnanya ya mii?”tanya Hamzah

“Iyaaa,”tanpa sadar uminya langsung tertawa

“Abah Hamzah kulitnya putih, terbuat dari tanah apa mii?”lanjut Hamzah

Pertanyaan yang terdengar sederhana, tapi bagi saya begitu istimewa. Itu menandakan bahwa alur pikir cucu saya mulai berkembang. Ia mulai bertanya tentang penciptaan, tentang asal mula makhluk ciptaan Allah. Di usia yang masih kecil, ia sudah belajar memahami hal-hal yang mendasar dalam agama. Hati saya bergetar.

Cucu saya seolah mencoba menyimpan informasi itu dalam ingatannya. Lalu dengan polos ia bertanya, “Kalau tanahnya warna coklat, berarti manusia warnanya coklat juga ya, Mi?”

Saya tertawa kecil Betapa murninya pikiran anak kecil. Tapi juga betapa dalamnya logika mereka bekerja.

Saya lalu membalas story itu dengan emoji senyum dan tulisan: "Masya Allah... pintar dan kritis ya. Terus dampingi anak-anak dengan kasih sayang ya."

Tak lama, anak saya membalas, “Iya Bu. Kadang saya sendiri terkejut dengan pertanyaan-pertanyaannya. Tapi saya senang karena itu berarti dia memperhatikan pelajaran di sekolah.”

Saya lalu merenung. Pendidikan di usia dini sangat penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dukungan dari orang tua, bahkan dari nenek dan kakeknya. Saya bersyukur, lingkungan tempat cucu saya belajar membantunya mengenal Allah dengan pendekatan yang ringan namun membekas.

Kejadian itu membuat saya semakin yakin bahwa keluarga tetap harus menjadi tempat pertama dan utama untuk pendidikan akhlak dan iman. Di sekolah mereka belajar dasar, tapi di rumah yaitu di pangkuan orang tua dan dalam percakapan sehari-hari dengan nilai-nilai itu harus terus dikokohkan.

Saya membuka foto cucu saya ketika baru lahir. Sekarang dia sudah pandai bertanya, sudah punya rasa ingin tahu yang tinggi. Rasanya seperti baru kemarin saya menggendongnya, mencium keningnya, dan kini ia sudah menjadi anak TK yang pandai bertanya soal malaikat dan manusia. Betapa waktu begitu cepat berlalu.

Saya sadar, bahwa saya tak bisa selamanya mendampingi mereka secara fisik. Tapi saya bisa terus hadir dalam doa, perhatian, dan sesekali teguran halus saat diperlukan. Saya tidak ingin menjadi ibu atau nenek yang mengganggu, tapi saya juga tidak ingin abai.

Anak dan cucu adalah amanah. Meski mereka sudah menjadi orang tua, tetap akan ada celah di mana mereka butuh arahan, nasihat, atau sekadar telinga yang mendengar. Maka, saat saya bisa, saya akan terus memantau mereka dengan cara yang bijak dan penuh cinta. Saya kembali menyadari bahwa menjadi orang tua  dan nenek  adalah tugas sepanjang hayat, sepanjang cinta yang tak pernah habis mengalir.

Cepu, 7 Mei 2025

 

Sapaan Manis Di Kursi Belakang

 Karya: Gutamining Saida

Udara masih segar tadi malam diguyur hujan. Embun belum benar-benar mengering dari dedaunan yang menyambut sang matahari. Saya melangkah ringan memasuki ruang guru, seperti biasa. Rutinitas pagi bukan hanya soal absensi dan cek jadwal.  Ada momen berharga yang selalu kutunggu yaitu berjalan ke kursi belakang. Di sanalah, tempat ibu-ibu guru berkumpul, saling menyapa, bertukar kabar, dan kadang tertawa kecil dengan canda ringan yang menyemangati pagi kami.

Saya berjalan pelan, menyusuri barisan meja. Beberapa guru sudah duduk, sibuk membuka handphone, menata meja, atau sekadar menyeruput teh panas di gelas masing-masing. Saya mendekat ke kursi belakang, tempat yang tak terlalu formal tapi selalu penuh cerita.

"Assalamu’alaikum," sapa saya seperti biasa.  Sembari mulai menyalami satu per satu ibu guru yang ada.

"Wa’alaikumussalam," jawab mereka. Senyum mereka mengembang, menandakan pagi ini dimulai dengan hati yang lapang.

Saya mengulurkan tangan kepada Bu Putri yang duduk di sebelah kanan. Seperti biasa, ia membalas dengan senyum ramahnya yang khas. Di sebelahnya duduk seorang ustadah, sosok yang selalu terlihat anggun dengan balutan seragam sederhana dan kerudung lebar, yang kerap kami panggil dengan sebutan "ustadah cantik." Ia orang yang lembut, tutur katanya halus, dan seringkali menyapa dengan bahasa yang unik. Ibu Debby Suciati Annisa Imami nama lengkapnya.

Saat tanganku menjabat tangannya, tiba-tiba terdengar sapaan yang sedikit berbeda, mengejutkan tapi tidak membuatku marah. Justru membuatku heran bercampur geli.

“Selamat pagi, Umigu,” katanya sembari tersenyum.

Saya tercenung sejenak. "Umigu?"

Spontan Saya menatap wajahnya, ingin memastikan Saya tidak salah dengar. U-mi-gu.

Kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya. Umi-gu. Seketika pikiranku merangkai potongan-potongan makna. “Umi” adalah sapaan yang sering terdengar di rumah kami, sapaan lembut yang sering dipakai anak-anak saya. Tapi ditambah “gu”? Apakah itu maksudnya singkatan dari “guru”? Jadi, Umi + Gu = Umigu?

Saya menahan senyum, mencoba memahami logika sapaannya. Ternyata tidak salah. Memang terdengar lucu, unik, dan jujur saja, cukup menggelitik.

Teman-teman di sekitar ikut tertawa pelan, termasuk Bu Putri yang duduk di samping depan saya.

“Haha... Umigu! Sapaan baru nih!” kata Bu Putri sambil terkekeh.

Saya tertawa kecil. Tidak tersinggung sama sekali. Justru merasa ada kehangatan dari sapaan baru yang lucu itu. Dalam hati Saya berkata, ’Wah, pagi ini Saya resmi mendapat gelar baru!’

“Terima kasih ya, Bu,” ujarku sambil menatap ustadah cantik itu. “Saya jadi dapat sapaan terbaru pagi ini.”

Beliau tertawa pelan, mungkin tak menyangka sapaan spontan itu langsung menjadi sorotan. “Iya, saya spontan saja tadi. Tapi kok kayaknya pas kalau ditambah 'gu'. Jadi kayak sapaan khas gitu.”

Saya mengangguk-angguk. Memang benar. Sapaan sederhana itu membuat suasana pagi yang tadinya biasa saja menjadi istimewa. Kadang kita tak butuh hal besar untuk merasa bahagia. Hanya dengan sebuah kata sederhana, satu sapaan ringan, bisa membuat hati mekar dan tawa pun mengalir.

Obrolan kami pun berlanjut, dengan sedikit membahas hal-hal ringan seperti jalan-jalan sore hari, alamat rumah, perumahan BRC Cepu. Tapi sapaan “Umigu” itu terus terngiang di kepala  saya. Ada yang mengendap. Sebuah kesadaran kecil bahwa betapa pentingnya suasana hati yang hangat dalam lingkungan kerja.

Seringkali kita lupa, bahwa interaksi kecil antar rekan kerja bisa menjadi penguat untuk menjalani hari yang panjang. Kita terlalu sibuk mengejar target, rapat ini-itu, atau menyelesaikan tumpukan administrasi yang seolah tiada habis. Padahal, dalam senyum dan sapaan pagi, ada energi yang tak bisa digantikan oleh secangkir kopi sekalipun.

Saya jadi lebih bersemangat. Di kelas pun, saya menjadi pengawas PSAJ (Penilaian Sumatif Akhir Jenjang) dengan aura ringan yang menyenangkan. Bahkan ketika melihat ruang masih belum bersih, saya tidak langsung memarahi, tetapi mencoba mendekatinya dengan nada yang lebih bersahabat. Saya meminta tolong untuk disapu.

Saya sempat tersenyum sendiri di ruang PSAJ. Kadang hidup itu sesederhana sapaan baru. Tidak perlu mewah. Tidak perlu panjang. Cukup tulus, cukup menyentuh. Dan pagi itu, sapaan “Umigu” menjadi bukti nyata bahwa kebahagiaan bisa datang dari hal yang paling tak terduga. Siapa sangka, di balik sapaan kecil, tersembunyi tawa dan kehangatan yang besar? Terimakasih ustadah Debby yang cantik.

Cepu, 7 Mei 2025

 


Hadiah Terindah Di Tengah Ujian Mendera

Karya : Gutamining Saida 
Namanya begitu indah: Elmerra Yukika Al Fathur. Nama yang dipilih penuh harapan, doa, dan cinta dari kedua orang tuanya, Bilta dan Fathur. Ia lahir di hari Minggu, 13 Maret 2022. Hari yang bagi banyak orang adalah hari santai, tapi bagi keluarga kecil ini, hari itu menjadi saksi perjuangan besar antara kehidupan, ketakutan, dan keajaiban dari langit.

Anak ini kerap disapa "Ell". Ia adalah cucu ketiga, dan kehadirannya seolah menjadi babak baru dalam kisah keluarga yang penuh warna. Kisah kelahirannya bukanlah kisah biasa. Ini adalah kisah yang dibalut dengan air mata, ujian, dan pengharapan tak terputus pada kuasa Allah.

Segalanya telah direncanakan jauh-jauh hari. Bilta, sang ibu, sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Klinik bersalin pilihan sudah dipastikan, bidan pun sudah siap menyambut kelahiran. Semuanya berjalan sesuai rencana. Sampai takdir Allah Subhanahu Wata'alka datang mengetuk pintu dengan cara yang tak terduga.

Menjelang persalinan, hasil tes menyatakan sesuatu yang mengejutkan: Bilta dinyatakan positif COVID-19. Dunia yang sudah rapi dalam perencanaan mendadak runtuh. Klinik yang sebelumnya disepakati pun dengan berat hati tak bisa menerima proses persalinan karena keterbatasan alat dan prosedur penanganan COVID.

Panik? Tentu. Tapi lebih dari itu, ada rasa hancur dan bingung yang menyelimuti pasangan ini. Mereka mencoba mencari opsi kedua yaitu sebuah rumah sakit yang cukup dekat dan dikenal cukup terbuka dalam penanganan pasien. Namun, jawaban yang diterima serupa: ditolak.

Akhirnya, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah RS Kardinah, rumah sakit rujukan di kota Tegal yang memiliki perlengkapan lengkap untuk penanganan pasien COVID dan persalinan darurat. Maka berangkatlah Bilta dan Fathur, bukan dengan langkah mantap, tapi dengan hati yang bergetar antara pasrah dan harapan.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung diproses sesuai protokol. Kamar isolasi disiapkan. Bilta dan suaminya harus dipisahkan dari dunia luar. Tak ada keluarga yang bisa menunggui. Hanya suara mesin, suster, dan perasaan sendiri yang menemani hari-hari mereka di sana.

Bagi seorang ibu yang akan melahirkan, rasa takut itu wajar. Tapi kali ini, Bilta harus menghadapi lebih dari sekadar rasa sakit. Ia harus menghadapi trauma, kesendirian, dan kecemasan akan nasib bayi yang ada dalam kandungannya. Fathur pun tak kalah berat bebannya  sebagai suami, ia harus menjadi kuat, walau dalam sunyi.

Hari-hari isolasi terasa seperti ujian panjang. Emosi yang naik turun, mental yang diuji, dan kesabaran yang terus ditantang. Tapi mereka bertahan. Mereka percaya bahwa setiap penderitaan yang datang pasti membawa hikmah. Dan benar saja di tengah segala tekanan itu, lahirlah seorang bayi mungil dengan tangis keras yang mengoyak keheningan rumah sakit yaitu Elmerra Yukika Al Fathur, gadis kecil yang luar biasa kuat sejak hari pertama menghirup udara dunia.

Kehadirannya membawa cahaya. Tak hanya bagi kedua orang tuanya, tetapi juga bagi keluarga besar yang sejak awal berdoa dan menanti dengan cemas. Tangis Ell adalah jawaban dari doa-doa panjang yang dipanjatkan di tengah malam. Ia adalah bukti bahwa dalam badai kehidupan, Allah Subhanahu Wata'alla tetap menitipkan pelangi.

Setelah proses isolasi selesai dan mereka dinyatakan sehat, keluarga kecil ini pun pulang membawa harapan baru. Meski pengalaman itu menyisakan trauma, terutama bagi Bilta, namun perlahan luka itu terobati oleh senyum dan tawa Ell yang tumbuh sehat dan lincah dari hari ke hari.

Kini Ell tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Matanya tajam, tubuhnya kuat, dan semangatnya seperti tak pernah padam. Ia bukan hanya cucu kesayangan, tetapi juga pengingat bahwa keajaiban bisa datang di tengah ujian yang paling berat. Setiap langkahnya, setiap senyumnya, seolah berkata, “Aku hadir bukan untuk membuat hidup mudah, tapi untuk menunjukkan bahwa harapan selalu ada, selama kita percaya dan berserah.”

Cerita kelahiran Ell akan selalu menjadi pengingat bahwa rencana manusia bisa berubah, tapi rencana Allah Subhanahu Wata'alla selalu yang terbaik. Di setiap kejadian, selalu ada pelajaran, selalu ada hikmah.
Cepu, 6 Mei 2025 




Senin, 05 Mei 2025

Percakapan Yang Tertinggal


Karya : Gutamining Saida 
Rabu siang yang cukup padat. Setelah sesi mengajar terakhir, saya sibuk menyusun berkas penilaian dan merekap catatan harian kelas. Ponsel saya tetap di meja guru, tergeletak tanpa suara. Grup MGMP IPS yang biasanya hanya ramai saat jadwal MGMP mendekat, hari itu tiba-tiba meledak dengan notifikasi.

Dua jam berlalu, barulah saya sempat membuka ponsel. Puluhan pesan menumpuk di grup MGMP IPS kabupaten. Saya menggulir cepat, mencari tahu apa yang tengah terjadi. Ternyata, salah satu guru senior kami, Bu Suryani, menyampaikan pesan perpisahan. Beliau telah memasuki masa purnabakti dan pamit dari grup. Kalimat-kalimat hangat mengalir dari banyak anggota grup, menyampaikan ucapan terima kasih dan doa terbaik untuk beliau.

Saya terdiam sesaat membaca pesan itu. Bu Suryani sosok yang supel, tenang, sabar, dan penuh keteladanan. Beliau memang guru yang banyak diingat. Saya pernah satu sekolah dengan beliau saat masih mengajar di SMPN 1 Kedungtuban, sebelum saya dimutasi ke daerah Cepu. Sayangnya, ketika beliau pamit hari itu, saya baru sempat membuka grup setelah pesan-pesan lain menumpuk.

Saya terus menggulir layar, sampai menemukan satu kalimat yang menyebut nama saya. “Wah, Bu Saida temannya Bu Suryani nih… dicarikan teman siapa nich?” tulis salah satu rekan guru smp Muhamadiyah Kedungtuban, disertai emoji tertawa. Kalimat itu membuat saya tersenyum sendiri. Rupanya mereka ingat kalau saya pernah satu sekolah dengan Bu Suryani.

Tanpa berpikir panjang, saya mengetik balasan singkat, "Alhamdulillah saya sudah balik ke Cepu." chat saya kirim, berharap cukup sebagai jawaban yang ringan namun informatif.

Tak lama, muncul balasan dari seorang rekan, “Lho, Bu Saida sudah tidak di Kedungtuban 1? Ternyata sudah menyusul Bu Susmartatik ya…”

Saya membaca nama itu dengan senyum melebar. Bu Susmartatik, seorang guru IPS senior yang juga pernah menjadi pengurus Mgmp IPS Kabupaten Blora. Kami dulu sering saling menyemangati saat mengikuti kegiatan mgmp di Blora, mengikuti pelatihan, Kini, beliau pun sudah lebih dulu mengajar di Esmega Cepu, dan rupanya rekan-rekan masih mengaitkan kami berdua.

Obrolan di grup itu berlanjut dengan hangat. Beberapa guru yang masih aktif di grup Mgmp IPS mengabarkan suasana terkini. Ada yang menyebutkan guru pengganti Bu Suryani. Ada yang berbagi foto kenangan saat MGMP diadakan secara luring dulu. Saya ikut menyimak, merasa seakan kembali ke masa-masa di mana saya pernah duduk bersama mereka di ruang guru sambil menyesap teh manis hangat.

Di tengah-tengah percakapan yang mulai melambat, masuk satu pesan pribadi dari rekan guru yang lain. Pesan itu hanya dua baris, tapi terasa dalam. "Bu Saida, semoga selalu dimudahkan tugas di tempat baru ya. Semangat positif ke mana pun berpijak. Salam hangat dari kami yang masih bertahan di sini."

Chat bu Tutik SMPN 1 Blora, "Selamat bu Saida, semoga tambah berkah di tempat baru." 
"Terimakasih bu Tutik, doa terbaik buat bu Tutik. "balas chat saya barusan terkirim. 

Saya tertegun membacanya. Di tengah kesibukan masing-masing, ada saja teman yang diam-diam memperhatikan, mengingat, dan mendoakan. Saya membalas dengan ucapan terima kasih dan emotikon doa, lalu menutup ponsel sambil menatap langit sore yang mulai meredup.

Kisah kecil di grup MGMP hari itu menjadi pengingat bahwa hubungan antarguru tak hanya sekadar koordinasi teknis atau pembagian tugas, tapi juga ikatan batin yang tumbuh dari rasa hormat, kerja sama, dan kenangan bersama. Meskipun mutasi memisahkan lokasi tugas, tetapi kebersamaan tetap terasa dalam tiap obrolan singkat, candaan, bahkan panggilan nama yang penuh keakraban.

Di sekolah baru di Cepu, saya membawa semangat yang sama. Mengajar dengan hati, menebar energi positif, dan tetap menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan guru, meski sudah tidak lagi satu sekolah. Di balik layar ponsel yang sering senyap itu, ada teman-teman yang tetap menjadi bagian dari perjalanan saya sebagai pendidik.

Di akhir hari, saya bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'alla, bahwa di balik percakapan grup yang sempat terlewat, saya tetap menemukan rasa antara lain rasa dihargai, rasa dikenang, dan rasa menjadi bagian dari komunitas yang saling menyemangati.
Cepu, 6 Mei 2025