Minggu, 25 Mei 2025

Sejumput Bahagia


Karya : Gutamining Saida 
Langit masih malu-malu menampakkan cahayanya. Matahari belum sepenuhnya bersinar, dan embun sisa hujan semalam masih menempel di dedaunan. Hari Senin kembali datang setelah libur akhir pekan yang singkat, namun cukup menenangkan. Saya melangkah memasuki gerbang sekolah dengan langkah tenang, berusaha membawa semangat baru untuk pekan ini. Ruang guru perlahan mulai ramai. Suara tawa, percakapan ringan, dan aroma sarapan pagi mengisi udara.

Saat saya menaruh tas dan duduk di kursi kerja, langkah kaki ringan menghampiri saya. Seorang teman, dengan wajah bersinar dan senyum hangat, menyapa lebih dahulu.

“Assalamu’alaikum, Bu…” sapanya lembut, dengan mata yang memancarkan ketulusan.

Saya menoleh dan membalas salamnya. “Wa’alaikumsalam… wah, salam njenengan membuat pagi makin adem…”

Ia hanya tertawa kecil. Namun sebelum sempat berkata banyak, tangannya dengan ringan meletakkan sesuatu di atas meja. Sebuah benda kecil, terlipat rapi. Warnanya coklat. Saya menatapnya sejenak, sedikit bingung. Tangan saya meraihnya perlahan.

“Ini… kaos kaki?” tanya saya  cepat, separuh bingung, separuh penasaran. Lalu, tanpa bisa menahan rasa ingin tahu, saya bertanya, “Kaos kaki siapa ini?”

Ia hanya tersenyum. Lalu, dengan santai menjawab, “Buat njenengan, Bu.”

Saya terdiam. Hati seperti tersentak oleh kejutan kecil yang tak disangka-sangka. “Lho… njenengan jualan kaos?” tanya saya lebih lanjut, berusaha memahami maksud kebaikan mendadak ini.

Ia menggeleng pelan. “Enggak, Bu. Sudah, dipakai saja. Rezeki njenengan pagi ini…”

Saya tak bisa berkata-kata sejenak. Hati ini terasa hangat, bukan karena benda itu, tapi karena niat tulus di balik pemberian sederhana tersebut. Bibir ini perlahan berucap, “Alhamdulillah…”

Ucapan syukur itu keluar begitu saja, dari lubuk hati yang dalam. Rasanya seperti diberi pelukan hangat oleh semesta, melalui tangan seorang teman. Siapa sangka, pagi-pagi seperti ini, Allah menitipkan rezeki dalam bentuk sepasang kaos kaki coklat? Bukan soal nilainya. Tapi kejutannya, keikhlasannya, dan pelajarannya.

Saya mengangkat wajah dan menatap teman itu. Senyumnya masih terjaga, penuh keikhlasan. Sungguh, berbagi itu indah. Memberi sesuatu pada orang lain, bahkan yang sederhana, bisa membawa kebahagiaan tak hanya bagi penerima, tapi juga bagi pemberi.

Pikiran ini terus mengalir. Kita terlalu sering menunggu hal besar untuk merasa cukup, terlalu menanti hadiah besar untuk merasa bahagia. Tapi pagi ini, saya belajar, bahwa sesuatu sekecil sepasang kaos kaki pun bisa menjadi pengingat tentang cinta Allah Subhanahu Wata'alla yang tak pernah putus. Melalui tangan manusia, Dia menggerakkan hati untuk berbagi.

Saya meraba-raba kembali hal-hal kecil yang pernah  saya terima, yang kadang tak sempat bersyukur. Mungkin ini cara Allah Subhanahu Wata'alla untuk mengingatkan, bahwa rezeki tak selalu berbentuk uang atau barang mahal. Kadang ia datang dalam bentuk perhatian, senyuman, atau sepasang kaos kaki berwarna coklat.

Saya pun menghela napas panjang, menyambut hari ini dengan lebih ringan. Pagi ini, saya merasa ditampar lembut oleh kebaikan. Hati ini  mengembang. Saya ingin menjadi seperti dia. Yang ringan tangan, ringan hati, dan ringan dalam berbagi.

Pagi-pagi sudah dapat rezeki. Bukankah itu indah? Rezeki itu bukan soal isi, tapi rasa. Saya merasa disapa oleh Allah Subhanahu Wata'alla lewat cara yang begitu sederhana namun membekas.

Hari-hari ini, hidup terasa semakin cepat. Kita diburu waktu, dituntut produktif, dan seringkali lupa untuk sekadar peduli. Tapi pagi ini membuktikan bahwa perhatian kecil bisa menjadi kekuatan besar. Menyenangkan sesama, mempermudah urusan teman—itu bukan hanya soal hubungan sosial, tapi juga wujud ibadah kepada Sang Kuasa .

Saya percaya, ketika kita mempermudah urusan orang lain, Allah akan mempermudah urusan kita. Ketika kita berbagi tanpa pamrih, Allah akan memberi berkah tanpa henti. Dan semua itu bukan tentang seberapa banyak yang kita beri, tapi seberapa tulus hati yang menyertai.

Di ruang guru itu, di antara tumpukan tugas dan percakapan hangat, saya duduk tenang. Sepasang kaos kaki coklat itu masih tergeletak di meja.  Kini, ia bukan sekadar benda. Ia menjadi simbol pelajaran pagi yaitu tentang syukur, tentang berbagi, dan tentang kebaikan yang menular.

Saya menatap jendela. Matahari sudah mulai tinggi. Cahaya masuk menerobos sela-sela tirai, hangat dan damai. Semoga pagi ini menjadi awal dari banyak kebaikan yang akan terus mengalir. Semoga nikmat ini bertambah, bukan karena jumlahnya, tapi karena rasa syukur yang terus  saya jaga.

Terima kasih teman… dan terima kasih ya Allah. Kau kirimkan cinta-Mu lewat cara yang tak terduga. Pagi ini saya belajar, bahwa setiap kebaikan, sekecil apa pun, akan selalu memiliki tempat istimewa di hati yang bersyukur. Semoga kisah ini menjadi inspirasi. 
Cepu, 26 Mei 2025 

Aroma Tak Diundang


Karya : Gutamining Saida 
Hari Minggu seharusnya menjadi hari yang tenang, damai, dan penuh cinta. Tak  ada bising kendaraan, dan tak ada kewajiban mendesak untuk ke luar rumah. Minggu kali ini terasa lebih istimewa karena saya tidak menerima undangan arisan, resepsi, ataupun kegiatan sosial lainnya. Hati saya begitu lapang sebab  waktunya saya menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.

Sejak pagi buta, saya sudah terjaga. Menyapu, mengepel, mencuci piring, memasak, dan menyetrika bergantian menjadi alur kegiatan saya. Peluh menetes di dahi, tapi ada bahagia yang menari-nari dalam dada. Putri saya sibuk dengan urusan terapi pasien dan abahnya pagi olah raga tenes di Cepu. 

Suasana damai itu tiba-tiba ternoda oleh sesuatu yang tak terlihat, namun sungguh terasa. Sebuah bau menyengat menyeruak, tajam, dan menjijikkan. Bau yang seolah memukul hidung dan mengguncang perut. Saya berhenti menyetrika, berdiri terpaku di tengah ruangan berpindah ke dapur. 

“Bau apa ini?” bisik saya pada diri sendiri, wajah meringis.

Saya berjalan pelan ke arah meja makan. Bau itu semakin kuat di sana. Lalu saya melirik dapur, siapa tahu ada bahan masakan yang basi atau terjatuh. Tapi tidak. Dapur bersih dan rapi. Naluri saya mengatakan yaitu ini bau bangkai. Dan naluri ibu jarang salah.

Saya menahan napas dan kembali ke dapur. Saya putuskan untuk tidak panik. “Nanti biar abah saja yang urus,” pikir saya, mencoba tetap fokus pada pekerjaan memasak.

Tak lama kemudian, abah datang dari tenes, hidungnya mengerut. Ia menghentikan langkahnya dan berdiri tegak, seperti sedang mendeteksi arah angin.

“Ini... ada bau bangkai ya?” tanyanya, singkat.

Saya mengangguk sambil tetap sibuk dengan wajan. “Iya, kayaknya sekitar meja makan baunya.”

Abah tidak membalas. Ia segera mengambil sapu, pengki, dan pembersih, lalu melangkah mantap ke ruang makan. Langkahnya berat dan pasti, seperti prajurit hendak menghadapi medan perang. Ia menengok ke bawah meja, membuka lemari, bahkan menyusuri kolong rak.

“Sebelah mana kau lihat bangkainya?” tanyanya, agak tinggi nadanya.

Saya menoleh sejenak. “Aku enggak lihat. Cuma cium baunya aja,” jawab saya datar.

Abah langsung memutar badan dan melengos. “Ya kalau gak lihat, gak usah bilang di sekitar meja makan.” gumamnya sambil menggerutu. Ia mulai kehilangan kesabaran, dan saya? Saya nyaris tertawa menahan geli.

Abah tak menyerah. Ia menyisir setiap sudut rumah. Putri saya  mulai panik dan menutup hidung. Dia berteriak dari dalam kamar, “Umi, rumah kita bau bangetttt!”

Saya tetap kalem, sambil tetap memasak. “Namanya juga bangkai, bau itu pasti.”

Akhirnya, abah memutuskan untuk memeriksa ke belakang rumah. Dengan langkah mantap, ia membuka pintu dapur dan menghilang di balik bayangan tumpukan kardus dan barang bekas.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara teriakan kecil. “Ketemu! Bangkainya di sini!”

Saya setengah melongok dari dapur. “Serius? Di luar?”

Abah muncul sambil mengangkat sebuah plastik dengan sekop di tangan. “Iya, mati di belakang, di deket kardus.”

Saya menutup hidung, tapi tak bisa menahan tawa. “Ya Allah ... tikus jahat. Mati pun masih ganggu kenyamanan.”

Abah membuang bangkai itu ke tempat sampah luar. Setelah itu, ia mencuci tangan berkali-kali sambil terus mengomel soal tikus-tikus tak tahu diri.

Sore harinya, kami duduk santai di ruang tamu. Suasana kembali tenang, harum lavender dari pengharum ruangan mulai mengalahkan sisa bau pagi tadi.

Abah bersandar di kursi panjang dan melirik saya. “Umi ini, tumben penciumannya tajam”

Kami semua tertawa. Di balik kejengkelan dan kehebohan tadi, ada satu pelajaran yang selalu hadir di hari Minggu yaitu  rumah tangga bukan soal rapi dan bersih, tapi soal bagaimana kita menghadapi hal-hal tak terduga bersama, dengan sabar, dan kalau bisa... dengan sedikit tawa.
Cepu, 25 Mei 2025 

Jumat, 23 Mei 2025

Mengalir Bersama Waktu


Karya : Gutamining Saida 
Perjalanan saya di dunia pendidikan bukan sekadar tentang tempat saya mengajar, tetapi juga tentang bagaimana saya belajar menjadi manusia yang lebih kuat, lebih sabar, dan lebih bijak. Semua bermula dari pengabdian awal saya di SMAN 2 tempat pertama saya mengenakan seragam sebagai pendidik, tempat pertama saya berdiri di depan kelas menyampaikan ilmu, dan tempat pertama saya merasakan campur aduknya emosi dalam dunia nyata pendidikan.

Di SMAN 2, saya menempa diri dari nol. Ada cerita-cerita yang tidak bisa saya lupakan yaitu  wajah-wajah antusias siswa yang haus ilmu, kawan-kawan sejawat yang saling menyemangati, hingga tantangan mengelola kelas besar dengan beragam karakter. Ada hari-hari yang membuat saya ingin pulang cepat karena letih fisik dan hati, tapi tak jarang pula saya menunda kepulangan hanya karena tak ingin beranjak dari obrolan ringan bersama rekan guru yang sudah saya anggap seperti keluarga. Semua kisah itu membentuk mozaik pengabdian yang penuh warna kadang kelabu, kadang cerah, tapi selalu bermakna.

Sebagaimana hidup yang tak pernah stagnan, datanglah saat di mana saya harus berpindah. SK baru saya arahkan ke SMPN 1 Cepu, sebuah peralihan yang tidak hanya mengubah lingkungan kerja, tetapi juga menuntut saya untuk menyesuaikan diri dengan cepat. Dari suasana SMA yang penuh dinamika remaja menjelang dewasa, saya kini harus mengayomi siswa usia pra-remaja yang masih labil, polos, dan kadang tak terduga.

Perpindahan ini membuat saya banyak belajar ulang. Saya harus menyesuaikan cara bicara, metode pembelajaran, hingga pendekatan emosional. Di sini, saya tidak hanya menjadi guru mata pelajaran, tapi juga sosok pendengar, penenang, dan pembimbing dalam setiap celah waktu.

SMPN 1 Cepu adalah sekolah besar. Saya melihat betapa kompleksnya dunia pendidikan tingkat SMP. Gedung megah, deretan kelas, lalu lalang siswa yang ramai, serta tantangan-tantangan administratif dan sosial yang lebih besar dari yang saya bayangkan. Di balik itu semua, saya juga menemukan kehangatan. Dalam dua tahun saya di sana, saya menambah banyak teman baru, membangun relasi yang baik dengan guru lain, dan belajar memahami cara berpikir anak-anak usia SMP yang unik.

Di sinilah saya benar-benar belajar tentang kesabaran karena mendidik murid usia belasan adalah seni tersendiri. Ada yang suka membantah, ada yang sangat pendiam, dan ada pula yang penuh semangat tapi sulit fokus. Namun satu hal yang pasti: mereka semua membutuhkan kehadiran seorang guru, bukan hanya untuk mengajar, tapi untuk hadir dan peduli. Saya belajar menerima bahwa keberhasilan seorang guru tidak diukur dari seberapa banyak materi yang tersampaikan, tetapi seberapa dalam pengaruh baik yang ditinggalkan.

Waktu berjalan, dan saya terus mengalir seperti air, mengikuti arus yang ditentukan oleh tugas negara. Dua tahun di SMPN 1 Cepu terasa singkat, tapi padat makna. Setiap pagi saya datang dengan semangat, meski kadang tubuh lelah. Setiap jam istirahat saya duduk di ruang guru, berbagi cerita ringan, sambil sesekali menyeka peluh atau menahan tawa karena tingkah siswa yang tak terduga.

Tak semua hari berjalan mulus. Ada hari-hari penuh ujian, baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadi. Ada masa di mana saya harus menelan kekecewaan, menghadapi salah paham, atau menguatkan diri saat merasa tidak dihargai. Tapi saya sadar, itu semua adalah bagian dari proses menjadi seorang pendidik sejati. Cobaan dan ujian akan selalu datang, tapi selama saya masih memiliki niat baik untuk mengabdi, maka saya akan tetap melangkah, satu hari ke hari berikutnya.

Ketika saya menengok ke belakang, saya tidak hanya melihat jarak antar kota dan sekolah yang pernah saya tempuh. Saya melihat jejak perjuangan, perubahan, dan pertumbuhan diri. Saya bukan lagi guru yang sama seperti saat pertama mengajar di SMAN 2. Saya telah menjadi versi baru dari diri saya yaitu lebih dewasa, lebih sabar, dan lebih siap menghadapi berbagai dinamika dunia pendidikan.

Pengabdian ini belum selesai. Mungkin ke depan saya akan kembali mendapat tugas baru, tempat baru, wajah baru, dan cerita baru. Tapi satu yang pasti, ke mana pun saya melangkah, saya akan selalu membawa semangat yang sama yaitu mengajar dengan hati, mendidik dengan cinta. 
Karena bagi saya, menjadi guru bukan sekadar profesi namun sebagai panggilan jiwa.
Cepu, 24  Mei 2025

-

Jejakku Saat Di Musala

Karya: Gutamining Saida 
Siang di musala Dinas Pendidikan Blora awan  menggantung redup, waktu istirahat telah tiba. Setelah duduk sejak pagi mengikuti rangkaian bimbingan teknis yang padat materi, tubuh ini rasanya ingin direbahkan sejenak. Tapi ada kewajiban yang jauh lebih penting yaitu  menunaikan salat dhuhur. Saya pun melangkah menuju musala dengan langkah tenang, sambil sesekali merenggangkan jari-jari dan bahu yang terasa kaku karena duduk terlalu lama.

Musala tempat kami istirahat dan musala itu tak terlalu besar, tapi cukup bersih dan nyaman. Di bagian samping musala, beberapa peserta bintek tampak sudah mengambil air wudu. Saya mengikuti langkah mereka, membasuh wajah dan tangan dengan air dingin yang menyegarkan. Saat kaki selonjor duduk di serambi  musala tiba-tiba saya mendengar suara lembut memanggil.

"Bu Ida, saya murid njenengan."ucapnya singkat

Saya menoleh cepat. Seorang perempuan muda dengan wajah cantik dan senyum tulus berdiri di hadapan saya. Matanya menatap penuh kehangatan. Kerudung yang ia kenakan membingkai wajahnya dengan manis berwarna merah. Ia mengulurkan tangan, mengajak berjabat tangan.

“Wijayanti, Bu. Saya murid panjenengan tahun 2004,” ujarnya singkat. Teman-teman yang duduk di sekitarnya saling memandang kami berdua. Bahkan ada yang bertanya, memangnya murid  di mana?
"Di SMA."jawab saya.
"Lho lho kok bisa?"tanya bu Pun
"Bisalah!"jawab saya
"Berarti njenengan ki gak pinter!"lanjut bu Pun sambil tertawa.
"Kalau saya pinter, kan tidak perlu ikut bintek!"jawab saya sambil tertawa juga.
"Maksud saya, dulu ngajar di SMA lha sekarang kok ngajar di SMP, gitu?"
"Ya begitulah!"

Sekejap saya terdiam. Wajah itu… ya, saya mengingatnya. Meski waktu telah bergulir dua dekade lebih, ingatan saya tidak salah. Wijayanti adalah salah satu siswi saya yang pandai, rajin, dan memiliki tatapan mata yang cerdas. Ia tak pernah banyak bicara di kelas, tapi setiap ulangan nilainya bagus. Hari ini, takdir mempertemukan kami kembali di tempat yang tidak pernah saya bayangkan yaitu di musala, saat rehat bintek.

Saya menyambut tangannya dan senyum saya mengembang tanpa bisa ditahan. Rasanya seperti menemukan kepingan masa lalu yang selama ini diam-diam saya simpan.
“Masya Allah, Wijayanti. Ibu masih ingat. Kamu dulu selalu bisa menjawab pertanyaan dari saya, ya? "
Ia tersenyum malu dan senyumnya makin lebar. Saya senang pelajaran panjenengan. IPS jadi mata pelajaran favorit saya. 

Kalimat itu begitu sederhana, namun sangat berarti bagi saya. Menjadi guru bukan tentang berapa banyak materi yang diajarkan, tapi tentang bekas yang tertinggal di hati siswa. Dan hari ini, saya merasa bekas itu masih ada. Masih hidup. Masih membekas di diri seseorang yang pernah saya ajar dua puluh tahun lalu.

Kami berbincang sejenak, saling menanyakan kabar dan pekerjaan. Ternyata Wijayanti juga mengikuti bintek  hari ini, ia mengajar mata pelajaran matematika di SMPN 4 Cepu.
Ia kini sudah menjadi guru, meneruskan jejak dalam dunia pendidikan. Ada rasa haru yang tak bisa saya sembunyikan.

Setelah salat, sebelum kami kembali ke ruang bintek masing-masing, saya mengajaknya berfoto.
“Boleh ya, kita foto bareng. Buat kenang-kenangan,” pinta saya.

“Wah, tentu saja Bu."
" Ini pertemuan bersejarah,” lanjut saya dengan senang hati. 

Kami pun duduk berdampingan, dan salah satu peserta bintek membantu mengambilkan foto dengan ponsel saya. Klik. Momen itu terekam bukan hanya dalam kamera, tapi juga dalam hati saya.

Foto itu bukan sekadar gambar dua orang perempuan. Tapi ia adalah potret perjalanan waktu. Antara seorang guru dan siswi. Antara masa lalu dan masa kini. Antara ilmu yang dulu ditanam dan kini telah tumbuh menjadi pohon yang rindang.

Saya berjalan kembali ke ruangan bintek dengan hati yang ringan. Kaki saya melangkah lebih ringan dari sebelumnya. Mungkin karena pertemuan tak terduga itu memberi saya semangat baru. Di tengah tugas dan rutinitas sebagai pendidik, ada kebahagiaan yang tidak ternilai saat melihat buah dari kerja keras puluhan tahun lalu tumbuh dengan baik.

Hari itu saya belajar lagi, bahwa menjadi guru bukanlah pekerjaan biasa. Ada nilai abadi di dalamnya. Dan salah satu hadiah terindah adalah saat seorang siswa menyapa dengan penuh hormat, mengakui bahwa saya pernah menjadi bagian penting dari hidupnya.

Pertemuan dengan Wijayanti di musala bukan hanya kebetulan. Ia adalah bagian dari skenario Allah Subhanahu Wata'alla. Sebuah pengingat bahwa setiap hari yang kita jalani sebagai guru, walau kadang terasa berat dan biasa-biasa saja, sebenarnya tengah menulis kisah besar dalam hidup orang lain.
Cepu, 23 Mei 2025 




Kamis, 22 Mei 2025

Menunggu Yang Membahagiakan



Karya : Gutamining Saida 
Langit mendung menggantung di atas kota Cepu. Udara masih terasa sejuk saat saya bersiap untuk berangkat ke hari terakhir bimbingan teknis pembimbing OSN . Ada semangat yang berbeda kali ini. Bukan hanya karena ini adalah kesempatan terakhir dalam rangkaian bintek untuk menambah wawasan dan pengetahuan, tetapi juga karena saya dan Bu Emy sudah berjanji akan berangkat bersama, seperti hari-hari sebelumnya.

Kami sepakat menitipkan motor di bengkel yang sama seperti kemarin. Bengkel itu berada tidak jauh dari halte tempat biasa kami menunggu angkutan menuju lokasi kegiatan. Saya tiba lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Bengkel tutup karena hari Jum'at. Deretan sepeda motor yang diam dalam tidur paginya. Tidak ada tanda-tanda Bu Emy di sekitar tempat itu. Saya memarkirkan motor, menguncinya dengan hati-hati, lalu mulai berjalan pelan menuju halte.

Langkah kaki saya menyusuri trotoar kecil yang basah oleh air hujan kemarin. Jalanan belum terlalu ramai. Hanya beberapa kendaraan yang melintas, dan suasana pagi terasa damai, tenang, seperti menyambut siapa pun yang ingin mengisi harinya dengan niat baik. Hati saya ikut tenang, meski sedikit deg-degan. Apakah saya terlalu cepat datang? Apakah Bu Emy sudah di halte? Ataukah justru dia belum berangkat?

Setibanya di halte, saya duduk di besi panjang yang dingin. Mata saya menyapu sekitar, berharap melihat sosok sahabat perjalanan saya itu. Tapi yang tampak hanya lalu-lalang kendaraan dan orang-orang yang melintasi jalan. Saya membuka ponsel, menulis pesan singkat: "Dimana njenengan?"

Tidak lama kemudian, balasan masuk: "Saya otw halte." Jawaban yang singkat, tapi cukup membuat hati saya lega. Setidaknya, dia dalam perjalanan. Saya menatap layar ponsel itu beberapa detik, kemudian mendongak, menoleh ke kanan. Dari kejauhan, di balik bayang-bayang pepohonan pinggir jalan, saya melihat seorang wanita dengan langkah pasti mendekat ke halte. Senyumnya merekah dari kejauhan. Itu Bu Emy. Saya pun tersenyum, menahan tawa kecil dalam hati. Ada rasa bahagia yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Bahagia karena saya datang lebih awal. Bahagia karena saya diberi kesempatan untuk menunggu. Dalam hidup, seringkali kita tergesa-gesa, ingin segalanya tepat waktu, bahkan kadang ingin lebih dulu dari orang lain. Tapi hari ini, saya memilih untuk menunggu. Ternyata, menunggu itu menyenangkan, terlebih saat yang ditunggu adalah seseorang yang seperjalanan, dan  semangat seperti Bu Emy.

Kami pun bertegur sapa seperti biasa. Tak perlu banyak basa-basi. Senyum dan sapaan cukup menjadi tanda bahwa hari ini akan berjalan baik. Kami naik kendaraan menuju tempat bintek dengan hati riang. Di dalam perjalanan, kami berbincang ringan tentang guru-guru lain yang kami temui, dan tentu saja, tentang pengalaman-pengalaman kecil yang kami alami selama tiga hari terakhir.

Saya sempat bercerita bahwa saya sudah berada di halte beberapa menit sebelum mengirim pesan. Bu Emy tertawa, “Saya sengaja berangkat siang. "
Saya hanya mengangguk dan menjawab, “Menunggu lebih baik daripada ditunggu.”

Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut saya. Sederhana, tapi penuh makna. Dalam dunia kerja, dalam pertemanan, bahkan dalam hal kecil seperti berangkat bersama, sikap menunggu bisa menjadi cermin dari perhatian dan tanggung jawab. Menunggu bukan soal membuang waktu, tapi soal menghargai waktu orang lain.

Sesampainya di lokasi bintek, kami bergabung dengan peserta lain.
Menunggu lebih baik daripada ditunggu. Ternyata, dalam banyak hal, menjadi orang yang lebih dulu datang memberi banyak manfaat. Kita lebih siap, lebih tenang, dan kadang tanpa disadari lebih dihargai. Karena di balik sikap itu ada ketulusan, bukan sekadar kebiasaan.

Hari itu saya belajar satu hal sederhana namun penting yaitu  kehadiran kita yang lebih awal bisa menjadi bentuk  kecil kepada orang lain. Saat menunggu, ada ruang untuk merenung, untuk menikmati detik-detik yang jarang kita hiraukan dalam kesibukan sehari-hari.

Nanti sore Bintek selesai, ilmu bertambah, dan kebersamaan dengan Bu Emy menjadi kenangan manis yang tak terlupa. Esok hari, entah kami akan berangkat bersama lagi atau tidak. Menunggu itu bukan soal waktu yang terbuang. Tapi tentang cinta yang tak diucapkan, tentang perhatian yang tak dituntut, dan tentang ketulusan yang diam-diam membuat bahagia.
Cepu, 23 Mei 2025 




Rabu, 21 Mei 2025

Hujan rintik-rintik di sela Bintek

Karya : Gutamining Saida 
Suasana ruang pertemuan masih terasa hangat usai istirahat, salat, dan makan siang. Para guru pembimbing OSN bidang IPS dari berbagai sekolah tampak kembali ke tempat duduk masing-masing dengan wajah yang tetap antusias. Beberapa di antaranya sempat bercanda ringan sambil membawa botol air minum, dan sebagian lainnya mencatat hal-hal penting dari sesi sebelumnya. Meskipun perut kenyang dan mata mulai terasa berat, semangat belajar mereka tetap menyala.

Setelah isoma, acara Bimtek dilanjutkan dengan materi yang sangat menarik yaitu Letak Indonesia secara geografis dan geologis. Materi ini disampaikan langsung oleh Bapak Andi, seorang dosen dari Universitas Negeri Semarang (Unes), yang telah lama dikenal dengan keahlian dan pembawaannya yang bersahaja namun tegas. Beliau memulai dengan peta digital Indonesia di layar, menjelaskan secara rinci bagaimana posisi strategis Indonesia di antara dua benua dan dua samudra menjadikan negara ini kaya akan keanekaragaman hayati, budaya, dan potensi sumber daya alam.

"Letak geografis Indonesia," ujar Bapak Andi dengan suara mantap, "berada di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Inilah yang menyebabkan negara kita memiliki iklim tropis, dua musim, dan menjadi jalur penting perdagangan sejak zaman dahulu kala."

Semua peserta mendengarkan dengan penuh perhatian. Setiap poin yang dijelaskan dibarengi dengan contoh konkret dan peta interaktif, membuat para guru tak hanya paham secara teori, tapi juga merasa dekat dengan materi yang kelak akan mereka sampaikan kepada siswa-siswinya di sekolah.

Bapak Andi kemudian beralih ke letak geologis Indonesia, menjelaskan bahwa Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Penjelasan ini membuat peserta semakin tertarik karena mulai memahami alasan di balik banyaknya gunung api, gempa bumi, dan tanah subur di negeri ini. Indonesia bukan hanya tempat yang unik secara budaya, tetapi juga luar biasa secara ilmiah.

Tiba-tiba, di tengah paparan yang serius, terdengar suara rintik hujan mulai turun di atap gedung. Semula pelan, namun kemudian semakin deras. Sebagian peserta menoleh ke jendela, tersenyum kecil. Beberapa ada yang spontan berbisik, "Alhamdulillah..." Kalimat syukur yang tulus terucap karena hujan siang itu terasa sangat berharga.

Beberapa hari terakhir memang terasa begitu panas dan kering. Tanah mulai retak, dan dedaunan tampak layu. Datangnya hujan di siang itu bagaikan hadiah tak terduga dari langit. Suara hujan justru membawa ketenangan, mengiringi jalannya bimtek seperti alunan musik alam.

Kami bertiga pun tersenyum mendengar suara hujan. Kami  menyambungkan peristiwa tersebut dengan materi. “Ini contoh nyata,” ujarnya sambil menunjuk ke luar jendela, “bagaimana letak geografis kita menyebabkan adanya dua musim yaitu kemarau dan penghujan.  Siang ini, kita diberi anugerah hujan. Subhanallah, inilah nikmat yang kadang kita lupakan.

Peserta mengangguk, merasa bahwa pelajaran hari ini tidak hanya mengisi kepala, tapi juga hati. Hujan di tengah pembelajaran menjadi pertanda bahwa apa yang mereka pelajari benar-benar hadir dalam kehidupan nyata, bukan sekadar teori dalam buku teks.

Bimtek pun terus berlanjut dengan semangat yang tak surut. Hujan yang turun menambah ketenangan suasana, seakan menyirami semangat para guru untuk terus belajar dan mendampingi generasi masa depan. Hari itu, bukan hanya ilmu yang bertambah, tapi juga rasa syukur dan kekaguman akan kebesaran Allah melalui alam semesta-Nya.

Ketika sore menjelang, hujan perlahan mereda. Matahari mengintip malu-malu dari balik awan. Di dalam ruangan, para guru masih khusyuk mencatat, berdiskusi, dan saling menguatkan. Karena mereka sadar, menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa untuk terus belajar, berbagi, dan menginspirasi.
Cepu, 22 Mei 2025 

Jurus Jitu Ketua MGMP

Karya : Gutamining Saida 
Aula C Dinas Pendidikan tampak lebih ramai dari biasanya. Pagi yang hangat menyambut kehadiran para guru IPS dari seluruh penjuru Kabupaten Blora. Sebanyak 78 peserta telah terdaftar dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bintek) Guru Pembimbing Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang IPS tingkat SMP. Acara ini diselenggarakan sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas guru dalam membimbing siswa menghadapi ajang kompetisi ilmiah bergengsi di tingkat nasional.

Sejak pukul 07.15 WIB beberapa guru mulai berdatangan. Ada yang datang sendiri, ada pula yang datang berkelompok. Saling sapa dan senyum hangat mengisi suasana pagi. Meskipun acara belum dimulai, antusiasme tampak jelas dari wajah para guru IPS. Meski jumlah peserta cukup banyak, deretan kursi di barisan depan dan kedua justru terlihat kosong. Hal ini sudah menjadi kebiasaan dalam banyak kegiatan pelatihan atau seminar.  Peserta cenderung memilih tempat duduk di bagian belakang karena merasa lebih nyaman atau enggan terlalu mencolok di depan.

Panitia yang sejak awal sudah mencermati situasi ini, mulai merasa sedikit khawatir. Aula tampak tidak rapi dengan kursi-kursi depan yang kosong, sementara di belakang mulai penuh sesak. Koordinator acara, seorang ibu ketua Mgmp dan sekretarisnya dengan  cekatan dan ramah, segera bertindak. Beliau menyuruh peserta maju menempati kursi kosong, namun tidak ada respon. Salah seorang pengurus pun mengusulkan ide sederhana namun efektif, "Bagaimana kalau kita mulai dengan ice breaking?'' Tanpa menunggu lama, mikrofon pun dinyalakan, dan salah satu panitia berdiri di depan. Suaranya lantang dan bersemangat.

"Selamat pagi, Bapak Ibu Guru hebat! Sebelum kita memulai acara inti hari ini, yuk kita hangatkan suasana dulu dengan sebuah permainan ringan! Jangan khawatir, ini hanya untuk seru-seruan, tapi bisa juga buat mengasah konsentrasi." Para peserta mulai memperhatikan. Suasana aula perlahan berubah. Wajah-wajah serius mulai menampakkan senyum.

"Permainannya sederhana. Saya akan menyebutkan sebuah kata, Bapak Ibu harus menirukan kata yang disebutkan. Siapa yang keliru atau terlalu lama menjawab, harus pindah ke kursi kosong di barisan depan!" Tawa kecil mulai terdengar. Beberapa guru tampak saling melirik, sebagian tampak tegang. Namun suasana sudah cair.

Permainan pun dimulai. Kata demi kata dilemparkan, dan jawaban-jawaban lucu serta keliru pun mengundang gelak tawa. Salah satu guru keliru saat pak Eko memberikan aba-aba. Peserta di aula tertawa riuh. Dengan malu-malu, guru tersebut akhirnya berdiri dan berjalan menuju ke depan sambil menunggu peserta lain yang tidak konsentrasi. Terkumpullah beberapa peserta yang akhirnya memenuhi kursi kosong di barisan pertama.

Satu per satu, kursi kosong di depan mulai terisi. Mereka yang semula enggan duduk di depan, kini dengan ringan hati berpindah karena atmosfer sudah dibuat menyenangkan. Tidak ada kesan dipaksa, semua berjalan dengan rileks dan diselingi tawa.

Setelah sekitar lima belas menit permainan berlangsung, panitia mengakhiri permainan dengan ucapan, "Luar biasa! Sekarang barisan depan sudah penuh, dan semangat Bapak Ibu Guru makin terasa. Kita mulai acara dengan semangat baru, ya!"

Semua peserta memberikan tepuk tangan meriah. Pengurus acara merasa lega, sekaligus bangga. Strategi sederhana namun efektif ini berhasil mengubah dinamika ruangan. Tak ada lagi kekosongan yang mengganggu di depan, dan suasana menjadi hidup. 

Ketua MGMP yang kreatif.  kursi-kursi depan yang kosong bisa terisi dengan cara yang menyenangkan. Ini menunjukkan bahwa guru-guru IPS memang cerdas, dan siap menerima tantangan dengan cara yang tidak kaku. 

Pembahasan soal demi soal terselesaikan dengan baik.  Peserta dan  narasumber yang kompeten di bidang OSN IPS. Para peserta terlihat antusias, mencatat dan bertanya. Diantara beberapa peserta  baru pertama kali mengikuti pelatihan yang dimulai dengan suasana sehangat ini.

Kegiatan Bintek hari itu menjadi bukti bahwa suasana yang menyenangkan dan pendekatan yang ringan bisa memberikan dampak besar pada kesuksesan sebuah acara. Ketua MGMP telah membuktikan, bahwa tidak perlu memaksa peserta untuk patuh, cukup dengan pendekatan kreatif dan cerdas.
Cepu, 21 Mei 2025 






Selasa, 20 Mei 2025

TUGAS IPS

 Kerjakan dan kumpulkan!

1. Apakah yang dimaksud dengan literasi keuangan?

2. Sebutkan tiga contoh kebutuhan dan tiga contoh keinginan dalam kehidupan sehari-hari!

3. Bagaimana cara mengatur uang saku harian agar tidak cepat habis?

4. Mengapa penting bagi pelajar untuk belajar menabung sejak dini?

5. Bandingkan antara menabung di celengan dan menabung di bank! Apa kelebihan dan kekurangannya?

6. Apakah perbedaan antara tabungan dan investasi?

7. Sebutkan minimal dua manfaat dari membuat anggaran bulanan pribadi!

8. Bagaimana langkah-langkah membuat anggaran sederhana untuk uang jajanmu?

9. Mengapa iklan produk bisa mempengaruhi keputusan seseorang dalam membeli barang?

10. Bandingkan antara gaya hidup hemat dan gaya hidup konsumtif dalam kehidupan pelajar!

11. Apakah yang dimaksud dengan “prioritas pengeluaran” dalam mengelola keuangan?

12. Sebutkan dua contoh perilaku boros yang sering dilakukan oleh remaja!

13. Bagaimana cara agar tidak mudah tergoda membeli barang hanya karena diskon?

14. Mengapa penting memahami perbedaan antara kebutuhan jangka pendek dan kebutuhan jangka panjang?

15. Bandingkan cara penggunaan uang antara siswa yang terbiasa mencatat pengeluaran dan yang tidak pernah mencatat!

SELAMAT MENGERJAKAN SEMOGA SUKSES


Sabtu, 17 Mei 2025

Hitam Putih



Karya: Gutamining Saida
Sabtu 17 Mei 2025 berubah menjadi hari istimewa bagi saya. Saya tiba lebih awal di tempat pelatihan menulis berbasis budaya lokal yang sudah tiga kali diikutinya. Begitu melangkah ke depan pintu masuk ruangan pertemuan matanya langsung tertambat pada sesuatu yang tak terduga yaitu barisan foto-foto tempo dulu, dipajang rapi dalam bingkai kaca, lengkap dengan keterangan ejaan lama yang khas.

“Ini dari Kearsipan Blora,” gumamnya pelan, sembari mendekat.
Foto pertama yang ia lihat menampilkan para Bupati Blora. Saya tersenyum kecil. Ejaan lama tak membuatnya kesulitan. Ia pernah belajar sedikit soal sejarah lokal dan tulisan lama semasa dulu. Justru hal itu membuat rasa penasarannya tumbuh subur pagi itu. Satu per satu, saya amati. Ada foto yang memperlihatkan pagelaran wayang kulit. Yang lain menunjukkan suasana pasar rakyat Blora dengan deretan hasil bumi, dan orang-orang berjongkok menata dagangannya.

Hal yang paling menyentuh hatinya adalah foto-foto dari Cepu, kota kecil tempat saya bertempat tinggal saat ini. Di sana tergambar lori-lori kecil pengangkut kayu jati dari hutan, melintasi rel sempit yang dikelilingi pepohonan tinggi. Ada pula foto menara minyak tua dengan pekerja mengenakan penutup kepala, serta jembatan besi besar yang melintasi Sungai Bengawan Solo, masih berdiri megah hingga kini.

Seorang petugas dari Dinas Kearsipan menghampirinya. “Ini para Bupati Blora, ibu dari Cepu, ya?” tanyanya ramah. Namanya Ibu Gunarti perempuan yang tampak sangat menikmati pekerjaannya. “Iya, bu Saya dari Cepu. Melihat foto-foto ini seperti kembali ke masa lalu, walau sebagian ini jauh sebelum saya lahir. Cepu merupakan daerah yang punya sejarah ekonomi yang kuat. Hutan, minyak, rel lori yang semua bagian penting dari geliat ekonomi Blora masa lalu.”

Mereka berbincang sejenak. Ibu dari Kearsipan menunjukkan salah satu foto langka sebuah dokumentasi tahun 1927 yang menampilkan anak-anak ELS (Europeesche Lagere School) bermain di halaman sekolah di Cepu, lengkap dengan tulisan tangan di pojok foto: “Doeloe anak-anak bersenda goeroe di sekolah.”

“Boleh saya foto, Pak?” tanya saya singkat
“Silakan." jawab pegawai kantor Kearsipan Blora.
 "Beberapa pengunjung memang kami izinkan asal tidak merusak atau memindahkan.”lanjutnya.

Laras pun mengabadikan beberapa gambar dengan kamera ponselnya. Dalam hati, ia merasa tergerak. Betapa banyak kisah dari masa lalu yang tersembunyi di balik lembaran foto-foto ini. Jika tidak dituliskan, semua itu bisa lenyap begitu saja.

Setelah sesi pembukaan pelatihan dimulai, narasumber hari itu meminta peserta mencoba menulis sebuah cerita nonfiksi pendek yang berkaitan dengan pengalaman atau peninggalan budaya lokal. “Saya ingin menulis tentang kehidupan ekonomi Cepu zaman dulu, dari foto-foto yang saya lihat tadi.”

Dalam satu jam berikutnya, Laras menuangkan pengalamannya menjadi sebuah tulisan. Ia membayangkan dirinya adalah seorang anak kecil tahun 1930-an yang tinggal di Cepu, melihat lori-lori lewat di depan rumahnya setiap pagi. Ia menulis tentang aroma kayu jati yang segar, suara peluit lori, dan para pekerja yang mengayuh hidup di tengah kerasnya zaman kolonial. Ia menggambarkan bagaimana kekayaan hutan dan sumur minyak tua menjadi denyut nadi ekonomi Cepu, bahkan hingga kini.

Laras juga menyisipkan kisah tentang jembatan tua yang menjadi saksi bisu banyak peristiwa, mulai dari banjir besar, arus kendaraan zaman perang, hingga kisah cinta dua sejoli yang konon sering bertemu di tengah jembatan, melawan larangan orang tua mereka.

Tulisan Laras selesai lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Ia membacakannya pelan kepada peserta lain saat sesi berbagi dimulai. Suasana menjadi hening. Beberapa peserta tampak larut dalam cerita, membayangkan diri mereka berada di masa lalu, di tengah getar rel lori dan gemuruh sumur minyak.

Selesai membacakan, Ini adalah jembatan. Jembatan antara masa lalu dan masa kini.” Laras tersenyum. Hari itu, ia merasa bahwa foto hitam putih bukan hanya benda diam, tetapi suara yang menunggu dituliskan, Ia, salah satu dari yang mendengarnya.
Cepu, 17 Mei 2025


Kamis, 15 Mei 2025

Sepiring Nasi Gandul


Karya : Gutamining Saida 
Langit sore di kota Pati terlihat cerah dan bersahabat. Di sela-sela kunjungan singkat saya ke kota ini, saya menyempatkan diri untuk menuntaskan satu keinginan yang selalu menggoda setiap kali mendengar nama Pati: menyantap nasi gandul. Kuliner khas yang sederhana namun menggugah rasa ini, bagi saya, bukan hanya tentang makanan, melainkan juga kenangan, kehangatan, dan rasa syukur.

Tujuan saya sudah jelas: Warung Bu Warsini di daerah Gajah Mati dekat jembatan. Nama warung ini begitu populer di kalangan penikmat kuliner tradisional. Meski lokasinya tidak berada di jalan besar, namun aroma kelezatan nasi gandul Bu Warsini mampu menarik langkah siapa saja yang ingin mencicipi keotentikan rasa khas Pati.

Begitu saya tiba, suasana warung sederhana itu langsung mengingatkan saya pada nuansa warung jaman dulu. Meja kayu panjang dengan bangku plastik berjejer rapi, dan di bagian depan, deretan baskom besar berisi berbagai jenis lauk menggoda mata: daging, kikil, paru, babat, otak, tempe, hingga begedel. Uap kuah panas naik dari panci besar, mengirimkan aroma santan dan rempah-rempah yang menguar di udara. Tak sabar rasanya ingin segera duduk dan menikmati.

Seorang ibu paruh baya dengan senyum ramah menghampiri. “Makan nasi gandul, Mbak?” tanyanya. Saya mengangguk dan langsung duduk di salah satu bangku kosong.

Proses penyajian nasi gandul di warung Bu Warsini masih mempertahankan cara tradisional. Di atas piring, selembar daun pisang dibentangkan sebagai alas. Nasi putih hangat ditaruh di atasnya. Lalu, Bu Warsini menoleh dan bertanya, “Lauknya pilih apa?”

Biasanya, pilihan saya pasti jatuh pada daging. Namun pagi itu, mata saya terpaku pada kikil yang tersaji dalam baskom. Warna cokelat mengilap, tekstur kenyal yang menggoda, dan cara kuah kental itu menempel pada potongan kikil, membuat saya tanpa ragu berkata, “Kikil saja, Bu."

Tak lama, beberapa potong kikil berpindah ke atas nasi. Lalu semangkuk kuah kental dengan warna cokelat kemerahan disiram perlahan ke atas nasi dan lauk. Aroma gurih santan berpadu dengan wangi lengkuas, ketumbar, dan bawang goreng, menciptakan sensasi yang memikat. Saya pun menambahkan sesendok sambal dan sedikit kecap, menciptakan keseimbangan rasa manis dan pedas khas Jawa Tengah.

Sebelum makan, saya menundukkan kepala. Di tengah ramainya warung, saya memejamkan mata sejenak dan berdoa makan serta, tiada henti berucap “Alhamdulillah,” atas nikmat yang Allah hadirkan. Di hadapan saya bukan hanya sepiring nasi gandul, tetapi juga karunia yang patut disyukuri.

Suapan pertama membuat saya terdiam. Rasa gurih kuah yang meresap sempurna ke nasi, potongan kikil yang benar-benar empuk, serta aroma rempah yang tidak berlebihan — semuanya menyatu menjadi pengalaman rasa yang luar biasa. Kikilnya tidak berbau amis, tidak keras, justru lembut dan kenyal dengan rasa rempah yang meresap sampai ke dalam.

Di meja sebelah, seorang bapak tampak menikmati nasi gandul dengan paru. Di sisi lain, sepasang muda-mudi tampak riang mencicipi tempe dan otak. Warung Bu Warsini ini memang bukan warung biasa. Ia menjadi tempat berkumpulnya berbagai latar belakang: pekerja, pelajar, bahkan wisatawan kuliner. Semua menyatu dalam satu meja untuk menikmati nasi gandul yang hangat dan penuh cita rasa.

Saya teringat masa kecil, ketika almarhum bapak sering mengajak kami sekeluarga makan nasi gandul sepulang dari pasar. Suasana seperti ini selalu berhasil menghadirkan kenangan, membuat saya kembali pada momen-momen sederhana namun penuh kebahagiaan.

Waktu seolah berjalan pelan di warung Bu Warsini. Tidak ada yang tergesa-gesa. Semua menikmati makan dengan tenang. Saya sendiri larut dalam kelezatan setiap suapan, hingga kuah terakhir terserap habis oleh nasi dan daun pisang yang menjadi alasnya.

Setelah selesai, saya menyeka mulut dengan tisu dan kembali mengucap syukur dalam hati. “Alhamdulillah, ya Allah, atas rezeki hari ini.” 

Sebuah warung kecil yang menjadi saksi tumbuhnya keluarga, sekaligus menjadi tempat banyak orang membangun kenangan.

Saya meninggalkan warung Bu Warsini dengan hati yang penuh. Bukan hanya karena perut kenyang, tapi juga karena pengalaman sederhana yang begitu berarti. Di Gajah Mati, Pati, saya menemukan lebih dari sekadar makanan. Saya menemukan kembali rasa syukur, kehangatan masa lalu, dan ketulusan dalam semangkuk nasi gandul yang tiada duanya.

Saya tahu, jika kelak saya kembali ke Pati, Warung Bu Warsini akan selalu menjadi tempat yang saya rindukan. Tempat di mana kikil empuk dan kuah rempah bisa menghadirkan kebahagiaan dalam setiap sendoknya.
Cepu, 16 Mei 2025 


-

Jejak Sejarah Museum Kretek

Karya : Gutamining Saida. 

Saya bersama suami memutuskan untuk menyusuri jejak sejarah di kota Kudus. Kota kecil yang terkenal sebagai Kota Kretek ini menyimpan cerita panjang tentang industri rokok khas Indonesia yang mendunia. Tujuan utama saya adalah Museum Kretek, sebuah tempat yang sudah lama ingin saya kunjungi. Dengan semangat, saya berangkat, dan tak butuh waktu lama, mobil saya sudah terparkir rapi di halaman museum. Biaya parkirnya hanya lima ribu rupiah.sungguh harga yang sangat ramah di kantong, sebagaimana juga tiket masuk museum empat ribu rupiah

Dari luar, bangunan museum tampak megah, tetapi tidak mengintimidasi. Taman yang rapi dan rindang menambah kesan teduh dan nyaman. Di sisi belakang, tersedia musala yang bersih dan tenang, serta kamar kecil yang terawat. Segala kebutuhan dasar pengunjung tersedia dengan baik, membuat saya merasa disambut seperti tamu istimewa.

Ketika melangkah masuk ke dalam museum, saya langsung disambut oleh senyum ramah para petugas perempuan. Mereka berpakaian rapi dan wajah mereka berseri, membuat hati terasa hangat. Sambutan ini seperti tanda bahwa saya akan menjelajah bukan sekadar sebuah tempat penyimpanan barang lama, tapi sebuah ruang hidup yang menyimpan memori perjuangan, inovasi, dan budaya.

Di dalam museum, suasana terasa tenang namun penuh informasi. Pandangan pertama saya tertuju pada deretan mesin pelinting rokok kuno. Besi-besi tua itu tampak gagah, seperti saksi bisu dari masa-masa kejayaan kretek yang dirintis dengan kerja keras dan ketekunan. Di dekatnya, ada timbangan besi besar, yang dulunya digunakan untuk menakar bahan baku seperti tembakau dan cengkih. Alat-alat perajang tembakau dan perajang cengkih pun tersaji, menunjukkan proses awal sebelum tembakau diolah menjadi rokok kretek yang terkenal dengan aroma khasnya.

Satu bagian yang menarik perhatian saya adalah patung-patung perempuan pelinting rokok. Mereka digambarkan duduk dengan penuh konsentrasi, tangan cekatan menggulung rokok satu per satu. Pemandangan ini tidak hanya menginformasikan tentang proses produksi, tetapi juga menyampaikan penghargaan terhadap perempuan pekerja yang menjadi tulang punggung industri kretek di masa lalu. Tanpa mereka, sejarah kretek tidak akan lengkap.

Berjalan lebih dalam, saya menemukan deretan macam-macam rokok yaitu mulai dari yang dibuat secara manual hingga yang diproduksi oleh pabrik besar. Label, kemasan, dan bentuknya sangat beragam. Saya terkesima melihat bagaimana evolusi desain dan cita rasa kretek mengikuti zaman, dari era kolonial hingga masa kini. Di dekatnya terdapat koleksi tembakau dari berbagai daerah.

Masing-masing memiliki karakteristik aroma dan warna yang unik. Cengkeh pun tak kalah menarik, ditampilkan dalam bentuk kering dan segar dari berbagai daerah penghasil. Museum ini juga menyuguhkan pengetahuan mengenai saus rokok yaitu campuran bahan yang memberikan cita rasa khas pada kretek. Tidak banyak orang tahu bahwa saus adalah bagian penting dalam proses pembuatan kretek, dan di sini saya belajar banyak tentang hal tersebut.

Satu sudut lain dari museum menampilkan cara promosi rokok sebelum dan sesudah kemerdekaan. Dindingnya dipenuhi poster-poster jadul dengan gaya visual khas zamannya. Iklan-iklan tersebut bukan hanya menjual rokok, tetapi juga menyampaikan semangat nasionalisme, kebanggaan lokal, dan gaya hidup. Saya sempat tersenyum melihat beberapa slogan yang nyentrik namun mengena, seperti "Kretek Pilihan Rakyat" 

Puncak pengalaman saya adalah ketika memasuki ruang miniatur suasana masyarakat pedesaan. Di sana dipamerkan adegan-adegan yang menggambarkan proses menjemur tembakau di halaman rumah, mengiris tembakau dengan pisau besar, hingga menggulung rokok secara manual. Bahkan ada klobot yaitu pembungkus rokok dari daun jagung kering yang dahulu sangat populer sebelum kertas menjadi pembungkus utama. Semuanya disusun dengan detail yang mengagumkan, seolah saya sedang menonton potongan kehidupan masa lalu yang hidup kembali.

Museum Kretek juga menghormati para pelopor industri ini. Foto-foto tokoh pemilik pabrik rokok di Kudus, seperti Nitisemito dan tokoh-tokoh besar lainnya, terpampang di dinding dengan informasi singkat tentang perjuangan mereka membangun bisnis kretek dari nol. Mereka bukan hanya pengusaha, tetapi juga inovator dan pelopor nasionalisme ekonomi Indonesia.

Waktu berlalu begitu cepat saat saya berada di dalam museum ini. Setiap sudutnya memberikan pengetahuan baru, setiap informasi mengajak untuk merenung dan menghargai warisan budaya bangsa. Saya keluar dari museum dengan perasaan campur aduk yaitu terkesan, tercerahkan, dan sekaligus bangga menjadi bagian dari bangsa yang kaya akan tradisi dan inovasi.

Museum Kretek di Kudus bukan sekadar tempat wisata edukasi. Ia adalah cermin dari kerja keras, kreativitas, dan identitas bangsa. Dengan tiket yang sangat terjangkau dan fasilitas yang baik, museum ini layak menjadi destinasi utama bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dalam tentang sejarah Indonesia dari sisi yang mungkin tak banyak diketahui yaitu sebatang rokok kretek.
Cepu, 16  Mei 2025 



Rabu, 14 Mei 2025

Menyusuri Kota Kretek

Karya: Gutamining Saida 
Langit sore hari itu mulai meredup, sinar mentari yang sejak siang menyengat kini perlahan memudar digantikan semburat jingga yang lembut. Seusai salat Ashar, dengan langkah mantap kami berdua bersiap memulai perjalanan menuju kota kretek yaitu julukan akrab bagi Kudus, kota yang dikenal sebagai pusat industri rokok, kota santri, sekaligus kota yang menyimpan jejak sejarah dan spiritualitas yang kuat.Meski perjalanan yang akan kami tempuh cukup jauh, ada semangat tersendiri yang membuat badan ini ringan melangkah. Tujuan kami malam ini bukan sekadar berkunjung, tetapi menghadiri momen istimewa yaitu pemberangkatan calon jemaah haji, yang tak lain adalah keponakan suami.

Sebuah peristiwa sakral yang selalu menggetarkan hati, terlebih bagi siapa pun yang memendam kerinduan untuk datang ke Tanah Suci. Sebelum benar-benar memasuki jalan utama, kami memutuskan untuk singgah di Pati, kota yang terkenal dengan kuliner khasnya yaitu nasi gandul. Warung langganan kami tak jauh dari jalan besar. Di bawah cahaya lampu yang remang-remang, aroma kuah santan berbumbu menyeruak dari dapur terbuka. Biasanya saya selalu memesan nasi gandul dengan lauk daging sapi. Empuk, gurih, dan selalu memuaskan lidah. Namun malam itu, entah kenapa, hati saya tergerak untuk mencoba sesuatu yang berbeda.“Setengah porsi nasi gandul kikil, ya, Bu,” ucap saya kepada penjual yang sedang meracik pesanan. Kikil yang tersaji tampak menggoda. Potongannya besar, kenyal, dan disiram kuah kental berwarna coklat keemasan. Gigitan pertama langsung membawa sensasi baru yaitu teksturnya lembut, bumbunya meresap, dan rasanya begitu pas dengan nasi hangat. Makan malam sederhana ini terasa lebih istimewa karena dinikmati dalam perjalanan yang membawa misi spiritual.

Usai makan, kami melanjutkan perjalanan. Lampu-lampu jalan mulai menyala, dan arus kendaraan malam hari mulai ramai. Suasana dalam mobil tak banyak bicara, hanya sesekali percakapan ringan mengisi jeda. Namun dalam hati, banyak hal yang mengalir. Pikiran saya melayang pada mereka yang malam ini bersiap menuju Tanah Suci, menanggalkan status duniawi mereka dan datang sebagai hamba yang penuh harap dan cinta kepada Sang Khalik. Sesampainya di rumah keluarga di Kudus, suasana haru langsung menyambut.

Calon jemaah haji tampak bersahaja, mengenakan pakaian putih yang mencerminkan kesucian niat dan tekad. Wajahnya bercahaya, penuh kebahagiaan, dan sedikit gugup. Satu per satu keluarga datang menyalami, mengucapkan doa dan permohonan titip doa. Di antara suara lantunan doa dan dzikir, terdengar isak tangis pelan dari keluarga yang tak kuasa menahan haru.Saya ikut menyalami keponakan suami dengan tangan bergetar. “Semoga lancar, mabrur hajinya, dan sehat selama perjalanan. Titip doa ya, semoga kami juga bisa menyusul,” ucap saya pelan, mencoba menahan air mata. 

Menyaksikan pemberangkatan ini membawa rasa hangat sekaligus rindu yang sulit dijelaskan. Rasa senang karena mereka yang berangkat telah dipanggil oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya, namun di sisi lain, ada rasa ingin yang menggebu dalam hati. Ingin merasakan tawaf di pelataran Ka'bah, ingin berdiri di Padang Arafah, ingin menyusuri jejak Rasulullah di Madinah. Semua itu bukan hanya cita-cita, melainkan kerinduan yang sejak lama saya simpan dalam doa.Perjalanan panjang malam itu tak terasa melelahkan. Justru ada ketenangan dan kebahagiaan yang memenuhi relung hati. Duduk di antara orang-orang yang akan berangkat haji membuat saya merasa dekat dengan harapan, dekat dengan surga. Meski saya belum memiliki kesempatan itu saat ini, saya percaya bahwa Allah telah menuliskan waktu terbaik untuk setiap hamba-Nya.

Dalam perjalanan pulang, di tengah sunyinya malam dan deru angin yang masuk melalui celah jendela, saya memejamkan mata sejenak. Hati saya berdoa dalam diam. "Ya Allah, Engkau telah memanggil mereka malam ini. Maka panggillah juga aku suatu hari nanti. Berilah aku kesempatan untuk menyaksikan Ka'bah dengan mata kepalaku sendiri. Permudahlah jalanku, bukalah pintu rezeki, dan kuatkan niatku."Setibanya di rumah, tubuh memang terasa lelah, namun hati begitu ringan.

Malam itu sebelum tidur, saya mengambil air wudu dan menunaikan salat dua rakaat. Dalam sujud yang panjang, saya sampaikan seluruh harapan yang belum tercapai. Saya tahu, impian untuk beribadah di Tanah Suci bukanlah perkara kecil, tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil. Selama harapan dan doa terus hidup, maka peluang itu akan selalu ada.Malam itu saya tidur dengan senyum. Rindu ini belum terobati, tapi telah tersalurkan lewat doa. Dan saya percaya, Allah Maha Mendengar. Suatu hari, saya pun akan menjejakkan kaki di Tanah Suci, memenuhi panggilan yang kini masih saya tunggu dengan sabar.
Kudus, 15 Mei 2025 

Pamitan di Apel Pagi

Karya: Gutamining Saida 
Rabu pagi tanggal 15 Mei 2025 langit tampak cerah, seakan ikut menyambut sebuah momen penting yang akan berlangsung di SMPN 3 Cepu. Suasana sekolah tampak berbeda dari biasanya. Semua siswa mengenakan seragam rapi, barisan mereka tersusun teratur di halaman sekolah. Bapak dan ibu guru serta karyawan turut hadir, membentuk barisan berderet di depan siswa kelas IX. Dengan kebersamaan yang hangat. Hari itu diadakan apel pagi yang sangat bermakna, yakni apel perpisahan untuk Bapak Sunardi, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.

Apel dimulai dengan tertib. Suasana menjadi hening ketika Bapak Kepala Sekolah melangkah maju untuk memberikan sambutan. Dengan suara yang tenang dan penuh rasa hormat, beliau menyampaikan betapa besar jasa Bapak Sunardi selama mengabdi di sekolah ini. Beliau mengungkapkan bahwa kehadiran Bapak Sunardi selama ini telah menjadi teladan bagi para siswa dan guru dalam hal keteladanan, ketulusan, dan semangat mendidik.

"Beliau adalah guru yang tidak hanya mengajar ilmu agama," ucap Bapak Kepala Sekolah, "tetapi juga menanamkan akhlak dan keteladanan dalam keseharian. Kami merasa kehilangan, namun di saat yang sama kami bersyukur pernah bekerja bersama beliau."

Usai sambutan kepala sekolah, tiba saatnya Bapak Sunardi maju ke depan . Langkah beliau tenang, tetapi sorot matanya menyiratkan keharuan. Siswa-siswa mulai memperhatikan dengan saksama. Suasana menjadi semakin hening ketika beliau mulai berbicara.

"Anak-anakku semua," ucap beliau dengan suara bergetar namun penuh keteguhan, "hari ini saya berpamitan.
Beliau menatap satu per satu siswa di hadapannya, seolah ingin menyampaikan pesan yang tulus dari dalam hatinya.

"Ada tiga hal yang ingin saya titipkan untuk kalian semua sebagai bekal hidup," lanjutnya.
Siswa-siswa menyimak dengan serius, beberapa guru tampak menundukkan kepala, larut dalam suasana haru.

"Yang pertama," ujar beliau, "selalu laksanakan salat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan. Salat adalah tiang agama, dan siapa yang menjaga salatnya, maka Allah akan menjaga hidupnya. Jika kalian ingin sukses dunia akhirat, maka jangan abaikan salat."

Beberapa siswa mengangguk-angguk pelan. Sebagian terlihat mulai menahan air mata, menyadari bahwa nasihat itu bukan sekadar formalitas perpisahan, tetapi benar-benar keluar dari lubuk hati seorang guru yang peduli.

"Yang kedua," lanjut beliau, "perbanyaklah berdzikir kepada Allah. Dalam setiap langkah hidup kalian, jangan lupakan Allah. Ketika hati kalian gelisah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Dzikir adalah sumber kekuatan batin yang tidak akan pernah habis."

Suasana apel semakin sunyi. Bahkan angin pun seakan berhenti sejenak untuk mendengar pesan itu. Para siswa, guru, dan karyawan tampak larut dalam suasana penuh makna.

"Dan yang terakhir," kata beliau, kini dengan suara yang lebih dalam, "hormatilah guru kalian. Ini sangat penting. Jangan pernah menyepelekan guru. Karena siapa yang tidak menghormati guru, maka akan merasakan akibatnya. Ilmunya tidak akan bermanfaat, rezekinya akan dipersempit, dan yang lebih berat lagi, dia bisa meninggal dalam keadaan tidak beriman."

Ucapan terakhir itu menggugah banyak hati. Terlihat beberapa siswa menunduk, merenungi sikap mereka selama ini terhadap para guru. 

Bapak Sunardi berhenti sejenak, menatap ke arah kepala sekolah, lalu kembali ke siswa.
"Itulah tiga pesan saya untuk kalian. Saya mohon maaf jika selama mengajar banyak kekurangan. Saya manusia biasa. Tetapi saya akan terus mendoakan kalian semua, semoga menjadi anak-anak yang saleh, sukses, dan membanggakan orang tua."

Setelah acara resmi selesai, para guru diajak untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Foto-foto itu menjadi simbol kebersamaan, sekaligus menjadi pengingat akan sosok guru sederhana yang telah meninggalkan jejak kebaikan di hati semua orang.
Teriring doa semoga di masa purna diberi sehat, bahagia dunia akhirat 
Cepu, 15 Mei 2025 

Selasa, 13 Mei 2025

Rukhsah Dalam Ibadah Puasa


Apa Itu Rukhsah?

Rukhsah adalah keringanan atau dispensasi yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya dalam menjalankan ibadah, termasuk puasa, karena adanya halangan atau kesulitan tertentu.

Siapa Saja yang Mendapatkan Rukhsah Puasa?

1. Orang sakit

Jika sakitnya berat dan berpuasa akan memperparah kondisi.

Rukhsah: Boleh tidak puasa, dan mengganti di hari lain (qadha).

2. Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan jauh)

Jika perjalanannya melelahkan dan memberatkan puasa.

Rukhsah: Boleh tidak puasa, dan mengganti di hari lain (qadha).

3. Orang tua renta/lemah

Jika fisiknya sudah tidak mampu lagi berpuasa.

Rukhsah: Tidak wajib puasa, diganti fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari puasa yang ditinggalkan).

4. Wanita hamil dan menyusui

Jika dikhawatirkan membahayakan diri sendiri atau bayinya.

Rukhsah: Boleh tidak puasa dan menggantinya di hari lain (qadha), atau ditambah fidyah menurut sebagian pendapat.

5. Wanita haid dan nifas

Tidak diperbolehkan berpuasa.

Rukhsah: Wajib mengganti puasanya di hari lain (qadha).

Manfaat Rukhsah dalam Ibadah Puasa
  • Menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak membebani.
  • Memberi kemudahan bagi umat agar tetap bisa beribadah sesuai kemampuan.
  • Menumbuhkan kasih sayang dan perhatian Allah kepada hamba-Nya.
  • Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengganti atau menunaikan ibadah yang tertunda.

Contoh Kasus:

1. Ahmad sedang dalam perjalanan mudik sejauh 400 km. Karena lelah dan panas, ia memutuskan untuk tidak berpuasa. Ia akan mengganti puasanya setelah Ramadan.
→ Ini termasuk rukhsah musafir.

2. Nenek Salamah, usia 75 tahun, sudah sangat lemah dan tidak mampu puasa. Maka keluarganya memberikan fidyah berupa makanan kepada orang miskin selama 30 hari.
→ Ini termasuk rukhsah lansia.




LKPD – Rukhsah dalam Ibadah Puasa

Nama Siswa: ___________________
Kelas: VII
Mapel: Pendidikan Agama Islam
Waktu: 1 JP (Jam Pelajaran)

Tujuan Pembelajaran Siswa mampu:
  • Menjelaskan pengertian rukhsah dalam ibadah puasa.
  • Mengidentifikasi siapa saja yang berhak mendapat rukhsah.
  • Memberi contoh penerapan rukhsah dalam kehidupan sehari-hari.

A. Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!

1. Apa yang dimaksud dengan rukhsah dalam ibadah puasa?


2. Sebutkan tiga contoh orang yang berhak mendapat rukhsah puasa!
a. ______________________
b. ______________________
c. ______________________


B. Lengkapi tabel berikut!

C. Refleksi Diri

1. Apakah kamu pernah melihat seseorang mendapat rukhsah saat puasa? Ceritakan!

2. Apa pendapatmu tentang adanya rukhsah dalam agama Islam?


Selamat Mengerjakan, Semoga sukses. (by. Gutamining Saida) 









Literasi Keuangan



1. Pengertian Literasi Keuangan
Literasi keuangan adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan mengelola keuangan secara efektif. Ini mencakup pengetahuan tentang cara membuat anggaran, menabung, berinvestasi, memahami pinjaman dan utang, serta membuat keputusan keuangan yang bijaksana.

Secara sederhana, literasi keuangan adalah "melek keuangan"  bisa memahami bagaimana uang bekerja dan bagaimana mengelolanya agar tidak boros dan tidak terjerat masalah keuangan.

2. Manfaat Literasi Keuangan
Literasi keuangan membawa banyak manfaat, di antaranya:
  • Menghindari utang berlebihan yaitu Orang yang paham keuangan cenderung berhati-hati dalam menggunakan pinjaman.
  • Mengelola pengeluaran dengan bijak yaitu Tidak mudah tergoda belanja berlebihan.
  • Menyiapkan dana darurat yaitu Untuk kebutuhan mendadak seperti sakit atau kehilangan pekerjaan.
  • Perencanaan masa depan yang baik yaitu Seperti tabungan pendidikan anak, pensiun, dan investasi.
  • Meningkatkan kualitas hidup yaitu Hidup lebih tenang dan stabil karena tidak terganggu masalah keuangan.

3. Pengaruh Literasi Keuangan

a. Pengaruh Positif:
  • Kemandirian finansial: Tidak bergantung pada orang lain.
  • Pengambilan keputusan yang bijak: Misalnya memilih produk investasi yang aman dan sesuai dengan kebutuhan.
  • Perlindungan dari penipuan: Tidak mudah tertipu oleh investasi bodong.
  • Kesejahteraan keluarga: Uang dikelola lebih baik, kebutuhan pokok terpenuhi.

Contoh positif: Seorang guru memiliki literasi keuangan baik. Ia menyisihkan 20% gaji tiap bulan untuk tabungan pendidikan anak. Ia juga menghindari utang konsumtif dan ikut arisan hanya untuk sosial, bukan untuk gaya hidup. Saat anaknya masuk kuliah, ia tidak kesulitan mencari dana.

b. Pengaruh Negatif (jika kurang literasi keuangan):
  • Gaya hidup konsumtif: Terlalu sering belanja, foya-foya, ikut tren tanpa pertimbangan.
  • Terjebak utang: Misalnya berutang untuk hal yang tidak produktif, seperti membeli gadget terbaru hanya demi gengsi.
  • Tertipu investasi bodong: Karena tidak tahu mana investasi yang legal dan tidak.
  • Stres dan konflik keluarga: Masalah keuangan sering jadi sumber pertengkaran.
Contoh negatif: Seseorang tergoda ikut investasi yang menjanjikan untung 30% per bulan. Ia pinjam uang ke bank untuk ikut. Ternyata, itu investasi bodong. Uangnya hilang, utangnya menumpuk, dan ia stres berat

4. Contoh Literasi Keuangan dalam Kehidupan Sehari-hari
  • Membuat anggaran bulanan: Mengatur berapa pengeluaran untuk makan, transportasi, tabungan, hiburan.
  • Menabung sejak dini: Misalnya, anak sekolah menyisihkan uang jajan.
  • Memahami risiko investasi: Memilih reksa dana atau deposito daripada investasi abal-abal.
  • Menggunakan aplikasi pencatat keuangan: Seperti Money Lover atau Spendee untuk memantau pengeluaran.


LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)

Tema: Literasi Keuangan
Kelas: SMP
Waktu: 1 jam pelajaran
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mengerjakan LKPD ini, siswa mampu:
  • Memahami arti literasi keuangan.
  • Mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan.
  • Membuat perencanaan sederhana pengelolaan uang jajan.

A. Pemahaman Konsep

Petunjuk: Jawablah pertanyaan berikut ini!

1. Apa yang dimaksud dengan literasi keuangan?

2. Mengapa siswa perlu belajar mengelola uang sejak dini?

B. Kegiatan 1 – Bedakan Kebutuhan dan Keinginan

Petunjuk: Tulislah mana yang termasuk kebutuhan dan mana yang termasuk keinginan dari daftar barang di bawah ini!

C. Kegiatan 2 – Catatan Pengeluaran Uang Jajan Harian

Petunjuk: Anggap kamu mendapat uang jajan Rp10.000 per hari. Buatlah rencana pengeluaran harianmu!

D. Refleksi Diri

Jawablah dengan jujur!

1. Apakah kamu sudah terbiasa menabung dari uang jajanmu?

Ya / Belum

2. Jika belum, apa kendalanya?

3. Mulai hari ini, apa komitmenmu terhadap pengelolaan uang saku?

SEMOGA SUKSES (by. Gutamining Saida)














Niat Baik Yang Tertunda

Karya: Gutamining Saida
Pagi itu langit cukup cerah, angin tidak terlalu kencang, dan mentari pun belum terlalu terik saat saya bersiap berangkat dari rumah. Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Saya berboncengan dengan anak saya menuju Wado Kedungtuban. Ada satu niat baik yang ingin saya tunaikan hari itu yaitu memberikan doa dan dukungan kepada salah satu calon jamaah haji, seorang suami dari mbak Rika pernah menjadi rekan kerja saya. Kami cukup dekat dan kabar keberangkatannya ke Tanah Suci menggugah saya untuk menyampaikan doa secara langsung. 

Saya tak mengabari mereka terlebih dahulu. Saya ingin ini menjadi kejutan, sebuah kunjungan sederhana yang diharapkan membawa kehangatan. Dalam hati saya berkata, “Kalau niatnya baik, pasti jalannya dimudahkan.” Maka kami melaju dengan semangat dan harapan.

Sepanjang jalan, saya mengingat kembali kebersamaan saya dengan mbak Rika dulu saat masih satu kantor. Banyak kenangan baik. Mungkin sudah lama tidak berjumpa secara langsung, tapi rasa hormat dan kekeluargaan itu tetap ada. Sebab itu, kunjungan ini bukan hanya tentang mendoakan, tapi juga menyambung tali silaturahmi.

Saat kami sudah mendekati kawasan Kapuan tepat sebelum bandara udara, anak saya tiba-tiba menyarankan, “Umi, coba chat atau telpon dulu deh, takutnya mereka nggak di rumah.” Awalnya saya ragu, karena merasa sudah cukup dekat, dan berharap mereka akan kaget bahagia saat tahu kami tiba-tiba datang.

Tapi, untuk menghargai saran anak, saya pun membuka ponsel dan mulai mengirimkan chat. Satu pesan. Tak ada balasan. Lalu pesan kedua. Masih hening. Saya coba menelepon. Terdengar nada sambung, tapi tidak diangkat. Dalam hati mulai tumbuh sedikit rasa cemas, tapi saya tetap melanjutkan perjalanan, sambil sesekali melirik layar HP berharap ada notifikasi balasan.

Tak lama setelah motor kami melewati jalanan yang mulai ramai, akhirnya sebuah pesan masuk. Saya segera membukanya, dan saat membaca isinya, hati saya terasa seperti diteteskan air dingin.
"Mbak Rika di rumah?" 
"Mboten bu, pripun?" 
"Saya menuju rumah njen." 
“Maaf, kami lagi di Bravo, lagi belanja.”

Saya sempat membacanya dua kali.Ternyata, orang yang ingin saya beri kejutan justru sedang pergi. Bahkan bukan sekadar ke luar rumah sebentar, tapi sedang belanja ke Bravo, pusat perbelanjaan yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya dan masih butuh waktu lama. 

Motor kami melambat. Saya suruh menepikan sebentar. Anak saya menoleh dengan ekspresi bingung, menanti keputusan. Saya menghela napas, mencoba menelan kekecewaan dengan tenang.

“Balik saja ya. Nggak jadi ke Wado. ” kata saya lirih.

Anak saya mengangguk pelan. Mungkin dia juga bisa merasakan perubahan suasana hati saya. Perjalanan yang penuh semangat tadi, kini berubah menjadi perjalanan pulang dengan kepala sedikit tertunduk. Jalanan yang sama, tapi rasanya berbeda.

Sesekali saya menoleh ke belakang, bukan untuk memastikan jalan, tapi seperti ingin memastikan apakah benar tadi saya sudah berusaha. Apakah niat baik ini harus berakhir dengan rasa kecewa? Saya tidak marah kepada mereka sama sekali tidak. Mereka tentu tidak salah. Saya juga tidak menyesali niat saya. Justru saya bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'alla masih punya hati yang ingin menyambung silaturahmi.

Rasa kecewa itu tetap ada. Tidak karena mereka tak di rumah, tapi lebih kepada harapan yang tidak tercapai. Saya sudah membayangkan momen-momen kecil yang hangat yaitu membuka pagar, memberi salam, mereka keluar dengan wajah terkejut, lalu kami duduk sebentar dan saya bisa menyampaikan doa dengan tulus. Tapi semua itu tak jadi nyata.

Di tengah perjalanan pulang, saya mencoba menenangkan diri. Saya berkata dalam hati bahwa niat baik itu tetap bernilai meski tak sampai ke tujuan. Tuhan Maha Tahu. Barangkali, ini cara Tuhan mengajarkan saya tentang ikhlas dan kesabaran. Tentang bagaimana kita bisa berniat, bisa merencanakan, tapi tetap harus siap dengan segala kemungkinan. Bahkan saat niat kita adalah sesuatu yang sederhana dan penuh ketulusan.

Sesampainya di rumah, saya menyimpan kembali helm dan jaket. Duduk sejenak di ruang tamu, membiarkan semua perasaan reda perlahan-lahan. Saya pun akhirnya mengirimkan doa lewat pesan, tetap dengan tulus: “Semoga sehat selalu, diberikan kelancaran ibadah haji, kembali ke tanah air sebagai haji yang mabrur. Mohon maaf tak jadi ke Wado  karena situasi.”

Tak ada balasan panjang dari mereka. Tapi saya yakin, Tuhan mencatat semuanya. Mungkin, lain waktu, saya bisa bersilaturahmi lagi yaitu dengan cara yang lebih baik, lebih tepat, dan mungkin benar-benar menjadi kejutan yang mengejutkan. 
Cepu, 13 Mei 2025 

Jumat, 09 Mei 2025

Materi IPS Kelas 7

 


1. Arti Uang:

Uang adalah alat tukar yang digunakan untuk memperoleh barang dan jasa, serta sebagai satuan hitung dan penyimpan nilai.


2. Manfaat Uang:

  • Sebagai alat tukar dalam transaksi jual beli

  • Sebagai alat satuan hitung untuk menentukan harga barang/jasa

  • Sebagai alat penyimpan kekayaan

  • Sebagai alat pembayaran utang

  • Sebagai penunjuk nilai suatu barang


3. Arti Pendapatan:

Pendapatan adalah seluruh hasil atau penghasilan yang diterima seseorang atau rumah tangga dalam periode tertentu, baik dari bekerja, usaha, atau investasi.


4. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan:

  • Tingkat pendidikan

  • Jenis pekerjaan atau usaha

  • Jumlah tenaga kerja dalam keluarga

  • Letak geografis dan akses ekonomi

  • Modal dan keahlian yang dimiliki

  • Permintaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan


5. Manfaat Pendapatan:

  • Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

  • Untuk tabungan atau investasi

  • Untuk membayar kewajiban seperti pajak atau utang

  • Untuk meningkatkan taraf hidup

  • Untuk kegiatan sosial atau amal


LKPD – UANG DAN PENDAPATAN

Mata Pelajaran: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Kelas: ___
Nama Siswa: _________________________
Tanggal: _________________________


A. Tujuan Pembelajaran:

  1. Siswa memahami arti dan manfaat uang.

  2. Siswa memahami arti, faktor, dan manfaat pendapatan.


B. Materi Singkat

1. Pengertian Uang

Uang adalah alat tukar yang sah untuk membeli barang atau jasa.

2. Manfaat Uang

  • Sebagai alat tukar

  • Satuan hitung

  • Penyimpan nilai

  • Alat pembayaran

3. Pengertian Pendapatan

Pendapatan adalah hasil yang diperoleh seseorang dari pekerjaan, usaha, atau sumber lain.

4. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

  • Pendidikan

  • Jenis pekerjaan

  • Modal dan keahlian

  • Letak geografis

  • Permintaan pasar

5. Manfaat Pendapatan

  • Memenuhi kebutuhan

  • Ditabung

  • Diinvestasikan

  • Membayar kewajiban

  • Digunakan untuk kegiatan sosial


C. Tugas Siswa:

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas:

  1. Apa pengertian uang menurut kamu sendiri?
    Jawab: .............................................................................................

  2. Sebutkan tiga manfaat uang yang kamu ketahui!
    Jawab:
    a. ..............................................................................
    b. ..............................................................................
    c. ..............................................................................

  3. Jelaskan pengertian pendapatan!
    Jawab: .............................................................................................

  4. Sebutkan empat faktor yang memengaruhi besar kecilnya pendapatan seseorang!
    Jawab:
    a. ..............................................................................
    b. ..............................................................................
    c. ..............................................................................
    d. ..............................................................................

  5. Mengapa pendapatan penting dalam kehidupan sehari-hari?
    Jawab: .............................................................................................

Selamat mengerjakan, SEMOGA SUKSES
Cepu 10 Mei 2025 (By. Gutamining Saida)