Sabtu, 17 Mei 2025

Hitam Putih



Karya: Gutamining Saida
Sabtu 17 Mei 2025 berubah menjadi hari istimewa bagi saya. Saya tiba lebih awal di tempat pelatihan menulis berbasis budaya lokal yang sudah tiga kali diikutinya. Begitu melangkah ke depan pintu masuk ruangan pertemuan matanya langsung tertambat pada sesuatu yang tak terduga yaitu barisan foto-foto tempo dulu, dipajang rapi dalam bingkai kaca, lengkap dengan keterangan ejaan lama yang khas.

“Ini dari Kearsipan Blora,” gumamnya pelan, sembari mendekat.
Foto pertama yang ia lihat menampilkan para Bupati Blora. Saya tersenyum kecil. Ejaan lama tak membuatnya kesulitan. Ia pernah belajar sedikit soal sejarah lokal dan tulisan lama semasa dulu. Justru hal itu membuat rasa penasarannya tumbuh subur pagi itu. Satu per satu, saya amati. Ada foto yang memperlihatkan pagelaran wayang kulit. Yang lain menunjukkan suasana pasar rakyat Blora dengan deretan hasil bumi, dan orang-orang berjongkok menata dagangannya.

Hal yang paling menyentuh hatinya adalah foto-foto dari Cepu, kota kecil tempat saya bertempat tinggal saat ini. Di sana tergambar lori-lori kecil pengangkut kayu jati dari hutan, melintasi rel sempit yang dikelilingi pepohonan tinggi. Ada pula foto menara minyak tua dengan pekerja mengenakan penutup kepala, serta jembatan besi besar yang melintasi Sungai Bengawan Solo, masih berdiri megah hingga kini.

Seorang petugas dari Dinas Kearsipan menghampirinya. “Ini para Bupati Blora, ibu dari Cepu, ya?” tanyanya ramah. Namanya Ibu Gunarti perempuan yang tampak sangat menikmati pekerjaannya. “Iya, bu Saya dari Cepu. Melihat foto-foto ini seperti kembali ke masa lalu, walau sebagian ini jauh sebelum saya lahir. Cepu merupakan daerah yang punya sejarah ekonomi yang kuat. Hutan, minyak, rel lori yang semua bagian penting dari geliat ekonomi Blora masa lalu.”

Mereka berbincang sejenak. Ibu dari Kearsipan menunjukkan salah satu foto langka sebuah dokumentasi tahun 1927 yang menampilkan anak-anak ELS (Europeesche Lagere School) bermain di halaman sekolah di Cepu, lengkap dengan tulisan tangan di pojok foto: “Doeloe anak-anak bersenda goeroe di sekolah.”

“Boleh saya foto, Pak?” tanya saya singkat
“Silakan." jawab pegawai kantor Kearsipan Blora.
 "Beberapa pengunjung memang kami izinkan asal tidak merusak atau memindahkan.”lanjutnya.

Laras pun mengabadikan beberapa gambar dengan kamera ponselnya. Dalam hati, ia merasa tergerak. Betapa banyak kisah dari masa lalu yang tersembunyi di balik lembaran foto-foto ini. Jika tidak dituliskan, semua itu bisa lenyap begitu saja.

Setelah sesi pembukaan pelatihan dimulai, narasumber hari itu meminta peserta mencoba menulis sebuah cerita nonfiksi pendek yang berkaitan dengan pengalaman atau peninggalan budaya lokal. “Saya ingin menulis tentang kehidupan ekonomi Cepu zaman dulu, dari foto-foto yang saya lihat tadi.”

Dalam satu jam berikutnya, Laras menuangkan pengalamannya menjadi sebuah tulisan. Ia membayangkan dirinya adalah seorang anak kecil tahun 1930-an yang tinggal di Cepu, melihat lori-lori lewat di depan rumahnya setiap pagi. Ia menulis tentang aroma kayu jati yang segar, suara peluit lori, dan para pekerja yang mengayuh hidup di tengah kerasnya zaman kolonial. Ia menggambarkan bagaimana kekayaan hutan dan sumur minyak tua menjadi denyut nadi ekonomi Cepu, bahkan hingga kini.

Laras juga menyisipkan kisah tentang jembatan tua yang menjadi saksi bisu banyak peristiwa, mulai dari banjir besar, arus kendaraan zaman perang, hingga kisah cinta dua sejoli yang konon sering bertemu di tengah jembatan, melawan larangan orang tua mereka.

Tulisan Laras selesai lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Ia membacakannya pelan kepada peserta lain saat sesi berbagi dimulai. Suasana menjadi hening. Beberapa peserta tampak larut dalam cerita, membayangkan diri mereka berada di masa lalu, di tengah getar rel lori dan gemuruh sumur minyak.

Selesai membacakan, Ini adalah jembatan. Jembatan antara masa lalu dan masa kini.” Laras tersenyum. Hari itu, ia merasa bahwa foto hitam putih bukan hanya benda diam, tetapi suara yang menunggu dituliskan, Ia, salah satu dari yang mendengarnya.
Cepu, 17 Mei 2025


Tidak ada komentar:

Posting Komentar