Rabu, 21 Mei 2025

Hujan rintik-rintik di sela Bintek

Karya : Gutamining Saida 
Suasana ruang pertemuan masih terasa hangat usai istirahat, salat, dan makan siang. Para guru pembimbing OSN bidang IPS dari berbagai sekolah tampak kembali ke tempat duduk masing-masing dengan wajah yang tetap antusias. Beberapa di antaranya sempat bercanda ringan sambil membawa botol air minum, dan sebagian lainnya mencatat hal-hal penting dari sesi sebelumnya. Meskipun perut kenyang dan mata mulai terasa berat, semangat belajar mereka tetap menyala.

Setelah isoma, acara Bimtek dilanjutkan dengan materi yang sangat menarik yaitu Letak Indonesia secara geografis dan geologis. Materi ini disampaikan langsung oleh Bapak Andi, seorang dosen dari Universitas Negeri Semarang (Unes), yang telah lama dikenal dengan keahlian dan pembawaannya yang bersahaja namun tegas. Beliau memulai dengan peta digital Indonesia di layar, menjelaskan secara rinci bagaimana posisi strategis Indonesia di antara dua benua dan dua samudra menjadikan negara ini kaya akan keanekaragaman hayati, budaya, dan potensi sumber daya alam.

"Letak geografis Indonesia," ujar Bapak Andi dengan suara mantap, "berada di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Inilah yang menyebabkan negara kita memiliki iklim tropis, dua musim, dan menjadi jalur penting perdagangan sejak zaman dahulu kala."

Semua peserta mendengarkan dengan penuh perhatian. Setiap poin yang dijelaskan dibarengi dengan contoh konkret dan peta interaktif, membuat para guru tak hanya paham secara teori, tapi juga merasa dekat dengan materi yang kelak akan mereka sampaikan kepada siswa-siswinya di sekolah.

Bapak Andi kemudian beralih ke letak geologis Indonesia, menjelaskan bahwa Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Penjelasan ini membuat peserta semakin tertarik karena mulai memahami alasan di balik banyaknya gunung api, gempa bumi, dan tanah subur di negeri ini. Indonesia bukan hanya tempat yang unik secara budaya, tetapi juga luar biasa secara ilmiah.

Tiba-tiba, di tengah paparan yang serius, terdengar suara rintik hujan mulai turun di atap gedung. Semula pelan, namun kemudian semakin deras. Sebagian peserta menoleh ke jendela, tersenyum kecil. Beberapa ada yang spontan berbisik, "Alhamdulillah..." Kalimat syukur yang tulus terucap karena hujan siang itu terasa sangat berharga.

Beberapa hari terakhir memang terasa begitu panas dan kering. Tanah mulai retak, dan dedaunan tampak layu. Datangnya hujan di siang itu bagaikan hadiah tak terduga dari langit. Suara hujan justru membawa ketenangan, mengiringi jalannya bimtek seperti alunan musik alam.

Kami bertiga pun tersenyum mendengar suara hujan. Kami  menyambungkan peristiwa tersebut dengan materi. “Ini contoh nyata,” ujarnya sambil menunjuk ke luar jendela, “bagaimana letak geografis kita menyebabkan adanya dua musim yaitu kemarau dan penghujan.  Siang ini, kita diberi anugerah hujan. Subhanallah, inilah nikmat yang kadang kita lupakan.

Peserta mengangguk, merasa bahwa pelajaran hari ini tidak hanya mengisi kepala, tapi juga hati. Hujan di tengah pembelajaran menjadi pertanda bahwa apa yang mereka pelajari benar-benar hadir dalam kehidupan nyata, bukan sekadar teori dalam buku teks.

Bimtek pun terus berlanjut dengan semangat yang tak surut. Hujan yang turun menambah ketenangan suasana, seakan menyirami semangat para guru untuk terus belajar dan mendampingi generasi masa depan. Hari itu, bukan hanya ilmu yang bertambah, tapi juga rasa syukur dan kekaguman akan kebesaran Allah melalui alam semesta-Nya.

Ketika sore menjelang, hujan perlahan mereda. Matahari mengintip malu-malu dari balik awan. Di dalam ruangan, para guru masih khusyuk mencatat, berdiskusi, dan saling menguatkan. Karena mereka sadar, menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa untuk terus belajar, berbagi, dan menginspirasi.
Cepu, 22 Mei 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar