Karya : Gutamining Saida
Langit mendung menggantung di atas kota Cepu. Udara masih terasa sejuk saat saya bersiap untuk berangkat ke hari terakhir bimbingan teknis pembimbing OSN . Ada semangat yang berbeda kali ini. Bukan hanya karena ini adalah kesempatan terakhir dalam rangkaian bintek untuk menambah wawasan dan pengetahuan, tetapi juga karena saya dan Bu Emy sudah berjanji akan berangkat bersama, seperti hari-hari sebelumnya.
Kami sepakat menitipkan motor di bengkel yang sama seperti kemarin. Bengkel itu berada tidak jauh dari halte tempat biasa kami menunggu angkutan menuju lokasi kegiatan. Saya tiba lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Bengkel tutup karena hari Jum'at. Deretan sepeda motor yang diam dalam tidur paginya. Tidak ada tanda-tanda Bu Emy di sekitar tempat itu. Saya memarkirkan motor, menguncinya dengan hati-hati, lalu mulai berjalan pelan menuju halte.
Langkah kaki saya menyusuri trotoar kecil yang basah oleh air hujan kemarin. Jalanan belum terlalu ramai. Hanya beberapa kendaraan yang melintas, dan suasana pagi terasa damai, tenang, seperti menyambut siapa pun yang ingin mengisi harinya dengan niat baik. Hati saya ikut tenang, meski sedikit deg-degan. Apakah saya terlalu cepat datang? Apakah Bu Emy sudah di halte? Ataukah justru dia belum berangkat?
Setibanya di halte, saya duduk di besi panjang yang dingin. Mata saya menyapu sekitar, berharap melihat sosok sahabat perjalanan saya itu. Tapi yang tampak hanya lalu-lalang kendaraan dan orang-orang yang melintasi jalan. Saya membuka ponsel, menulis pesan singkat: "Dimana njenengan?"
Tidak lama kemudian, balasan masuk: "Saya otw halte." Jawaban yang singkat, tapi cukup membuat hati saya lega. Setidaknya, dia dalam perjalanan. Saya menatap layar ponsel itu beberapa detik, kemudian mendongak, menoleh ke kanan. Dari kejauhan, di balik bayang-bayang pepohonan pinggir jalan, saya melihat seorang wanita dengan langkah pasti mendekat ke halte. Senyumnya merekah dari kejauhan. Itu Bu Emy. Saya pun tersenyum, menahan tawa kecil dalam hati. Ada rasa bahagia yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Bahagia karena saya datang lebih awal. Bahagia karena saya diberi kesempatan untuk menunggu. Dalam hidup, seringkali kita tergesa-gesa, ingin segalanya tepat waktu, bahkan kadang ingin lebih dulu dari orang lain. Tapi hari ini, saya memilih untuk menunggu. Ternyata, menunggu itu menyenangkan, terlebih saat yang ditunggu adalah seseorang yang seperjalanan, dan semangat seperti Bu Emy.
Kami pun bertegur sapa seperti biasa. Tak perlu banyak basa-basi. Senyum dan sapaan cukup menjadi tanda bahwa hari ini akan berjalan baik. Kami naik kendaraan menuju tempat bintek dengan hati riang. Di dalam perjalanan, kami berbincang ringan tentang guru-guru lain yang kami temui, dan tentu saja, tentang pengalaman-pengalaman kecil yang kami alami selama tiga hari terakhir.
Saya sempat bercerita bahwa saya sudah berada di halte beberapa menit sebelum mengirim pesan. Bu Emy tertawa, “Saya sengaja berangkat siang. "
Saya hanya mengangguk dan menjawab, “Menunggu lebih baik daripada ditunggu.”
Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut saya. Sederhana, tapi penuh makna. Dalam dunia kerja, dalam pertemanan, bahkan dalam hal kecil seperti berangkat bersama, sikap menunggu bisa menjadi cermin dari perhatian dan tanggung jawab. Menunggu bukan soal membuang waktu, tapi soal menghargai waktu orang lain.
Sesampainya di lokasi bintek, kami bergabung dengan peserta lain.
Menunggu lebih baik daripada ditunggu. Ternyata, dalam banyak hal, menjadi orang yang lebih dulu datang memberi banyak manfaat. Kita lebih siap, lebih tenang, dan kadang tanpa disadari lebih dihargai. Karena di balik sikap itu ada ketulusan, bukan sekadar kebiasaan.
Hari itu saya belajar satu hal sederhana namun penting yaitu kehadiran kita yang lebih awal bisa menjadi bentuk kecil kepada orang lain. Saat menunggu, ada ruang untuk merenung, untuk menikmati detik-detik yang jarang kita hiraukan dalam kesibukan sehari-hari.
Nanti sore Bintek selesai, ilmu bertambah, dan kebersamaan dengan Bu Emy menjadi kenangan manis yang tak terlupa. Esok hari, entah kami akan berangkat bersama lagi atau tidak. Menunggu itu bukan soal waktu yang terbuang. Tapi tentang cinta yang tak diucapkan, tentang perhatian yang tak dituntut, dan tentang ketulusan yang diam-diam membuat bahagia.
Cepu, 23 Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar