Karya : Gutamining Saida.
Saya bersama suami memutuskan untuk menyusuri jejak sejarah di kota Kudus. Kota kecil yang terkenal sebagai Kota Kretek ini menyimpan cerita panjang tentang industri rokok khas Indonesia yang mendunia. Tujuan utama saya adalah Museum Kretek, sebuah tempat yang sudah lama ingin saya kunjungi. Dengan semangat, saya berangkat, dan tak butuh waktu lama, mobil saya sudah terparkir rapi di halaman museum. Biaya parkirnya hanya lima ribu rupiah.sungguh harga yang sangat ramah di kantong, sebagaimana juga tiket masuk museum empat ribu rupiah
Dari luar, bangunan museum tampak megah, tetapi tidak mengintimidasi. Taman yang rapi dan rindang menambah kesan teduh dan nyaman. Di sisi belakang, tersedia musala yang bersih dan tenang, serta kamar kecil yang terawat. Segala kebutuhan dasar pengunjung tersedia dengan baik, membuat saya merasa disambut seperti tamu istimewa.
Ketika melangkah masuk ke dalam museum, saya langsung disambut oleh senyum ramah para petugas perempuan. Mereka berpakaian rapi dan wajah mereka berseri, membuat hati terasa hangat. Sambutan ini seperti tanda bahwa saya akan menjelajah bukan sekadar sebuah tempat penyimpanan barang lama, tapi sebuah ruang hidup yang menyimpan memori perjuangan, inovasi, dan budaya.
Di dalam museum, suasana terasa tenang namun penuh informasi. Pandangan pertama saya tertuju pada deretan mesin pelinting rokok kuno. Besi-besi tua itu tampak gagah, seperti saksi bisu dari masa-masa kejayaan kretek yang dirintis dengan kerja keras dan ketekunan. Di dekatnya, ada timbangan besi besar, yang dulunya digunakan untuk menakar bahan baku seperti tembakau dan cengkih. Alat-alat perajang tembakau dan perajang cengkih pun tersaji, menunjukkan proses awal sebelum tembakau diolah menjadi rokok kretek yang terkenal dengan aroma khasnya.
Satu bagian yang menarik perhatian saya adalah patung-patung perempuan pelinting rokok. Mereka digambarkan duduk dengan penuh konsentrasi, tangan cekatan menggulung rokok satu per satu. Pemandangan ini tidak hanya menginformasikan tentang proses produksi, tetapi juga menyampaikan penghargaan terhadap perempuan pekerja yang menjadi tulang punggung industri kretek di masa lalu. Tanpa mereka, sejarah kretek tidak akan lengkap.
Berjalan lebih dalam, saya menemukan deretan macam-macam rokok yaitu mulai dari yang dibuat secara manual hingga yang diproduksi oleh pabrik besar. Label, kemasan, dan bentuknya sangat beragam. Saya terkesima melihat bagaimana evolusi desain dan cita rasa kretek mengikuti zaman, dari era kolonial hingga masa kini. Di dekatnya terdapat koleksi tembakau dari berbagai daerah.
Masing-masing memiliki karakteristik aroma dan warna yang unik. Cengkeh pun tak kalah menarik, ditampilkan dalam bentuk kering dan segar dari berbagai daerah penghasil. Museum ini juga menyuguhkan pengetahuan mengenai saus rokok yaitu campuran bahan yang memberikan cita rasa khas pada kretek. Tidak banyak orang tahu bahwa saus adalah bagian penting dalam proses pembuatan kretek, dan di sini saya belajar banyak tentang hal tersebut.
Satu sudut lain dari museum menampilkan cara promosi rokok sebelum dan sesudah kemerdekaan. Dindingnya dipenuhi poster-poster jadul dengan gaya visual khas zamannya. Iklan-iklan tersebut bukan hanya menjual rokok, tetapi juga menyampaikan semangat nasionalisme, kebanggaan lokal, dan gaya hidup. Saya sempat tersenyum melihat beberapa slogan yang nyentrik namun mengena, seperti "Kretek Pilihan Rakyat"
Puncak pengalaman saya adalah ketika memasuki ruang miniatur suasana masyarakat pedesaan. Di sana dipamerkan adegan-adegan yang menggambarkan proses menjemur tembakau di halaman rumah, mengiris tembakau dengan pisau besar, hingga menggulung rokok secara manual. Bahkan ada klobot yaitu pembungkus rokok dari daun jagung kering yang dahulu sangat populer sebelum kertas menjadi pembungkus utama. Semuanya disusun dengan detail yang mengagumkan, seolah saya sedang menonton potongan kehidupan masa lalu yang hidup kembali.
Museum Kretek juga menghormati para pelopor industri ini. Foto-foto tokoh pemilik pabrik rokok di Kudus, seperti Nitisemito dan tokoh-tokoh besar lainnya, terpampang di dinding dengan informasi singkat tentang perjuangan mereka membangun bisnis kretek dari nol. Mereka bukan hanya pengusaha, tetapi juga inovator dan pelopor nasionalisme ekonomi Indonesia.
Waktu berlalu begitu cepat saat saya berada di dalam museum ini. Setiap sudutnya memberikan pengetahuan baru, setiap informasi mengajak untuk merenung dan menghargai warisan budaya bangsa. Saya keluar dari museum dengan perasaan campur aduk yaitu terkesan, tercerahkan, dan sekaligus bangga menjadi bagian dari bangsa yang kaya akan tradisi dan inovasi.
Museum Kretek di Kudus bukan sekadar tempat wisata edukasi. Ia adalah cermin dari kerja keras, kreativitas, dan identitas bangsa. Dengan tiket yang sangat terjangkau dan fasilitas yang baik, museum ini layak menjadi destinasi utama bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dalam tentang sejarah Indonesia dari sisi yang mungkin tak banyak diketahui yaitu sebatang rokok kretek.
Cepu, 16 Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar