Karya: Gutamining Saida
Rabu pagi tanggal 15 Mei 2025 langit tampak cerah, seakan ikut menyambut sebuah momen penting yang akan berlangsung di SMPN 3 Cepu. Suasana sekolah tampak berbeda dari biasanya. Semua siswa mengenakan seragam rapi, barisan mereka tersusun teratur di halaman sekolah. Bapak dan ibu guru serta karyawan turut hadir, membentuk barisan berderet di depan siswa kelas IX. Dengan kebersamaan yang hangat. Hari itu diadakan apel pagi yang sangat bermakna, yakni apel perpisahan untuk Bapak Sunardi, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.
Apel dimulai dengan tertib. Suasana menjadi hening ketika Bapak Kepala Sekolah melangkah maju untuk memberikan sambutan. Dengan suara yang tenang dan penuh rasa hormat, beliau menyampaikan betapa besar jasa Bapak Sunardi selama mengabdi di sekolah ini. Beliau mengungkapkan bahwa kehadiran Bapak Sunardi selama ini telah menjadi teladan bagi para siswa dan guru dalam hal keteladanan, ketulusan, dan semangat mendidik.
"Beliau adalah guru yang tidak hanya mengajar ilmu agama," ucap Bapak Kepala Sekolah, "tetapi juga menanamkan akhlak dan keteladanan dalam keseharian. Kami merasa kehilangan, namun di saat yang sama kami bersyukur pernah bekerja bersama beliau."
Usai sambutan kepala sekolah, tiba saatnya Bapak Sunardi maju ke depan . Langkah beliau tenang, tetapi sorot matanya menyiratkan keharuan. Siswa-siswa mulai memperhatikan dengan saksama. Suasana menjadi semakin hening ketika beliau mulai berbicara.
"Anak-anakku semua," ucap beliau dengan suara bergetar namun penuh keteguhan, "hari ini saya berpamitan.
Beliau menatap satu per satu siswa di hadapannya, seolah ingin menyampaikan pesan yang tulus dari dalam hatinya.
"Ada tiga hal yang ingin saya titipkan untuk kalian semua sebagai bekal hidup," lanjutnya.
Siswa-siswa menyimak dengan serius, beberapa guru tampak menundukkan kepala, larut dalam suasana haru.
"Yang pertama," ujar beliau, "selalu laksanakan salat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan. Salat adalah tiang agama, dan siapa yang menjaga salatnya, maka Allah akan menjaga hidupnya. Jika kalian ingin sukses dunia akhirat, maka jangan abaikan salat."
Beberapa siswa mengangguk-angguk pelan. Sebagian terlihat mulai menahan air mata, menyadari bahwa nasihat itu bukan sekadar formalitas perpisahan, tetapi benar-benar keluar dari lubuk hati seorang guru yang peduli.
"Yang kedua," lanjut beliau, "perbanyaklah berdzikir kepada Allah. Dalam setiap langkah hidup kalian, jangan lupakan Allah. Ketika hati kalian gelisah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Dzikir adalah sumber kekuatan batin yang tidak akan pernah habis."
Suasana apel semakin sunyi. Bahkan angin pun seakan berhenti sejenak untuk mendengar pesan itu. Para siswa, guru, dan karyawan tampak larut dalam suasana penuh makna.
"Dan yang terakhir," kata beliau, kini dengan suara yang lebih dalam, "hormatilah guru kalian. Ini sangat penting. Jangan pernah menyepelekan guru. Karena siapa yang tidak menghormati guru, maka akan merasakan akibatnya. Ilmunya tidak akan bermanfaat, rezekinya akan dipersempit, dan yang lebih berat lagi, dia bisa meninggal dalam keadaan tidak beriman."
Ucapan terakhir itu menggugah banyak hati. Terlihat beberapa siswa menunduk, merenungi sikap mereka selama ini terhadap para guru.
Bapak Sunardi berhenti sejenak, menatap ke arah kepala sekolah, lalu kembali ke siswa.
"Itulah tiga pesan saya untuk kalian. Saya mohon maaf jika selama mengajar banyak kekurangan. Saya manusia biasa. Tetapi saya akan terus mendoakan kalian semua, semoga menjadi anak-anak yang saleh, sukses, dan membanggakan orang tua."
Setelah acara resmi selesai, para guru diajak untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Foto-foto itu menjadi simbol kebersamaan, sekaligus menjadi pengingat akan sosok guru sederhana yang telah meninggalkan jejak kebaikan di hati semua orang.
Teriring doa semoga di masa purna diberi sehat, bahagia dunia akhirat
Cepu, 15 Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar