Karya :Gutamining Saida
Di teras depan, suara riuh rendah tawa cucu-cucuku mengisi udara. Zaskia, Hamzah, dan El sedang asyik bermain dengan amahnya, sementara akungnya sibuk membersihkan kendaraan di halaman. Saya duduk tak jauh dari mereka, menikmati momen ini dengan tumpukan kain sisa di pangkuan.
Saya sengaja tidak menyibukkan diri terlalu banyak. Niat saya hanya satu menyempatkan diri untuk berkarya. Di sela-sela waktu saat cucu-cucu tak begitu membutuhkan kehadiran saya, saya ingin berbuat sesuatu yang berguna. Melihat kain-kain yang menumpuk di sudut lemari beberapa hari terakhir, saya tergerak untuk membuat sesuatu yang bisa bermanfaat. Sesuatu yang bukan hanya indah, tapi juga membawa senyum.
Tangan saya mulai bekerja. Saya potong kain dengan rapi, menjahit perlahan dengan tangan, menyusun warna, dan menyelaraskan motif. Kain polos berwarna oren, putih tulang, hitam. Satu demi satu kain mulai saya potong, hingga terbentuklah sebuah jilbab mungil pas untuk Zaskia, cucu perempuan yang paling besar.
Selesai membuatnya, saya memanggilnya.
"Kakak Zaskiaaa... coba sini sebentar, Timmi buatkan sesuatu."
Ia mendekat, matanya berbinar melihat jilbab yang saya buat.
"Untuk kakak, Timmi?" tanyanya setengah tak percaya.
"Iya, coba pakai. Cantik nggak?"
Zaskia pun segera memakainya, lalu bercermin. Senyumnya mengembang lebar. Wajah kecilnya berseri-seri.
"Waah... Zaskia jadi kayak princess!" katanya sambil berputar-putar.
Saya ikut tersenyum. Tak ada yang lebih membahagiakan dari melihat anak kecil bahagia karena sesuatu yang kita buatkan dengan tangan sendiri.
Belum sempat saya duduk kembali, El biasa dipanggil, cucu perempuan yang paling kecil menghampiri. Matanya tertuju pada jilbab Zaskia yang baru.
"Timmi... aku juga mau!" serunya riang. "Tolong El dibikinin jilbab juga, yang warna biru, pink, sama kuning ya!"
Ia menyebutkan warna favoritnya dengan antusias.
Saya mengangkat alis, pura-pura terkejut.
"Lho kok banyak, El?" tanya saya .
"Iya! Kakak juga banyak!" jawabnya cepat, tak mau kalah. Ia menunjuk ke arah kakak Zaskia yang sedang berlenggak-lenggok memakai jilbabnya.
"Tapi... dipakai nggak nanti sama El?" saya bertanya dengan nada menggoda.
"Pakailah, Timmi. El pakai... celana aja ya? Iya iya..." katanya dengan ekspresi lucu, sedikit ragu tapi tetap ngotot. Mungkin maksudnya ia ingin jilbab, tapi tetap bisa pakai celana warna-warni seperti biasanya.
Saya tertawa kecil. Sungguh, dunia anak-anak memang penuh warna dan logika polos yang tak bisa ditebak.
Akhirnya saya mencari kain-kain lain yang tersisa. Tak banyak memang, tapi cukup kalau dipadupadankan. Saya manfaatkan apa yang ada. Potongan kain bekas mukena, ujung gamis lama, sisa kerudung yang sudah tersimpan bertahun-tahun. Semua saya jadikan bahan dasar.
Di sinilah saya merasa bersyukur menjadi seorang wanita. Menjadi ibu, nenek, sekaligus pengrajin kecil-kecilan di rumah sendiri. Kemauan dan kreativitas bisa membuat barang tak terpakai menjadi sesuatu yang bernilai. Tak perlu peralatan mahal, cukup dengan cinta dan kesungguhan, maka hasilnya akan terasa istimewa.
Malam harinya, setelah semua cucu tidur, saya lanjut menjahit. Satu persatu jilbab selesai, celana El, baju El selesai juga.
Keesokan harinya, El bangun lebih awal dari biasanya. Begitu melihat jilbab yang telah jadi tergeletak di meja, ia langsung berseru.
"Waaaah! Udah jadi ya Timmi!"
Ia langsung mengambilnya dan mencoba sendiri, meskipun masih kebesaran sedikit di kepalanya.
"Timmi... cantik enggak?"
"Cantik banget... El jadi kayak kakak !" jawab saya.
El tersipu-sipu, lalu memanggil kakaknya, Zaskia. Mereka berdua pun mulai berlenggak-lenggok seperti model, berjalan berputar di ruang tamu. Hamzah yang melihat mereka, hanya geleng-geleng sambil berkata,
"Aduh... Kakak dan adik ini..".
Rumah kami penuh dengan tawa, warna-warni, dan cinta. Saya bersyukur bisa membuat mereka bahagia dengan sesuatu yang sederhana. Saya yakin, kebahagiaan mereka juga membuat semangat saya tumbuh. Bahwa di usia ini pun, saya masih bisa berkarya, mencipta, dan menularkan semangat kreatif kepada generasi kecil di keluarga.
Kelak, ketika mereka tumbuh besar, saya harap mereka akan mengenang hari-hari ini. Hari ketika sebuah potongan kain sederhana berubah menjadi jilbab yang membawa senyum dan cinta dari tangan seorang nenek Timmi. Semoga menginspirasi.
Cepu, 5 Juli 2025
Saya juga mau dibuatkan jilbab warna warni...
BalasHapus