Sabtu, 05 Juli 2025

Belajar Tentang Rezeki Dari Allah

Karya : Gutamining Saida 
Minggu pagi selalu terasa berbeda. Ada udara segar, suasana santai, dan yang paling menyenangkan, saya bisa menghabiskan waktu bersama cucu-cucu saya yaitu  Zaskia, Hamzah, dan Emira. Mereka bertiga sedang menikmati libur panjang di Cepu.

Saya mengajak mereka keluar sebentar untuk melihat suasana pasar tiban.
Pasar Tiban adalah pasar dadakan yang hanya ada setiap Minggu pagi. Di sana banyak pedagang, dari yang menjual nasi pecel, nasi soto, jajanan tradisional, hingga perabot, mainan anak dan ikan hias. Ada satu bagian pasar yang selalu menarik perhatian cucu-cucu saya yaitu kolam ikan dan  penjual ikan hias.

Sebelum menuju ke kolam, kami mampir dulu ke penjual makanan ikan. Di atas meja kecilnya, berjejer bungkus-bungkus kecil berisi pelet ikan. Setiap bungkus dijual dengan harga dua ribu rupiah. Murah meriah, tapi membawa kebahagiaan yang luar biasa.

“Timmi, aku mau beli makanan ikan sendiri ya,” ujar Hamzah sambil menunjuk bungkusan kecil.
“Kalau gitu, kita beli tiga bungkus ya,” kata saya sambil tersenyum. “Satu untuk kakak Zaskia, satu untuk Hamzah, satu lagi Untuk dedek  Emira. Biar semua bisa berbagi rezeki ke ikan.”

Saya menyerahkan enam ribu rupiah dan mendapatkan tiga bungkus makanan ikan. Cucu-cucu saya langsung memegang masing-masing satu bungkus dengan bangga, seakan itu adalah harta karun. Mereka tidak sabar menuju ke kolam.

Kami berjalan ke sudut pasar, tempat kolam ikan berada. Kolam itu tidak besar, hanya kolam semen dengan air. Isinya luar biasa adalah ikan-ikan hias berwarna merah, oranye, putih, dan hitam berenang riang di dalamnya. Anak-anak langsung bersorak kecil saat melihat ikan-ikan itu berenang mendekat.

Kami duduk di tepi kolam. Bagian pinggirnya dibuat agak tinggi sehingga aman untuk anak-anak duduk sambil menaburkan makanan.
“Ayo, buka bungkusnya pelan-pelan ya. Taburnya sedikit-sedikit,” saya mengingatkan.

Zaskia menjadi yang pertama. Ia menaburkan beberapa butir makanan ke permukaan air. Seketika, puluhan ikan langsung datang menyerbu. Ada yang besar, ada yang kecil, semua bergerak cepat, membuka mulut mereka sambil berenang lincah.
“Waaaah, lihat itu!” teriak Hamzah. “Ikan oranye itu paling cepat!”
“Yang kecil malah kalah,” tambah Emira sambil menatap ikan-ikan yang tampak kesulitan bersaing.

Saya ikut mengamati, lalu berkata, “Iya, memang yang besar sering lebih cepat. Coba perhatikan baik-baik. Lama-lama, yang kecil juga kebagian, kan?”

Zaskia yang sudah selesai dengan taburan pertamanya menoleh, “Berarti kayak rezeki ya, Timmi? Ada yang dapat duluan, ada yang harus nunggu.”
Saya tersenyum, merasa bangga dengan kepekaan cucu saya. “Betul sekali. Allah Subhanahu Wata'alla sudah mengatur rezeki semua makhluk. Ikan-ikan ini, meskipun kecil, tetap dapat bagian. Yang penting mereka sabar dan tidak menyerah berenang.”

Hamzah melanjutkan menaburkan makanannya, kali ini dengan lebih pelan dan teratur. Ia seolah ingin memberi kesempatan pada ikan-ikan kecil untuk ikut makan.
“Yang penting jangan serakah, ya,” ujarnya polos.

Saya mengangguk, “Benar. Sama seperti manusia, kita harus tahu cara berbagi. Kalau semuanya rebutan dan tidak peduli satu sama lain, pasti ada yang tidak kebagian.”

Anak-anak terlihat sangat menikmati kegiatan ini. Mereka tertawa saat melihat ikan melompat, berteriak kecil saat melihat ikan yang semula diam tiba-tiba bergerak cepat saat melihat makanan. Emira  sempat terlonjak karena percikan air dari gerakan ikan.

Tak terasa makanan di tangan mereka habis. Tapi mereka masih duduk di tepi kolam, memandangi ikan-ikan yang kini berenang lebih tenang setelah kenyang.

“Timmi, nanti kalau aku punya kolam di rumah, aku mau kasih makan ikan tiap hari,” kata Zaskia penuh semangat.

“Bagus itu,” saya menjawab. “Tapi jangan lupa, kasih makan  dengan sabar, syukur, dan kebaikan.”

Sebelum pulang, kami duduk sejenak menikmati suasana pasar yang mulai sepi. Zaskia  tampak lebih tenang, tidak lagi melonjak-lonjak. Saya tahu, mereka tidak hanya melihat ikan. Mereka sedang belajar tentang kehidupan tentang rezeki, kesabaran, dan rasa syukur.

Sepulang dari pasar, saya meminta mereka menggambar ikan yang mereka sukai. Zaskia menggambar seekor ikan nila  merah besar dilengkapi tulisan "semua ikan dapat rezeki walau harus sabar," Hamzah menggambar ikan kecil yang berenang cepat.

Dengan enam ribu rupiah dan tiga bungkus makanan ikan. Saya telah belajar tentang kebahagiaan tidak harus mahal. Saya kembali belajar tentang indahnya berbagi dan bersyukur atas hidup ini.
Cepu, 6 Juni 2025 

1 komentar:

  1. ماشاءالله تبارك الله
    Semoga ﷲﷻ selalu menanamkan kebaikan hati pada cucu-cucu

    BalasHapus