Sabtu, 30 November 2024

Sarapan Dengan Telor Mata Sapi di IXA

Karya: Gutamining Saida

Hari ini, suasana kelas 9A di SMPN 1 Kedungtuban terasa berbeda. Pada jam ke-2 dan ke-3, saya telah menyiapkan sebuah kegiatan yang dirancang untuk mengukur pemahaman siswa tentang materi literasi finansial yang diajarkan kemarin. Berbekal semangat untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, saya memutuskan menggunakan pendekatan yang kreatif dan tidak membosankan. Kegiatan ini saya beri nama "Sarapan Telur Mata Sapi," sebuah ide sederhana namun bermakna.

Pagi itu, saya memasuki kelas dengan membawa tumpukan kartu soal yang dihiasi gambar telur mata sapi. Gambar tersebut sengaja saya pilih karena saya tahu banyak siswa menyukai lauk telur mata sapi, sebuah hidangan yang sederhana tetapi digemari banyak orang. Setibanya di kelas, saya tersenyum melihat antusiasme siswa yang langsung terlihat dari wajah mereka.

"Sebelum kita mulai, saya ingin bertanya, siapa di sini yang suka sarapan telur mata sapi?" tanyaku sambil menunjukkan tumpukan kartu bergambar telur mata sapi di tangan. Hampir semua siswa mengangkat tangan dengan riang, bahkan beberapa di antaranya tertawa kecil.

"Hari ini, kita akan sarapan bersama. Tapi bukan dengan telur sungguhan, melainkan dengan telur mata sapi spesial yang sudah saya siapkan. Kalian boleh memilih telur yang kalian suka. Bentuknya sama, tapi isinya berbeda. Jadi, nikmatilah sarapan ini dengan cara terbaik kalian," lanjutku.

Siswa terlihat penasaran dan mulai mendekat ketika saya mengatur tumpukan kartu soal di meja guru. Saya menjelaskan aturan permainan yaitu setiap siswa mengambil satu kartu soal, mengerjakan soal di buku tulisnya masing-masing. Kemudian menukarkan kartu tersebut dengan kartu lain setelah selesai. Mereka bisa mengerjakan sebanyak mungkin kartu selama waktu yang telah saya tentukan.

Setelah aturan jelas, kegiatan dimulai. Siswa satu per satu maju mengambil kartu soal bergambar telur mata sapi. Ada yang tersenyum puas dengan "sarapan" pertama mereka, ada juga yang terlihat penasaran dengan soal yang mereka dapatkan. "Bu, telur ini ada rasa kejunya enggak?" tanya salah satu siswa, disambut gelak tawa seisi kelas.

Saya pun ikut tertawa. "Rasanya sesuai dengan usaha kalian. Semakin semangat kalian mengerjakan, semakin enak rasanya!" jawaban singkat dari saya.

Kelas pun menjadi hidup. Setiap siswa fokus mengerjakan soal, namun suasana tetap santai. Saya memperhatikan bagaimana mereka saling berdiskusi pelan setelah selesai mengerjakan satu soal dan menukarnya dengan soal lain. Beberapa siswa terlihat sangat kompetitif, berlomba-lomba menyelesaikan sebanyak mungkin kartu soal.

"Bu, saya sudah selesai lima telur, sekarang mau nambah lagi," kata seorang siswa dengan semangat sambil menyerahkan kartu yang sudah dikerjakan.

"Bagus sekali, teruskan!" jawab saya dengan bangga.

Salah satu siswa bernama Rio bahkan tampak sangat tekun. Dia mengerjakan soal dengan cepat tetapi tetap hati-hati. Dalam waktu 30 menit pertama, dia sudah menyelesaikan 20 soal. "Bu, saya suka soal yang ini, tantangannya beda," katanya sambil menunjuk salah satu kartu yang sudah selesai ia kerjakan.

Di sisi lain, ada juga siswa yang baru berhasil menyelesaikan dua atau tiga soal. Namun, saya terus memberikan dorongan semangat. "Tidak apa-apa, yang penting dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Nikmati prosesnya," kata saya kepada mereka.

Waktu berjalan cepat. Saya terkesima melihat bagaimana antusiasme siswa tetap terjaga hingga akhir kegiatan. Ada yang berhasil menyelesaikan hingga 32 soal, sementara siswa dengan jumlah terendah menyelesaikan 15 soal. Meski ada perbedaan jumlah, semua siswa tampak puas dengan usaha mereka.

Setelah waktu habis, saya meminta siswa untuk mengumpulkan semua kartu soal yang telah mereka kerjakan. "Bagaimana sarapan telur mata sapi kalian hari ini?" tanya saya.

"Seru, Bu!" jawab mereka hampir serempak.

"Ternyata rasanya berbeda-beda, ya, Bu, tergantung soal yang kita dapat," tambah salah satu siswa dengan senyuman lebar.

Saya tersenyum penuh rasa syukur melihat semangat mereka. Kegiatan sederhana ini tidak hanya membuat mereka lebih memahami materi, tetapi juga menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Saya tahu bahwa belajar bukan hanya tentang mengejar nilai, tetapi juga tentang menikmati prosesnya.

Di akhir kegiatan, saya memberikan apresiasi kepada siswa yang telah berusaha keras. "Saya sangat bangga dengan kalian semua. Semoga sarapan telur mata sapi kita hari ini bisa menjadi pengalaman belajar yang berkesan. Ingat, dalam belajar, usaha adalah yang terpenting," kata saya dengan tulus.

Hari itu, saya merasa sangat senang. Melihat siswa yang semangat dan berusaha keras untuk menyelesaikan soal membuat saya semakin yakin bahwa pendekatan kreatif dalam pembelajaran dapat memberikan dampak yang besar. Kelas 9A hari ini bukan hanya belajar tentang literasi finansial, tetapi juga belajar menikmati proses belajar dengan cara yang menyenangkan. Saya keluar kelas dengan hati penuh kebahagiaan, berharap pengalaman ini dapat terus menjadi inspirasi dalam kegiatan belajar mengajar berikutnya. Selamat mencoba.

Cepu, 30 November 2024


 

Prank Dari Siswiku

Karya: Gutamining Saida

Sang mentari baru saja menembus celah-celah dedaunan di halaman sekolah. Udara segar dan suara Sepatu siswa yang sedang berjalan menjadi penyemangat saya untuk memulai aktivitas di sekolah. Usai mempersiapkan semuanya di ruang guru.  Saya memutuskan untuk keluar sejenak, mencari udara segar sambil menyapa siswa yang baru datang. Dengan penuh semangat, saya ucapkan salam dan senyum tentunya. Beberapa siswa membalas dan tersenyum bahagia.

Saat langkah saya di depan pintu ruang guru tiba-tiba dikejutkan oleh pandangan yang tidak biasa. Dua orang siswa berjalan semakin mendekat. Namanya saya tidak kenal karena tidak pernah mengajarnya. Yang membuat jantung saya nyaris berhenti adalah benda yang dia bawa sebuah golok besar yang tampak warna hitam di tangannya.

Langkah saya terhenti. Napas saya seolah tertahan di tenggorokan. "Apa-apaan ini?" pikir saya dalam hati. Golok itu terlihat nyata, bilahnya Panjang.  Saya mendadak gemetar. Pikiran buruk mulai melintas di benak saya. Apakah ini bagian dari masalah serius? Mengapa seorang siswa membawa golok ke sekolah? Apa yang dia rencanakan?

Dia terus melangkah mendekat. Jarak kami semakin dekat, dan saya tidak bisa mengalihkan pandangan dari benda tajam itu. "Bu, tenang, jangan panik," saya mencoba meyakinkan diri sendiri sambil menggenggam erat handphone di tangan, seolah itu bisa menjadi alat perlindungan.

Ketika dia tinggal beberapa langkah lagi dari saya, saya memberanikan diri untuk bertanya, meskipun suara saya terdengar sedikit gemetar. "Mbak, itu... itu apa yang kamu bawa?" Saya melontarkan pertanyaan dengan hati-hati, mencoba tidak menunjukkan ketakutan yang sebenarnya saya rasakan.

Alih-alih menjawab serius, dia malah tertawa. Tawa yang renyah, seperti tidak ada beban sama sekali. "Ini, Bu!" katanya sambil mengangkat golok itu lebih tinggi sehingga saya bisa melihatnya lebih jelas. "Untuk ngeprank teman-teman, Bu!" Dia menambahkan sambil tersenyum lebar.

Saya terdiam beberapa saat, mencoba mencerna apa yang baru saja dia katakan. Ngeprank? Jadi, ini semua hanya lelucon? Jantung saya yang tadi berdegup kencang perlahan mulai tenang. Namun, rasa kaget saya belum sepenuhnya hilang.

"Prank? Maksudmu ngeprank teman-temanmu dengan... golok ini?" tanya saya sambil menunjuk benda di tangannya. Meski sudah tahu jawabannya, saya tetap merasa perlu memastikan. "Iya, Bu! Ini golok mainan, kok. Lihat nih!" katanya sambil menggerakkan benda itu lebih dekat ke saya. Dia bahkan mengetuk-ngetuk bilahnya untuk menunjukkan bahwa golok itu terbuat dari kulit yang benih dalamnya sudah dibuang . Dekat dengan saya, ternyata memang benar, golok itu hanyalah mainan yang diambil dari jalanan yang dia lewati.

Saya menarik napas panjang, separuh lega dan separuh masih merasa heran. "mbak, kamu tahu nggak, tadi Ibu hampir kena serangan jantung gara-gara golok itu?" Saya mencoba menunjukkan ekspresi serius, meskipun ada senyum kecil yang mulai tersungging di bibir saya. Dia tertawa lagi. "Maaf ya, Bu! Tapi, teman-teman juga bakal kaget kok, hehehe. Kan seru ngeprank mereka!" katanya dengan nada penuh semangat. Dia mengayunkan golok itu seolah-olah sedang berakting menjadi pendekar dalam film.

Saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. "Mbak, ngeprank itu boleh-boleh saja, asal nggak bikin orang lain takut atau merasa nggak nyaman. Kamu tahu nggak, tadi Ibu sampai gemetaran melihat kamu bawa golok ini." "Eh, iya ya? Maaf, Bu. Tapi tenang aja, teman-teman saya juga pasti bakal ketawa kok nanti," jawabnya sambil menggaruk kepalanya, tampak sedikit merasa bersalah. "Yah, oke lah. Tapi lain kali, pikirkan dulu baik-baik sebelum ngeprank. Jangan sampai orang lain salah paham," pesan saya sambil melanjutkan langkah ke arah halaman depan ruang guru.

Dia hanya mengangguk, masih dengan senyum di wajahnya. Setelah itu, dia berjalan menuju kumpulan teman-temannya di pojok lapangan. Saya mengamati dari kejauhan bagaimana dia beraksi dengan golok. Teman-temannya terlihat kaget, beberapa bahkan menjerit kecil. Namun, begitu menyadari bahwa itu hanya lelucon, mereka semua tertawa bersama, termasuk dia yang kelihatan puas dengan "aksi panggung"-nya.

Meski akhirnya lega mengetahui itu hanya prank, kejadian ini membuat saya merenung. Betapa mudahnya kita terkecoh oleh apa yang tampak di permukaan. Saya juga belajar sesuatu dari dia hari ini.  Kadang-kadang, humor bisa mencairkan suasana tegang, asal dilakukan dengan cara yang tepat dan tidak berlebihan. Saat tersenyum sendiri. "Bukan cuma temanmu yang kena prank." gumam saya pelan, "ternyata Ibu juga.

Cepu, 30 November 2024

 

 


 

Jumat, 29 November 2024

Keseruan lomba estafet sarung



Karya: Gutamining Saida

Hari Guru di SMPN 1 Kedungtuban tahun ini terasa berbeda dari biasanya. Selain acara formal seperti upacara, bapak ibu guru dan karyawan memutuskan untuk mengadakan berbagai perlombaan yang melibatkan seluruh guru dan karyawan. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah lomba sarung estafet, sebuah permainan baru yang belum pernah diadakan sebelumnya.

Lomba sarung estafet adalah permainan tim yang menggunakan sarung sebagai alat utama. Cara bermainnya cukup sederhana, tetapi penuh tantangan dan tawa. Dalam satu tim, setiap anggota harus bergantian memakai sarung dari kepala hingga kaki, tangan selalu bergandengan lalu memberikan sarung itu kepada anggota berikutnya. Proses ini dilakukan hingga semua anggota tim menyelesaikan giliran mereka, dan tim yang paling cepat menyelesaikan dua kali putaran dinyatakan sebagai pemenang.

Kesederhanaan aturan tidak berarti mudah dalam pelaksanaannya. Membungkus tubuh dengan sarung, apalagi dengan waktu terbatas dan di bawah tekanan tawa penonton, bisa menjadi momen yang sangat menggelikan.

Tujuan lomba ini bukan hanya untuk meramaikan Hari Guru, tetapi juga untuk mempererat hubungan antar guru dan karyawan, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak. Selain itu, lomba ini memberikan kesempatan untuk mengurangi ketegangan dan stres setelah menjalani rutinitas mengajar. Dengan tertawa bersama, suasana kekeluargaan dan semangat tim semakin terasa.

Karena lomba ini baru pertama kali diadakan di SMPN 1 Kedungtuban, panitia merasa perlu memberikan gambaran tentang cara bermainnya. Sebelum lomba dimulai, panitia mengumpulkan semua peserta di lapangan untuk menjelaskan aturan main. Sebagai tambahan, mereka juga memutar video lomba serupa yang dikenal dengan nama lomba sarung berantai.

Melihat video tersebut, sebagian guru tertawa geli membayangkan kesulitan yang akan mereka hadapi. Ada yang berkomentar, "Wah, ini kayaknya bakal seru banget, tapi juga susah!" Setelah penjelasan selesai, semua peserta terlihat antusias, meskipun beberapa ibu-ibu mengaku agak khawatir jika gerakan mereka nanti terlihat lucu di depan penonton.

Tibalah hari yang dinanti. Tepat di lapangan sekolah, para peserta berkumpul dengan semangat. Panitia telah menyiapkan sarung-sarung yang akan digunakan dalam lomba. Suasana semakin meriah karena siswa-siswa yang tergabung dalam OSIS  diundang  sebagai juri sekaligus sebagai penonton, memberi semangat kepada guru-guru mereka.

Lomba dibagi menjadi dua periode. Periode pertama untuk ibu-ibu, sementara periode kedua untuk bapak-bapak.

Ketika ibu-ibu mulai bersiap, suasana penuh tawa. Sebagian dari mereka berusaha menyesuaikan strategi tim, tetapi ada juga yang pasrah dan mengatakan, "Pokoknya yang penting ikut seru-seruan saja!"

Ketika peluit pertama ditiup, perlombaan dimulai. Ibu pertama dalam tiap tim dengan cepat memasukkan sarung ke tubuhnya. Ada saja yang mengalami kesulitan, terutama ketika sarung tersangkut di kepala atau kaki. Penonton tak henti-hentinya tertawa, terutama ketika seorang peserta dengan tubuh gendut tampak kesulitan mengatur posisi sarung agar bisa masuk.

Setelah giliran ibu pertama selesai, sarung harus segera diberikan kepada peserta berikutnya. Di sinilah muncul momen-momen paling menghibur. Proses pergantian sarung sering kali berujung kacau karena sarung tersangkut, atau kedua peserta justru terjerat sarung bersamaan. Tidak jarang, mereka saling tarik sambil tertawa hingga hampir terjatuh.

Ketika giliran bapak-bapak dimulai, suasana semakin heboh. Para bapak, dengan tubuh yang sebagian besar lebih besar dibanding ibu-ibu, menghadapi tantangan tambahan saat mengenakan sarung. Ada yang kesulitan menarik sarung ke atas karena ukurannya yang pas-pasan, membuat para penonton tertawa terbahak-bahak.

Beberapa di antaranya memilih cara “kreatif” seperti langsung memasukkan sarung ke badan untuk menghemat waktu, meskipun hasilnya sering berujung gagal. Salah satu momen paling lucu terjadi ketika seorang bapak mencoba melepas sarung terlalu cepat, sehingga dia justru hampir jatuh. Untungnya, dia segera bangkit sambil tersenyum, menerima tawa penonton dengan lapang dada.

Lomba ini dilakukan dalam dua putaran untuk setiap periode. Di akhir perlombaan, suasana penuh kegembiraan dan keakraban. Para peserta, meskipun kelelahan, tidak henti-hentinya tertawa sambil menceritakan ulang pengalaman mereka selama lomba.

Yang menarik, meskipun ada pemenang resmi dalam setiap periode, semua peserta merasa seperti pemenang. Lomba ini bukan tentang siapa yang tercepat atau paling hebat, melainkan tentang kebersamaan dan keseruan yang dirasakan bersama.

Setelah lomba usai, beberapa guru memberikan tanggapan positif tentang acara ini. "Ini benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Saya harap tahun depan kita bisa mengadakan lomba seperti ini lagi, mungkin dengan variasi permainan yang lain," kata salah satu ibu guru.

Lomba sarung estafet ini membuktikan bahwa kesederhanaan dapat menciptakan kebahagiaan. Di tengah rutinitas mengajar. Kegiatan seperti ini adalah momen untuk melepaskan penat dan mempererat hubungan antarguru. Hari Guru tahun ini benar-benar menjadi hari yang istimewa dan tak terlupakan. Dengan semangat dan tawa yang masih tersisa, para guru pulang membawa kenangan manis yang akan selalu dikenang sebagai bagian dari perayaan Hari Guru di SMPN 1 Kedungtuban. Semoga terhibur.

Kedungtuban, 27 November 2024

 



 

Kesabaran Bu Ningsih

 



Karya: Gutamining Saida

Di sebuah desa kecil yang asri, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, seorang guru bernama Bu Ningsih setiap pagi berjuang menempuh perjalanan sejauh 15 kilometer menuju tempatnya mengajar. Jalan berliku, berbatu, dan sesekali berlobang seribu menjadi teman setianya. Namun, semangatnya tak pernah pudar karena ia tahu bahwa pendidikan adalah kunci bagi anak-anak desa untuk menggapai mimpi.

Bu Ningsih telah mengabdikan diri sebagai pendidik di SMP satu kurang lebih dari satu dekade. Meski lelah fisik sering dirasakan, ia selalu merasa bahagia melihat murid-muridnya tersenyum ketika memahami pelajarannya. Sayangnya, pada suatu pagi, tubuhnya mulai memberontak. Nyeri di tulang punggung yang ia rasakan selama beberapa bulan terakhir semakin parah. Setiap kali ia harus mengendarai motornya melewati jalan bergelombang, rasa sakit itu seperti menusuk hingga ke tulang belakang. Ia tahu, ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan.

Dengan berat hati, Bu Ningsih memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia menderita masalah serius pada tulang punggungnya. Dokter menyarankan agar ia mengurangi aktivitas berat, termasuk perjalanan jauh setiap hari. Saran ini menjadi pukulan berat baginya. Ia tak ingin meninggalkan anak didiknya, namun kesehatan juga tidak bisa dikompromikan.

Setelah berdiskusi panjang dengan keluarganya, Bu Ningsih akhirnya memutuskan untuk mengajukan mutasi ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Keputusan itu ia ambil dengan hati yang berat, namun ia yakin ini adalah langkah terbaik untuk kesehatannya.

Hari berikutnya, ia menghadap kepala sekolah dengan membawa hasil diagnosis dokter sebagai bukti. Dengan penuh rasa hormat, Bu Ningsih menyampaikan permohonan mutasinya. Kepala sekolah, yang sudah lama mengenal Bu Ningsih, tampak terkejut sekaligus sedih. Namun, ia memahami kondisi tersebut dan memberikan izin. “Saya akan sangat merasa kehilangan seorang guru di sini, Bu Ningsih. Tapi kesehatan adalah yang utama. Segeralah buat surat permohonan mutasi dan ajukan ke dinas,” ujar kepala sekolah dengan nada lirih.

Bu Ningsih segera membuat surat permohonan mutasi dan melengkapinya dengan dokumen pendukung, termasuk surat keterangan dari dokter. Ia berharap prosesnya akan berjalan lancar. Pada hari yang telah ditentukan, ia pergi ke dinas pendidikan kabupaten dengan membawa berkas tersebut.

Namun, kenyataan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Saat tiba di dinas, ia mendapat kabar bahwa pengajuan mutasinya harus menunggu tanda tangan bupati. Sayangnya, bupati sedang cuti untuk keperluan pemilihan kepala daerah (pilkada). Proses administratif pun tertunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Bu Ningsih merasa kecewa, namun ia tahu bahwa tak ada gunanya marah atau menyerah. Ia pulang dengan perasaan campur aduk, mencoba mencari cara untuk bertahan hingga proses mutasi selesai.

Hari-hari berikutnya terasa berat bagi Bu Ningsih. Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai guru, meski rasa sakit di punggung sering kali membuatnya hampir menyerah. Setiap pagi, ia berusaha menguatkan diri untuk menempuh perjalanan yang melelahkan. Di sekolah, ia tetap memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya, meski tubuhnya menjerit kesakitan.

Di sela-sela waktu luangnya, Bu Ningsih terus memantau perkembangan proses mutasi. Ia sesekali menghubungi petugas dinas untuk menanyakan kabar. Jawaban yang ia terima selalu sama. Sabar adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki. Dalam kesunyian malam, ia sering merenung dan berdoa, berharap Allah Subhanahu Wata’alla memberikan kekuatan dan kemudahan baginya.

Cepu, 29 November 2024

Rabu, 27 November 2024

Suasana Pilkada Serentak

 



Karya: Gutamining Saida

Rabu pagi 27 November 2024, suasana di Desa Balun, terasa berbeda dari biasanya. Biasanya, jalan raya di sekitar desa ini penuh dengan kendaraan yang melintas, bunyi klakson, dan aktivitas warga yang sibuk berjualan atau berlalu-lalang. Namun hari ini, jalanan sepi. Hanya sesekali ada sepeda motor atau mobil melintas pelan, seperti memahami bahwa hari ini adalah hari Istimewa yaitu Pilkada serentak.

Di dekat Posyandu RT 04 RW 06, TPS telah berdiri kokoh sejak semalam. Meja-meja telah disusun rapi, petugas KPPS mengenakan seragam lengkap, dan kotak suara siap menyambut ribuan suara yang akan menentukan masa depan daerah mereka. Pilkada kali ini bertujuan untuk memilih wakil rakyat di tingkat kabupaten dan provinsi. Di Kabupaten Blora, terdapat dua calon yang bersaing ketat untuk menduduki kursi bupati. Sementara di tingkat provinsi, dua calon gubernur juga bertarung untuk merebut kepercayaan rakyat.

Di desa Balun ini, kesadaran untuk memilih sudah tertanam kuat. Tokoh yang dituakan sering mengingatkan bahwa setiap suara itu berarti. “Memilih itu bukan hanya hak, tapi juga kewajiban,” kata Pak Agus ketua RT, salah satu tokoh masyarakat yang dikenal bijaksana. Menurutnya, setiap orang memiliki tanggung jawab moral untuk berpartisipasi dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka.

“Pilkada ini adalah cara kita menyuarakan hati. Kalau kita tidak memilih, bagaimana kita bisa berharap ada perubahan? Kita memilih bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk anak-anak kita, untuk masa depan desa ini,” lanjutnya.

Bagi banyak warga, Pilkada bukan sekadar formalitas. Mereka melihatnya sebagai momen penting untuk menyampaikan aspirasi mereka. Mereka berharap pemimpin yang terpilih akan membawa perubahan positif, memperbaiki infrastruktur desa, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan memberikan perhatian lebih pada pendidikan.

Di TPS dekat Posyandu RT 04, petugas sibuk memeriksa daftar pemilih tetap, memastikan kotak suara dalam kondisi aman, dan menyusun surat suara. Pukul delapan pagi, TPS resmi dibuka. Warga mulai berdatangan, membawa kartu pemilih dan identitas diri.

TPS ini cukup ramai, namun tetap tertib. Semua orang mematuhi protokol yang ada. Setelah mencoblos, jari telunjuk mereka dicelupkan ke tinta ungu sebagai tanda bahwa mereka telah menggunakan hak pilih.

Pilkada selalu menjadi momen yang penuh harapan. Meski tak ada pesta meriah dengan makanan atau hiburan, warga merasa ini adalah pesta demokrasi yang sesungguhnya. Mereka datang ke TPS dengan satu tujuan yaitu memilih pemimpin yang amanah dan peduli pada kepentingan rakyat. Ini pesta demokrasi kita. Mungkin tidak ada makan-makan seperti pesta pernikahan, tapi ini lebih penting. Ini tentang masa depan kita semua,” ujar salah seorang ibu-ibu.

“Harapan saya sederhana,” kata seorang ibu rumah tangga. “Saya ingin pemimpin yang bisa membawa Blora ini lebih maju, yang tidak hanya duduk di kantor, tapi benar-benar turun ke lapangan melihat apa yang dibutuhkan masyarakat.”

Pilkada juga menjadi pengingat bagi warga tentang pentingnya persatuan. Meski ada perbedaan pilihan, mereka tetap menjaga kerukunan. Di luar TPS, mereka masih bisa bercanda dan berbicara seperti biasa. “Pilihan boleh beda, tapi kita tetap saudara. Jangan sampai Pilkada membuat kita terpecah belah,” ujar Pak Dar seorang pedagang sayur.

Setelah selesai mencoblos, warga kembali ke rumah masing-masing. Ada yang melanjutkan aktivitas seperti biasa, ada pula yang berkumpul di warung untuk berdiskusi ringan tentang calon-calon yang mereka pilih.

Meski begitu, semua warga memiliki harapan yang sama yaitu semoga pemimpin yang terpilih adalah orang yang amanah, yang mampu mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya. Mereka berharap tidak hanya janji manis saat kampanye, tetapi juga tindakan nyata setelah terpilih.

“Semoga pemimpin baru nanti bisa membawa perubahan. Kita butuh pemimpin yang bisa mendengar suara kita, yang peduli pada masalah-masalah kecil di desa ini,” kata Pak Rahmat sebelum pulang

Pilkada serentak di Desa Balun berjalan lancar. Meski sederhana, pesta demokrasi ini meninggalkan kesan mendalam bagi setiap warga. Mereka telah menyuarakan hati mereka, dan kini mereka menanti hasilnya dengan penuh harap. Sebuah harapan bahwa suara kecil mereka akan membawa perubahan besar bagi masa depan.

Cepu, 27 November 2024


Nasi Goreng Dengan Seribu Kreasi


Karya: Gutamining Saida

Hari guru jatuh pada tanggal 25 November,  suasana di SMP 1 Kedungtuban terasa lebih meriah dari biasanya. Para guru, baik bapak maupun ibu, bersatu dalam kelompoknya. Beberapa membawa nasi goreng dari rumah, sementara yang lain membawa buah, sayuran untuk hiasan serta alat-alat untuk menyajikan. Sibuk menyiapkan, menyusun bahan-bahan di atas meja yang sudah disediakan. Hari itu adalah momen yang ditunggu-tunggu yaitu lomba  menyajikan nasi goreng.

Nasi goreng, siapa yang tidak mengenalnya? Masakan khas Indonesia ini memang sudah menjadi makanan sehari-hari di hampir setiap rumah. Biasanya, nasi goreng disajikan untuk keluarga sebagai menu sarapan cepat atau solusi mengolah nasi sisa agar tidak terbuang. Namun, kali ini nasi goreng tidak hanya sekadar untuk dinikmati, tetapi juga dinilai dalam kompetisi hari guru.

Mengapa dipilih nasi goreng sebagai tema lomba? Alasannya sederhana. Pertama, nasi goreng adalah hidangan yang praktis. Proses memasaknya tidak memakan waktu lama, dan bahan-bahannya pun mudah didapatkan. Kedua, meskipun sederhana, nasi goreng menawarkan ruang yang luas untuk berkreasi. Setiap orang bisa menambahkan bahan dan cita rasa unik yang mencerminkan kepribadian mereka. Ketiga, karena nasi goreng merupakan hidangan yang akrab di semua kalangan, lomba ini menjadi kompetisi yang merangkul seluruh guru tanpa merasa terintimidasi oleh teknik masak yang rumit.

Lomba ini bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang kreativitas dalam menata dan menyajikan nasi goreng. Sebuah hidangan, meskipun lezat, akan terasa lebih istimewa jika disajikan dengan indah. Seni menghias makanan, atau sering disebut food plating, adalah aspek penting dalam lomba ini.

“Menata makanan itu ibarat menciptakan lukisan di atas piring. Penampilan yang menarik akan membuat orang lebih tertarik mencicipi,” ujar Bu Richa, guru seni budaya sekaligus salah satu peserta.

Dalam lomba ini, setiap tim diberi waktu satu jam untuk menyajikan nasi goreng mereka. Tidak hanya cita rasa yang menjadi penilaian, kesesuaian tema, dan kreativitas dalam penyajian. Beberapa tim membawa cetakan berbentuk kura-kura, mangkok, buah untuk membentuk nasi goreng, sementara yang lain menghias piring dengan irisan mentimun, wortel, slada, buah bit, cabai dan lainnya.

Penghiasan bukan hanya soal estetika. Dalam kompetisi seperti ini, menghias makanan menunjukkan usaha dan keseriusan peserta dalam menampilkan hasil terbaik mereka. Selain itu, makanan yang dihias dengan baik juga mencerminkan rasa hormat terhadap juri dan penikmatnya. Sebagai juri dalam lomba ini adalah siswa yang tergabung dalam OSIS.

“Menghias nasi goreng itu seperti memberikan sentuhan terakhir. Meskipun rasanya sudah enak, tapi kalau dihias dengan cantik, makanan itu akan terasa lebih spesial,” kata Bu Azkia, guru IPA yang terkenal dengan keuletannya.

Saat lomba dimulai, suasana langsung berubah menjadi riuh. Aroma nasi goreng memenuhi udara. Para guru yang biasanya serius di ruang kelas, kini terlihat sibuk menata nasi goreng di meja yang sudah disediakan di ruang kelas 8G. Ada yang fokus mencetak nasi dengan serius, ada pula yang sambil bercanda dan saling menggoda. Menata hiasan di piring, menyobek daun pisang untuk hiasan piring, mengupas buah, mengiris sayuran.

Sementara itu, di sudut lain, tim Bu Askia sedang sibuk menata nasi goreng berbentuk kura-kura. Mereka menambahkan sosis yang dibentuk cumi-cumi, irisan sosis dinentuk ikan laut dan wortel sebagai bunga dan sebagai.

Lomba ini tidak hanya bertujuan untuk menunjukkan keterampilan para guru, tetapi juga mempererat kebersamaan. Dalam keseharian, guru-guru sering sibuk dengan tugas masing-masing. Namun, melalui kegiatan seperti ini, mereka bisa saling berbagi tawa, ide, dan pengalaman.

Selain itu, lomba ini juga mengajarkan nilai-nilai penting, seperti kerja sama tim, kreativitas, dan apresiasi terhadap seni kuliner. Kepala sekolah juga tergabung dalam satu tim di kelompok menjadi salah satu peserta

Ketika waktu habis, semua peserta menampilkan hasil kreasi mereka di meja. Juri, yang terdiri dari siswa, terlihat terkesan. Mereka mencicipi setiap hidangan dengan penuh perhatian, mencatat nilai untuk rasa, kreativitas, dan presentasi. Setelah diskusi panjang, akhirnya diumumkan bahwa juara pertama, kedua dan ketiga.

Lomba nasi goreng ini berakhir dengan tepuk tangan meriah dan tawa bahagia. Meskipun ada pemenang, semua peserta merasa senang karena telah berpartisipasi. Mereka kembali ke ruang guru dengan cerita-cerita lucu yang akan dikenang.

“Yang penting bukan menang atau kalah, tapi kita semua bisa menikmati momen ini bersama,” kata Pak Bambang sambil tersenyum. Hari itu, nasi goreng menjadi lebih dari sekadar makanan. Ia menjadi simbol kebersamaan, kreativitas, dan semangat positif di antara para guru SMP 1 Kedungtuban.

Kedungtuban, 25 November 2024

 




 

Selasa, 26 November 2024

Kesabaran Dan Harapan

 


Karya: Gutamining Saida

Di sebuah desa kecil yang asri, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, seorang guru bernama Bu Ningsih setiap pagi berjuang menempuh perjalanan sejauh 15 kilometer menuju tempatnya mengajar. Jalan berliku, berbatu, dan sesekali berlobang seribu menjadi teman setianya. Namun, semangatnya tak pernah pudar karena ia tahu bahwa pendidikan adalah kunci bagi anak-anak desa untuk menggapai mimpi.

Bu Ningsih telah mengabdikan diri sebagai pendidik di SMP satu kurang lebih dari satu dekade. Meski lelah fisik sering dirasakan, ia selalu merasa bahagia melihat murid-muridnya tersenyum ketika memahami pelajarannya. Sayangnya, pada suatu pagi, tubuhnya mulai memberontak. Nyeri di tulang punggung yang ia rasakan selama beberapa bulan terakhir semakin parah. Setiap kali ia harus mengendarai motornya melewati jalan bergelombang, rasa sakit itu seperti menusuk hingga ke tulang belakang. Ia tahu, ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan.

Dengan berat hati, Bu Ningsih memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia menderita masalah serius pada tulang punggungnya. Dokter menyarankan agar ia mengurangi aktivitas berat, termasuk perjalanan jauh setiap hari. Saran ini menjadi pukulan berat baginya. Ia tak ingin meninggalkan anak didiknya, namun kesehatan juga tidak bisa dikompromikan.

Setelah berdiskusi panjang dengan keluarganya, Bu Ningsih akhirnya memutuskan untuk mengajukan mutasi ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Keputusan itu ia ambil dengan hati yang berat, namun ia yakin ini adalah langkah terbaik untuk kesehatannya.

Hari berikutnya, ia menghadap kepala sekolah dengan membawa hasil diagnosis dokter sebagai bukti. Dengan penuh rasa hormat, Bu Ningsih menyampaikan permohonan mutasinya. Kepala sekolah, yang sudah lama mengenal Bu Ningsih, tampak terkejut sekaligus sedih. Namun, ia memahami kondisi tersebut dan memberikan izin. “Saya akan sangat merasa kehilangan seorang guru di sini, Bu Ningsih. Tapi kesehatan adalah yang utama. Segeralah buat surat permohonan mutasi dan ajukan ke dinas,” ujar kepala sekolah dengan nada lirih.

Bu Ningsih segera membuat surat permohonan mutasi dan melengkapinya dengan dokumen pendukung, termasuk surat keterangan dari dokter. Ia berharap prosesnya akan berjalan lancar. Pada hari yang telah ditentukan, ia pergi ke dinas pendidikan kabupaten dengan membawa berkas tersebut.

Namun, kenyataan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Saat tiba di dinas, ia mendapat kabar bahwa pengajuan mutasinya harus menunggu tanda tangan bupati. Sayangnya, bupati sedang cuti untuk keperluan pemilihan kepala daerah (pilkada). Proses administratif pun tertunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Bu Ningsih merasa kecewa, namun ia tahu bahwa tak ada gunanya marah atau menyerah. Ia pulang dengan perasaan campur aduk, mencoba mencari cara untuk bertahan hingga proses mutasi selesai.

Hari-hari berikutnya terasa berat bagi Bu Ningsih. Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai guru, meski rasa sakit di punggung sering kali membuatnya hampir menyerah. Setiap pagi, ia berusaha menguatkan diri untuk menempuh perjalanan yang melelahkan. Di sekolah, ia tetap memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya, meski tubuhnya menjerit kesakitan.

Di sela-sela waktu luangnya, Bu Ningsih terus memantau perkembangan proses mutasi. Ia sesekali menghubungi petugas dinas untuk menanyakan kabar. Jawaban yang ia terima selalu sama. Sabar adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki. Dalam kesunyian malam, ia sering merenung dan berdoa, berharap Allah Subhanahu Wata’alla memberikan kekuatan dan kemudahan baginya.

Cepu, 24 November 2024


Kebebasan di Hari Guru

Karya: Gutamining saida

Hari Guru selalu menjadi momen istimewa yang dinanti oleh para pendidik di seluruh negeri. Di SMPN 1 Kedungtuban, peringatan Hari Guru tahun ini berlangsung dengan suasana yang berbeda dan penuh kehangatan. Usai upacara resmi memperingati Hari Guru, para guru saling memberikan ucapan selamat dan doa di lapangan. Sesama ibu-ibu saling berpelukan. Namun, ada satu hal yang membuat perayaan kali ini lebih istimewa yaitu sebuah usulan cerdas dari Bu Yulis, salah satu guru senior yang ada di sekolah.

Saat pertemuan dengan kepala sekolah di ruang guru. Bu Yulis usul punya usul diterima. Yaitu saat Hari Guru tanggal 25 November nanti, ada moment yang istimewa diantaranya diadakan lomba yang diikuti oleh bapak ibu guru. Bu Yulis mengangkat tangannya dan dengan penuh semangat berkata, “Bagaimana kalau setelah upacara, para guru diberikan kebebasan dalam bentuk lomba-lomba? Satu hari saja, kita bisa benar-benar menikmati udara segar tanpa harus memikirkan administrasi atau tanggung jawab lainnya.”

Bapak Kepala sekolah dalam rapat mengangguk setuju. Ide itu seperti angin segar yang membawa harapan baru bagi guru di lingkungan sekolah. Kepala sekolah, yang biasanya sangat disiplin dan tidak memperbolehkan ada jam kosong (jamkos). Beliau tampak mempertimbangkan usulan itu dengan serius. Setelah beberapa saat, ia akhirnya berkata, “Baiklah, kita coba tahun ini. Tapi, sebagai gantinya, kita harus membuat lomba kegiatan yang bermakna untuk para guru.”

Kepala sekolah memanggil beberapa guru ke ruangannya untuk koordinasi singkat. “Saya ingin kita mengadakan lomba kecil-kecilan untuk para guru hari ini,” katanya sambil tersenyum kecil, sesuatu yang jarang terlihat. “Tujuannya bukan untuk mencari juara, tetapi untuk menghilangkan penat dan menciptakan keakraban. Bagaimana pendapat bapak ibu guru?”

Semua yang hadir di ruang kepala sekolah setuju dengan ide tersebut. Setelah berdiskusi, akhirnya disepakati tiga lomba yang akan diadakan yaitu lomba menghias dan menyajikan nasi goreng, lomba games memasukkan bola, dan lomba memasukkan sarung berantai. Pembagian kelompok dilakukan secara acak menggunakan undian, agar tidak ada kesenjangan atau pembentukan kelompok berdasarkan kedekatan pribadi.

Tidak berapa lama dibentuklah tim lomba. Nah, inilah daftar peserta tim lomba

Pembagian kelompok lomba nasi goreng yaitu

Kelompok 1  : Rahayu, Gutamining Saida, Sri Suryani, Jasmani

Kelompok 2  : Imron, Triyuni, Pramono, Sri Mulyani

Kelompok 3  : Yulistyaningsih, Angga, Dian Cipto, Alwi

Kelompok 4  : Richa Kurnila, Aisyah K, Heppy, Nanda

Kelompok 5 : Andaeni, Hanifah, Ahmad Najib, Endang Triningsih

Kelompok 6  : Heny P, Yudistira , Aprista P, Edi Setyono

Kelompok 7  : Cicik , Tulas Agus,  Sri Endri, Nur Hamim

Kelompok 8  : Sutris, Anggi, Laras, Yuli Alfiati

Kelompok 9  : Bambang S, Pandu a, Maryati, Azkia

Kelompok 10: Rini, Sarti, Iip, Prasetya Cahyo

Kelompok Games Memasukkan Bola dan game memasukkan sarung dengan tangan bergandengan.

Kelompok 1   : Bu Yuli, Bu Anggi, Bu Laras, Bu Yayuk, Bu Mariyati

Kelompok 2   : Bu Anda, Bu Heppy, Bu Nanda, Bu Rini, Bu Richa

Kelompok 3   : Bu Azkia, Bu Cicik, Bu Yani, Bu Aprista, Bu Endri

Kelompok 4   : Bu Dian, Bu Hanifah, Bu Sarti, Bu Mul, Bu Aisyah

Kelompok 5   : Bu Kris, Bu Endang, Bu Saida, Bu Yulis, Bu Heny

Kelompok 6  : Pak Pras, Pak Hamim, Pak Imron, Pak Pandu, Pak Pram

Kelompok 7   : Pak Bambang, Pak Angga, Pak Alwi, Pak Sutris, Pak Najib

Kelompok 8   : Pak Edi, Pak Yudis, Pak Tulas, Pak Jasmani

“Harapannya, kita bukan hanya merayakan Hari Guru, tetapi juga merayakan kebersamaan dan kerja sama kita sebagai pendidik,” ujar kepala sekolah dengan senyum bangga. Selepas upacara hari guru, ditutup dengan sesi foto bersama. Para guru dengan wajah berseri, membawa kenangan manis yang akan terus diingat. Hari Guru kali ini bukan hanya sekadar peringatan, tetapi juga sebuah perayaan kebebasan, keseruan, dan keakraban yang sesungguhnya.

Kedungtuban, 25 November 2024

 

 


 

Minggu, 24 November 2024

Membangun Sinergi dan Evaluasi


Karya: Gutamining Saida

Malam Minggu yang biasanya tenang, kali ini berubah menjadi waktu yang penuh aktivitas untuk para guru di SMPN 1 Kedungtuban. Tepat pukul 19.00, gladi bersih untuk kegiatan Komunitas Belajar (Kombel) dimulai. Agenda ini adalah persiapan penting untuk memastikan kelancaran pelaksanaan kegiatan utama yang akan diadakan esok malam hari. Dengan harapan dapat menyempurnakan segala detail teknis.  Gladi bersih ini menjadi langkah awal dalam meningkatkan kualitas dan efektivitas Kombel.

Di ruang virtual yang sudah ditentukan, beberapa guru mulai bergabung sesuai waktu yang dijadwalkan. Sebagian terlihat antusias menyiapkan materi dan memastikan kelengkapan teknis berjalan dengan baik. Seperti biasa dalam kegiatan daring, ada saja guru yang belum menunjukkan kehadirannya. Beberapa tidak menampakkan diri secara virtual, entah karena kendala teknis atau alasan lainnya. Meski demikian, semangat kebersamaan tetap terasa di antara para peserta yang hadir.

Gladi bersih dimulai dengan perkenalan dari moderator. Sang moderator memberikan penjelasan singkat tentang tujuan dan tata cara pelaksanaan. Penekanan diberikan pada pentingnya mematuhi aturan yang sudah dibuat dalam komunitas belajar. Semua elemen, mulai dari durasi waktu, pengaturan sesi, hingga alur diskusi, diharapkan bisa diuji cobakan dengan sebaik-baiknya malam ini.

"Gladi bersih ini bukan hanya sekadar formalitas. Kita ingin melihat apakah waktu yang kita alokasikan sudah cukup, dan apakah semua bisa berjalan sesuai aturan," ujar moderator dengan nada tegas namun ramah.

Setiap guru yang hadir diminta untuk memainkan perannya masing-masing seperti yang akan dilakukan pada hari pelaksanaan. Beberapa bertugas sebagai narasumber.  Sementara yang lain menjadi peserta yang memberikan tanggapan atau pertanyaan. Gladi bersih pun berjalan dengan lancar.  meski tak lepas dari beberapa kendala kecil seperti jaringan yang kurang stabil.

Seiring berjalannya gladi bersih, beberapa catatan penting mulai muncul. Ada sesi yang terlalu panjang sehingga memakan waktu lebih dari yang direncanakan, sementara sesi lain terasa terlalu singkat dan tidak cukup memberikan ruang untuk diskusi. Hal ini menjadi perhatian utama bagi moderator dan tim pengarah kegiatan. Peserta sempat keluar masuk ruang virtual karena masalah koneksi. Meskipun demikian, hal ini dianggap sebagai bagian dari proses pembelajaran. Gladi bersih sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah sebelum kegiatan utama berlangsung.

Gladi bersih malam itu berakhir tepat pukul 21.00 sesuai jadwal. Meskipun tidak semua berjalan mulus, kegiatan ini memberikan gambaran yang jelas tentang apa saja yang perlu diperbaiki.

Malam itu meskipun narasumber tampak lelah, semua yang hadir merasa bahwa waktu yang mereka luangkan tidak sia-sia. Gladi bersih ini menjadi momen penting untuk membangun sinergi dan memperkuat komitmen bersama dalam komunitas belajar. Dengan semangat kebersamaan, para guru SMPN 1 Kedungtuban yakin bahwa mereka akan terus berkembang dan memberikan yang terbaik bagi siswa-siswanya.

Gladi bersih komunitas belajar SMPN 1 Kedungtuban yang dilaksanakan malam ini menjadi bukti nyata. Bahwa persiapan adalah kunci keberhasilan. Meskipun ada beberapa kekurangan, semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri menjadi nilai utama yang tercermin dari kegiatan ini. Para guru yang hadir tidak hanya berlatih secara teknis, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan tanggung jawab terhadap tugas masing-masing.

Ke depan, harapannya Kombel dapat semakin efektif dalam menjalankan misinya sebagai wadah belajar dan berbagi ilmu. Dengan terus mengasah kemampuan dan memperbaiki kekurangan, SMPN 1 Kedungtuban akan mampu menciptakan komunitas belajar yang berkualitas dan inspiratif bagi semua anggotanya. Semangat terus bapak ibu guru. Semoga semakin maju dan manfaat bagi dunia Pendidikan.

Cepu, 24 Noverber 2024

 



 

Giat Mingguku



Karya: Gutamining Saida

Minggu pagi yang cerah, saya bersiap menghadiri pertemuan rutin dua bulanan bersama teman-teman rombongan haji 2011. Tradisi ini telah berlangsung selama lebih dari satu dekade, meski tahun demi tahun jumlah pesertanya semakin menyusut. Dari sekitar 40 orang yang dulu setia hadir, kini hanya tersisa 25 orang. Sebagian dari mereka telah berpulang ke Rahmatullah. Sementara lainnya pindah ke luar kota karena mengikuti keluarga atau tuntutan kehidupan. Saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk tetap hadir dan berkumpul dalam lingkaran kebersamaan ini.

Pertemuan kali ini diadakan di rumah salah satu anggota di pinggiran kota Cepu. Beliau bernama bapak haji Sono. Lokasinya tidak terlalu jauh, namun perjalanan ke sana menjadi waktu yang berharga untuk merenung. Sepanjang jalan, pikiran saya melayang ke masa-masa saat kami bersama-sama menunaikan ibadah haji. Wajah-wajah teman seperjuangan saat itu satu per satu muncul dalam ingatan, membawa rasa hangat sekaligus haru.

Saat tiba di lokasi, rumah tuan rumah sudah menyambut dengan suasana kekeluargaan. Beberapa wajah yang sudah mulai menua tersenyum menyambut, melambaikan tangan, atau memberi pelukan hangat. Ada rasa rindu yang tak terlukiskan setiap kali bertemu mereka. Kebahagiaan sederhana semacam ini adalah salah satu nikmat yang sering kali terabaikan.

Kami memulai pertemuan seperti biasa, diawali dengan doa pembukaan. Sambutan tuan rumah. Dilanjutkan membaca Al Barjanji bersama yang dipimpin oleh bapak haji Muslikin. Siraman Rohani oleh ketua rombongan haji istiqomah. Suara-suara yang terdengar sudah tidak lagi sekuat dulu, namun setiap lantunan doa terasa penuh makna dan khidmat. Kebersamaan membawa kenangan manis ketika kami melaksanakan ibadah di Mekah dan Madinah. Kala itu, kami sering mengisi waktu dengan beribadah bersama.

Kenangan itu kini terasa semakin istimewa. Masing-masing dari kami telah melewati perjalanan panjang sejak pulang dari tanah suci, menghadapi berbagai tantangan dan ujian kehidupan. Ada yang diberi rezeki melimpah, ada yang harus berjuang dengan kesehatan, namun semua sepakat bahwa pengalaman haji adalah momen yang selalu memberi kekuatan.

Setelah sesi ngaji bersama, kami berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing. Tuan rumah bercerita tentang bahagianya akan diberikan cucu, sementara anggota lain menceritakan pengalaman menghadiri pernikahan saudara, awal bertemunya dengan suami. Obrolan ini terasa begitu akrab dan menghangatkan hati. Meski usia semakin bertambah, semangat berbagi dan saling mendoakan tetap menjadi bagian dari pertemuan ini.

Ada juga saat haru ketika mengenang teman-teman yang sudah tiada. Salah seorang anggota membaca daftar nama mereka, lalu kami bersama-sama mendoakan mereka dengan kirim Al Fatihah. "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka, menerima amal ibadah mereka, dan mempertemukan kita kembali di surga-Nya kelak," ucap salah seorang dengan suara pelan namun penuh keyakinan.

Pertemuan ini bukan sekadar ajang silaturahmi. Tetapi juga sarana untuk saling mengingatkan akan tujuan hidup yang sesungguhnya. Di tengah canda dan tawa, sering kali terselip nasihat-nasihat bijak yang datang dari pengalaman hidup masing-masing.

Salah satu momen yang selalu dinanti adalah sesi makan siang bersama. Tuan rumah kali ini menyajikan hidangan nasi putih, asem-asem daging, rawon, kare ayam, sambal goreng kentang, mie goreng, telor asin, krupuk udang. Dilengkapi dengan es rujak. Karena saat ini sekaligus syukuran atas diberikan nikmat Allah, menantunya telah mengandung lima bulan.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Seusai makan siang, pertemuan diakhiri dengan pembahasan ringan tentang rencana pertemuan berikutnya. Jatuh pada bulan Januari yang akan datang di Sambong di rumah bapak haji Sodiq. Sebelum bulan puasa masih ada pertemuan dua kali.

Saat beranjak pulang, ada perasaan lega dan bahagia yang mengisi hati. Meski tubuh mulai menua, pertemuan ini memberi energi baru. Rasanya seperti mendapatkan suntikan semangat untuk terus melanjutkan perjalanan hidup dengan penuh syukur dan tawakal.

Saya merenung sepanjang perjalanan pulang. Dalam hati, saya bersyukur atas nikmat umur panjang yang masih diberikan oleh Allah. Betapa besar karunia-Nya dengan mempertemukan saya dengan orang-orang yang mengingatkan akan pentingnya berbuat baik, bersyukur, dan terus mendekatkan diri kepada-Nya.

Pertemuan ini juga menjadi pengingat bahwa hidup adalah perjalanan sementara. Kebersamaan dengan teman-teman haji ini adalah salah satu anugerah yang harus dijaga. Selama masih diberi kesempatan, saya bertekad untuk terus hadir dan berpartisipasi, bukan hanya sebagai bentuk silaturahmi, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga kenangan indah di tanah suci tetap hidup dalam hati.

Hari itu, saya pulang dengan hati yang penuh rasa syukur. Syukur atas teman-teman yang masih setia menjaga ikatan ini.  Syukur atas kenangan berharga yang tak tergantikan, dan syukur atas kehidupan yang terus berjalan dengan segala nikmat dan ujian yang menyertainya. Pertemuan ini bukan hanya pertemuan fisik, tetapi juga pertemuan hati, penguat iman, dan pengingat untuk terus menyiapkan bekal menuju kehidupan yang abadi. Semoga kita diberi umur Panjang dan tambah rajin ibadah.

Cepu, 24 November 2024

 




 

Guru Juga Butuh Latihan


Karya: Gutamining Saida

Hari-hari menjelang Hari Guru Nasional di sekolah semakin terasa meriah. Para guru mulai sibuk mempersiapkan berbagai acara, termasuk upacara bendera yang akan menjadi puncak perayaan. Uniknya, kali ini para guru tidak hanya menjadi pengawas, tetapi juga menjadi petugas upacara nantinya. Sebelum menjadi petugas beneran ternyata para guru juga perlu berlatih.

"Siaaaaap, grak!" komando pemimpin upacara yaitu Pak Yudis.  Kepala sekolah sebagai Pembina upacara. Para guru yang bertugas sebagai pemimpin pasukan, dengan sigap menyesuaikan posisi di depan pasukan. Ada Pak Najib, Pak Bambang, dan Pak Edi yang tampak gagah sebagai pemimpin barisan. Di barisan depan, Pak Angga, Bu Mulyani, dan Pak Khamim, petugas pengibar bendera. Mereka sedang berlatih dengan serius. Gerakan mereka sudah cukup luwes, namun tetap saja ada beberapa koreksi yang diberikan oleh bapak ibu guru.

"Pak Angga, saat menurunkan bendera, pandangan lurus ke depan ya!" tegur Pak Alwi. Pak Angga mengangguk patuh.

Sementara itu di barisan depan, Bu Anggi dan Bu Laras sebagai pembawa acara. Mereka sedang berlatih dialog. Suara mereka lantang dan jelas, namun masih ada beberapa bagian yang perlu diperbaiki. Pak Pandu, guru Bahasa Indonesia petugas membacakan UUD 1945, juga tidak mau kalah. Ia berlatih jalan.

"Latihan koor, siap!" seru Bu Cicik. Guru Bahasa Inggris yang sekaligus menjadi dirigen regu koor. Seluruh guru pun menyahut dengan semangat. Mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu mars PGRI, lagu mengheningkan cipta dengan kompak, namun nada masih terdengar sedikit fals.

"Lebih keras lagi, Bu! Bayangkan kita sedang menyanyikan lagu kebangsaan di hadapan seluruh siswa!" seru BuYulis. Para guru pun semakin bersemangat.

Namun di tengah semangat latihan, muncullah berbagai kejadian lucu. Pak Khamim yang biasanya kalem, tiba-tiba saja salah langkah saat berbaris. Sontak, para guru yang lain tertawa terbahak-bahak. Pak Khamim pun ikut tertawa, merasa geli.

"Pak Angga, fokus ya! Jangan sampai bendera kebalik!" canda Pak Khamim

Tidak hanya Pak Angga, para guru yang lain juga kerap melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang mengundang tawa. Ada yang lupa baris, ada yang salah mengucapkan teks, bahkan ada yang sampai tersandung tali sepatu. Namun, suasana tetap cair dan penuh keakraban.

"Latihan seperti ini memang seru," ujar Bu Suryani, guru IPS sambil menyeka keringat. "Kita jadi tahu betapa sulitnya menjadi petugas."

"Iya, Bu. Saya baru sadar kalau menjadi pemimpin pasukan itu tidak semudah yang saya bayangkan," timpal Pak Bambang.

Berlatih untuk menyamakan persepsi, menyamakan gerak. Seiring berjalannya waktu, latihan upacara semakin intensif. Para guru saling mengingatkan dan membantu satu sama lain. Mereka belajar dari kesalahan dan terus berusaha memperbaiki diri. Meskipun seringkali terjadi kehebohan dan kekacauan, namun semangat mereka untuk memberikan yang terbaik dalam perayaan Hari Guru besok tidak pernah luntur.

"Latihan seperti ini bukan hanya sekadar mempersiapkan upacara, tapi juga mempererat tali silaturahmi antar guru," ujar Pak Yudis. "Kita jadi lebih kompak dan saling mendukung."

"Terima kasih atas kerja samanya, rekan-rekan," ucap Pak Yudis sambil tersenyum. "Kita telah membuktikan bahwa guru juga bisa menjadi siswa yang baik."

Para guru pun bersorak gembira. Mereka menyadari bahwa menjadi guru tidak hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang belajar dan terus berkembang. Dan latihan upacara yang penuh kehebohan itu telah menjadi salah satu pengalaman tak terlupakan dalam hidup mereka.

Cepu, 22 November 2024




 

Jumat, 22 November 2024

GEBRESSST (Gerakan Bersama Senam, Sarapan dengan Sayur Sop dan Minum Tablet Tambah Darah)

                                         






Karya: Gutamining Saida

Setiap hari Jumat ke dua, suasana sekolah menjadi lebih semarak dengan adanya kegiatan rutin yang menyehatkan. Seluruh siswa mulai dari kelas 7 hingga 9, guru, dan karyawan berkumpul di lapangan untuk melakukan senam bersama. Adapun barisan senam sesuai kelas masing-masing. Setiap kelas ada dua baris ke belakang, dipasahkan antara perempuan dan laki-laki.

Senam bersama yang dilakukan secara rutin memiliki banyak manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Beberapa tujuan utama dari kegiatan ini antara lain:

  • Gerakan senam membantu meningkatkan kekuatan otot, daya tahan tubuh, dan fleksibilitas. Hal ini sangat penting untuk menjaga tubuh tetap sehat dan bugar.
  • Senam merangsang peredaran darah sehingga oksigen dan nutrisi dapat terdistribusi dengan baik ke seluruh tubuh, termasuk otak.
  • Olahraga seperti senam dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan konsentrasi. Siswa akan merasa lebih segar dan siap belajar setelah melakukan senam.
  • Senam mengajarkan pentingnya disiplin, kerjasama, dan semangat juang. Nilai-nilai positif ini akan sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah itu, mereka melanjutkan dengan sarapan bergizi di kelas masing-masing, ditemani oleh wali kelas. Kegiatan ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memiliki tujuan yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan dan prestasi belajar siswa, terutama para siswi.

Sarapan merupakan waktu makan yang sangat penting. Tubuh membutuhkan asupan energi untuk memulai aktivitas. Sayur sop dipilih sebagai menu sarapan karena kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, seperti:

  • Pertama: Serat membantu melancarkan pencernaan dan membuat perut terasa kenyang lebih lama.
  • Kedua: Sayuran mengandung berbagai macam vitamin dan mineral yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh, seperti vitamin A, C, dan berbagai jenis mineral.
  • Ketiga: Sayur sop mengandung banyak air yang membantu menjaga tubuh tetap terhidrasi.
  • Keempat: Sayur sop umumnya rendah lemak sehingga baik untuk kesehatan jantung.

Dengan mengonsumsi sayur sop saat sarapan, siswa akan mendapatkan energi yang cukup untuk belajar sepanjang hari dan terhindar dari masalah kesehatan seperti anemia dan obesitas.

Setelah beberapa saat selesai menikmati sarapan, bagi siswa Perempuan diwajibkan minum tablet tambah darah. Tablet tambah darah sangat penting bagi siswi, terutama yang sedang mengalami masa pubertas. Anemia atau kekurangan darah merupakan masalah kesehatan yang sering dialami oleh remaja putri. Kekurangan darah dapat menyebabkan lelah, lesu, dan mengganggu konsentrasi. Dengan mengonsumsi tablet tambah darah secara teratur, siswi dapat mencegah dan mengatasi anemia.

Pemilihan hari Jumat sebagai hari pelaksanaan kegiatan ini memiliki beberapa alasan:

  • Setelah seminggu beraktivitas, siswa dapat memulai akhir pekan dengan tubuh yang segar dan bugar.
  • Melakukan kegiatan secara rutin akan membuat siswa terbiasa dan lebih mudah disiplin.
  • Dengan jadwal yang tetap, sekolah dapat lebih mudah mengatur pelaksanaan kegiatan.

Semua siswa, guru, dan karyawan ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Setelah melakukan senam bersama, siswa kembali ke kelas masing-masing untuk sarapan. Wali kelas mendampingi siswa selama sarapan dan memastikan bahwa semua siswa mendapatkan makanan yang cukup.

Selain kegiatan di sekolah, peran orang tua sangat penting dalam mendukung kebiasaan hidup sehat pada anak. Orang tua dapat membantu anak dengan cara:

  • Orang tua menjadi contoh bagi anak dengan menerapkan pola hidup sehat.
  • Menyediakan berbagai macam makanan sehat dan bergizi di rumah.
  • Memastikan anak cukup tidur untuk menjaga kesehatan tubuh dan meningkatkan konsentrasi.

Kegiatan senam, sarapan sayur sop, dan minum tablet tambah darah merupakan upaya sekolah untuk meningkatkan kesehatan dan prestasi belajar siswa. Dengan melakukan kegiatan ini secara rutin, diharapkan siswa dapat tumbuh menjadi generasi muda yang sehat, cerdas, dan berenergi. Semoga bermanfaat.

Kedungtuban, 14 November 2024

 

 


Hebohnya Ruang Guru Di Pagi Hari

 


Pagi-pagi suasana di ruang guru SMPN 1 Kedungtuban terasa berbeda. Biasanya ruangan dipenuhi dengan obrolan ringan tentang rencana pembelajaran. Cerita-cerita tentang kejadian di kelas. Namun, kali ini suasana berubah menjadi lebih ramai dan penuh semangat. Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja melangkah masuk ruang guru.

“Pak Najib datang!” seru Bu Cicik dengan nada antusias.

Pak Najib, guru Agama Islam yang sudah beberapa hari absen karena istrinya baru saja melahirkan, akhirnya kembali masuk kerja. Penampilannya sedikit berbeda yaitu wajahnya terlihat lebih cerah meskipun ada sedikit kantung mata tanda begadang menjaga sang bayi.

“Oh, akhirnya datang juga ya, Pak Najib! Gimana kabarnya?” tanya Bu Suryani sambil tersenyum lebar.

“Alhamdulillah baik, Bu,” jawab Pak Najib sambil tersenyum canggung, mencoba menata pecinya.

Namun, sebelum sempat duduk, Bu Mul langsung menembakkan pertanyaan yang sudah lama mengendap di benaknya. “Anaknya laki apa perempuan, Pak?”

“Laki-laki, Bu,” jawab Pak Najib dengan bangga.

“Wah, pasti ganteng banget ya, Pak! Namanya siapa?” selidik Bu Endang yang ikut bergabung.

“Namanya Naju ya, lanjut Bu Rini. Apa itu Naju? Pak Najib balik bertanya.

Bu Rini, mencoba menjelaskan sambil senyum-senyum. Naju kepanjangan dari Najib Junior, ya pak. Semua yang ada di ruang guru langsung heboh.

Doakan ya, semoga jadi anak yang sholeh,” jawab Pak Najib, suaranya terdengar penuh rasa syukur.

“Masya Allah, nama yang bagus sekali,” timpal Bu Endang, yang duduk di sudut ruangan.

Tiba-tiba Bu Suryani  ikut nimbrung. “Pak, istri Bapak gimana? Masih di rumah sakit atau sudah pulang ke rumah?”

“Nanti sore, Bu. Alhamdulillah sehat, meskipun masih butuh banyak istirahat,” jawab Pak Najib sambil menarik napas panjang.

Pertanyaan demi pertanyaan terus berdatangan tanpa jeda. Ada yang bertanya soal proses kelahiran, ada yang penasaran tentang wajah sang bayi, bahkan ada yang ingin tahu berat badannya. Pak Najib mencoba menjawab satu per satu dengan sabar, tetapi jelas terlihat ia mulai kewalahan.

“Pak Najib, bayinya rambutnya bagaimana? Lebat apa jarang?” tanya Bu Suryani dengan wajah penasaran.

“Hmm, sepertinya lebat, Bu,” jawab Pak Najib sambil terkekeh kecil.

“Wah, berarti ganteng seperti Bapaknya, nanti jadi pemain bola,” goda Bu Nanda, yang langsung disambut tawa oleh guru-guru lainnya.

 


Karya: Gutamining Saida

Pagi-pagi suasana di ruang guru SMPN 1 Kedungtuban terasa berbeda. Biasanya ruangan dipenuhi dengan obrolan ringan tentang rencana pembelajaran. Cerita-cerita tentang kejadian di kelas. Namun, kali ini suasana berubah menjadi lebih ramai dan penuh semangat. Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja melangkah masuk ruang guru.

“Pak Najib datang!” seru Bu Cicik dengan nada antusias.

Pak Najib, guru Agama Islam yang sudah beberapa hari absen karena istrinya baru saja melahirkan, akhirnya kembali masuk kerja. Penampilannya sedikit berbeda yaitu wajahnya terlihat lebih cerah meskipun ada sedikit kantung mata tanda begadang menjaga sang bayi.

“Oh, akhirnya datang juga ya, Pak Najib! Gimana kabarnya?” tanya Bu Suryani sambil tersenyum lebar.

“Alhamdulillah baik, Bu,” jawab Pak Najib sambil tersenyum canggung, mencoba menata pecinya.

Namun, sebelum sempat duduk, Bu Mul langsung menembakkan pertanyaan yang sudah lama mengendap di benaknya. “Anaknya laki apa perempuan, Pak?”

“Laki-laki, Bu,” jawab Pak Najib dengan bangga.

“Wah, pasti ganteng banget ya, Pak! Namanya siapa?” selidik Bu Endang yang ikut bergabung.

“Namanya Naju ya, lanjut Bu Rini. Apa itu Naju? Pak Najib balik bertanya.

Bu Rini, mencoba menjelaskan sambil senyum-senyum. Naju kepanjangan dari Najib Junior, ya pak. Semua yang ada di ruang guru langsung heboh.

Doakan ya, semoga menjadi anak yang sholeh,” jawab Pak Najib, suaranya terdengar penuh rasa syukur.

“Masya Allah, nama yang bagus sekali,” timpal Bu Endang, yang duduk di tengah ruangan.

Tiba-tiba Bu Suryani  ikut nimbrung. “Pak, istri Bapak gimana? Masih di rumah sakit atau sudah pulang ke rumah?”

“Nanti sore, Bu. Alhamdulillah sehat, meskipun masih butuh banyak istirahat,” jawab Pak Najib sambil menarik napas panjang.

Pertanyaan demi pertanyaan terus berdatangan tanpa jeda. Ada yang bertanya soal proses kelahiran, ada yang penasaran tentang wajah sang bayi, bahkan ada yang ingin tahu berat badannya. Pak Najib mencoba menjawab satu per satu dengan sabar, tetapi jelas terlihat ia mulai kewalahan.

“Pak Najib, bayinya rambutnya bagaimana? Lebat apa jarang?” tanya Bu Suryani dengan wajah penasaran.

“Hmm, sepertinya lebat, Bu,” jawab Pak Najib sambil terkekeh kecil.

“Wah, berarti ganteng seperti Bapaknya, nanti jadi pemain bola,” goda Bu Nanda, yang langsung disambut tawa oleh guru-guru lainnya.

Di tengah kehebohan itu, Bu Cicik tiba-tiba berdiri dan berkata, “Pak Najib, kami semua mau mengucapkan selamat! Semoga anaknya jadi kebanggaan keluarga dan tumbuh sehat selalu.”

“Betul sekali. Ini berkah luar biasa, Pak. Selamat ya!” tambah Bu Endang, diikuti anggukan dari guru lainnya.

“Terima kasih banyak, Ibu-Ibu. Saya sangat bersyukur atas doa dan dukungannya. Semoga semuanya juga diberikan kebahagiaan dan kesehatan,” balas Pak Najib dengan penuh haru.

Tak lama kemudian, suasana mulai mereda. Pak Najib akhirnya bisa duduk dan membuka bukunya untuk mempersiapkan materi pelajaran. Meski lelah menjawab pertanyaan, wajahnya tetap memancarkan kebahagiaan. Pak Najib tersenyum sambil mengangguk. Dalam hati, ia merasa lega bisa kembali bekerja di lingkungan yang penuh kehangatan seperti ini. Hari itu, ruang guru kembali menjadi tempat penuh cerita dan kebersamaan. Semoga menginspirasi.

Cepu, 22 November 2024







Gercak di Sekolahku


 
Karya: Gutamining Saida

Suasana di SMPN 1 Kedungtuban terasa berbeda. Sebuah program penting yang dinamakan GERCAK (Gerakan Cegah Kanker) tengah berlangsung, bekerja sama dengan Puskesmas Kedungtuban. Imunisasi HPV (Human Papillomavirus) adalah pemberian vaksin untuk melindungi tubuh dari infeksi virus HPV yang merupakan penyebab utama berbagai penyakit. Termasuk kanker serviks, kanker anus, kanker orofaring serta kutil kelamin.

Program ini memberikan imunisasi HPV kepada siswi perempuan sebagai langkah pencegahan kanker serviks. Sejak pukul 09.00 WIB, tim dari Puskesmas yang terdiri dari ibu-ibu petugas imunisasi, tiba di sekolah dengan peralatan lengkap. Mereka disambut dengan hangat di ruang kaca oleh Kepala Sekolah, Bu Rini, Bu Heny dan Bu Saida. Kepala Sekolah dengan ramah menyampaikan apresiasinya terhadap kerja sama dengan pihak Puskesmas.

Di ruang kaca, tim BIAS HPV dari Puskesmas menjelaskan tujuan kedatangan mereka. Mereka akan memberikan imunisasi HPV pada lengan kiri bagian atas kepada siswi perempuan dari kelas 9. Dari kelas 9A hingga kelas 9G.

Setelah pengarahan selesai, pelaksanaan imunisasi dimulai dari kelas 9B. Keputusan ini diambil karena kelas 9A sedang menjalani ulangan, sehingga urutannya disesuaikan dengan jadwal. Satu per satu siswi dari kelas 9B memasuki ruang kaca. "Imunisasi ini adalah bentuk kepedulian terhadap kesehatan kalian. Jangan takut, ini demi masa depan kalian," ujarnya Tim HVP kepara siswi yang sudah mulai berkumpul di ruang kaca. Pelaksanaan imunisasi dimulai. Petugas yang melaksakan imunisasi tiga orang sedang yang lain membantu mempersiapkan alat dan vaksin. Di dalam ruangan, suasananya cukup teratur. Para petugas imunisasi sudah bersiap dengan peralatan medis mereka.

Bu Rini dan Bu Saida ikut memberikan penguatan kepada para siswi saat imunisasi dilaksanakan. Hal ini membuat para siswi lebih percaya diri dan tidak takut. Sadar pentingnya vaksinasi  meskipun sebagian dari mereka masih terlihat cemas.

Namun, tidak semua siswi terlihat tenang. Beberapa tampak percaya diri dan siap disuntik, sementara yang lain mulai menunjukkan berbagai ekspresi emosi. Ada yang tersenyum penuh semangat, tetapi ada juga yang terlihat gugup, menanggis. Ketika giliran pertama dimulai, seorang siswi yang tampak berani melangkah maju lebih dulu dan ia berhasil mendapatkan imunisasi dengan lancar. Di sisi lain, ada juga siswi yang sangat antusias. Mereka masuk dengan percaya diri. Bahkan memotivasi teman-temannya yang masih ragu.

Ketika giliran kelas 9D, suasana mulai berubah menjadi lebih heboh. Di antara para siswi, ada yang mulai menangis bahkan sebelum masuk ke ruang kaca. Beberapa harus dipeluk oleh teman-temannya untuk menenangkan diri. Salah satu siswi bahkan menolak masuk ruang kaca sambil menangis meraung-raung. Para guru yang mendampingi, termasuk Bu Rini bekerja keras memberikan motivasi dan dukungan moral kepada mereka.

"Ayo, ini tidak sakit kok, cuma sebentar," kata Bu Rini mencoba menenangkan salah satu siswi.
"Iya, ikhlaskan lenganmu untuk divaksin," ujar salah satu Tim dari puskesmas.

Ketika bel istirahat berbunyi, kegiatan imunisasi dihentikan sementara untuk memberikan waktu kepada para siswa dan siswi beristirahat. Mereka segera menuju kantin untuk membeli jajanan favorit mereka. Suasana kantin menjadi lebih hidup, dengan obrolan tentang pengalaman vaksinasi yang baru saja mereka alami. Ada yang membicarakan rasa nyeri di lengan, ada juga yang bercanda tentang siapa yang paling takut tadi.

Setelah istirahat selesai, kegiatan imunisasi dilanjutkan dengan giliran kelas 9D, 9A, 9F, dan 9G. Saat giliran kelas 9A tiba, beberapa siswi yang sudah selesai ulangan terlihat lebih santai dan langsung mengikuti proses vaksinasi tanpa banyak drama.

Saat giliran siswi dari kelas 9F dan 9G, berbagai reaksi emosional kembali terlihat. Ada yang meminta dipeluk oleh guru sebelum disuntik. Ada juga yang memejamkan mata dan menggenggam tangan teman di sebelahnya untuk mencari ketenangan. "Ayo, sudah selesai!" ujar Bu Saida sebab siswi tersebut masih tetap duduk belum beranjak dari kursi.

Beberapa siswi terlihat mencemaskan rasa sakit, meskipun para petugas imunisasi berulang kali menjelaskan bahwa hanya ada nyeri lokal sesaat setelah imunisasi, tanpa efek samping lainnya. Untuk siswi yang sudah selesai, rasa lega dan bangga terlihat jelas. Mereka bahkan membantu menyemangati teman-teman yang masih menunggu giliran.

Program GERCAK ini menjadi bukti nyata kepedulian Puskesmas Kedungtuban terhadap kesehatan generasi muda. Khususnya dalam pencegahan kanker serviks. Para petugas kesehatan yang sabar dan profesional membantu menciptakan suasana yang mendukung, meskipun tantangan emosional dari para siswi cukup menguji kesabaran mereka.

Setelah semua siswi selesai divaksin, Bu Rini mewakili kepala sekolah menyampaikan rasa terima kasihnya kepada tim dari Puskesmas Kedungtuban. "Kami sangat menghargai upaya ini. Semoga imunisasi ini memberikan manfaat besar untuk masa depan anak-anak kami," ujarnya.

Kegiatan GERCAK di SMPN 1 Kedungtuban tidak hanya memberikan kekebalan tubuh kepada para siswi tetapi juga mengajarkan mereka pentingnya menjaga kesehatan sejak dini. Meski penuh dengan kehebohan dan berbagai ekspresi emosi. Program ini berhasil diselesaikan dengan baik. Para siswi yang awalnya takut akhirnya bisa tersenyum lega setelah semuanya selesai.

Hari itu menjadi salah satu momen berharga di sekolah. Selain menambah wawasan kesehatan, kegiatan ini juga mempererat hubungan antar siswa, guru, dan petugas kesehatan. Semua pihak berharap, program seperti ini dapat terus dilaksanakan untuk mendukung kesehatan generasi penerus. GERCAK bukan sekadar singkatan, tetapi sebuah gerakan nyata memberikan perlindungan awal menuju masa depan yang lebih sehat. Semoga bermanfaat.

Kedungtuban, 21 November 2024