Hari guru jatuh pada tanggal 25
November, suasana di SMP 1 Kedungtuban
terasa lebih meriah dari biasanya. Para guru, baik bapak maupun ibu, bersatu
dalam kelompoknya. Beberapa membawa nasi goreng dari rumah, sementara yang lain
membawa buah, sayuran untuk hiasan serta alat-alat untuk menyajikan. Sibuk
menyiapkan, menyusun bahan-bahan di atas meja yang sudah disediakan. Hari itu
adalah momen yang ditunggu-tunggu yaitu lomba
menyajikan nasi goreng.
Nasi goreng, siapa yang tidak
mengenalnya? Masakan khas Indonesia ini memang sudah menjadi makanan
sehari-hari di hampir setiap rumah. Biasanya, nasi goreng disajikan untuk
keluarga sebagai menu sarapan cepat atau solusi mengolah nasi sisa agar tidak
terbuang. Namun, kali ini nasi goreng tidak hanya sekadar untuk dinikmati,
tetapi juga dinilai dalam kompetisi hari guru.
Mengapa dipilih nasi goreng
sebagai tema lomba? Alasannya sederhana. Pertama, nasi goreng adalah hidangan
yang praktis. Proses memasaknya tidak memakan waktu lama, dan bahan-bahannya
pun mudah didapatkan. Kedua, meskipun sederhana, nasi goreng menawarkan ruang
yang luas untuk berkreasi. Setiap orang bisa menambahkan bahan dan cita rasa
unik yang mencerminkan kepribadian mereka. Ketiga, karena nasi goreng merupakan
hidangan yang akrab di semua kalangan, lomba ini menjadi kompetisi yang
merangkul seluruh guru tanpa merasa terintimidasi oleh teknik masak yang rumit.
Lomba ini bukan hanya tentang
rasa, tetapi juga tentang kreativitas dalam menata dan menyajikan nasi goreng.
Sebuah hidangan, meskipun lezat, akan terasa lebih istimewa jika disajikan
dengan indah. Seni menghias makanan, atau sering disebut food plating, adalah
aspek penting dalam lomba ini.
“Menata makanan itu ibarat
menciptakan lukisan di atas piring. Penampilan yang menarik akan membuat orang
lebih tertarik mencicipi,” ujar Bu Richa, guru seni budaya sekaligus salah satu
peserta.
Dalam lomba ini, setiap tim
diberi waktu satu jam untuk menyajikan nasi goreng mereka. Tidak hanya cita
rasa yang menjadi penilaian, kesesuaian tema, dan kreativitas dalam penyajian.
Beberapa tim membawa cetakan berbentuk kura-kura, mangkok, buah untuk membentuk
nasi goreng, sementara yang lain menghias piring dengan irisan mentimun,
wortel, slada, buah bit, cabai dan lainnya.
Penghiasan bukan hanya soal
estetika. Dalam kompetisi seperti ini, menghias makanan menunjukkan usaha dan
keseriusan peserta dalam menampilkan hasil terbaik mereka. Selain itu, makanan
yang dihias dengan baik juga mencerminkan rasa hormat terhadap juri dan
penikmatnya. Sebagai juri dalam lomba ini adalah siswa yang tergabung dalam
OSIS.
“Menghias nasi goreng itu seperti
memberikan sentuhan terakhir. Meskipun rasanya sudah enak, tapi kalau dihias
dengan cantik, makanan itu akan terasa lebih spesial,” kata Bu Azkia, guru IPA yang
terkenal dengan keuletannya.
Saat lomba dimulai, suasana
langsung berubah menjadi riuh. Aroma nasi goreng memenuhi udara. Para guru yang
biasanya serius di ruang kelas, kini terlihat sibuk menata nasi goreng di meja
yang sudah disediakan di ruang kelas 8G. Ada yang fokus mencetak nasi dengan
serius, ada pula yang sambil bercanda dan saling menggoda. Menata hiasan di
piring, menyobek daun pisang untuk hiasan piring, mengupas buah, mengiris
sayuran.
Sementara itu, di sudut lain, tim
Bu Askia sedang sibuk menata nasi goreng berbentuk kura-kura. Mereka
menambahkan sosis yang dibentuk cumi-cumi, irisan sosis dinentuk ikan laut dan wortel
sebagai bunga dan sebagai.
Lomba ini tidak hanya bertujuan
untuk menunjukkan keterampilan para guru, tetapi juga mempererat kebersamaan.
Dalam keseharian, guru-guru sering sibuk dengan tugas masing-masing. Namun,
melalui kegiatan seperti ini, mereka bisa saling berbagi tawa, ide, dan
pengalaman.
Selain itu, lomba ini juga
mengajarkan nilai-nilai penting, seperti kerja sama tim, kreativitas, dan
apresiasi terhadap seni kuliner. Kepala sekolah juga tergabung dalam satu tim
di kelompok menjadi salah satu peserta
Ketika waktu habis, semua peserta
menampilkan hasil kreasi mereka di meja. Juri, yang terdiri dari siswa,
terlihat terkesan. Mereka mencicipi setiap hidangan dengan penuh perhatian,
mencatat nilai untuk rasa, kreativitas, dan presentasi. Setelah diskusi
panjang, akhirnya diumumkan bahwa juara pertama, kedua dan ketiga.
Lomba nasi goreng ini berakhir
dengan tepuk tangan meriah dan tawa bahagia. Meskipun ada pemenang, semua
peserta merasa senang karena telah berpartisipasi. Mereka kembali ke ruang guru
dengan cerita-cerita lucu yang akan dikenang.
“Yang penting bukan menang atau
kalah, tapi kita semua bisa menikmati momen ini bersama,” kata Pak Bambang
sambil tersenyum. Hari itu, nasi goreng menjadi lebih dari sekadar makanan. Ia
menjadi simbol kebersamaan, kreativitas, dan semangat positif di antara para
guru SMP 1 Kedungtuban.
Kedungtuban, 25 November 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar