Sabtu, 30 November 2024

Prank Dari Siswiku

Karya: Gutamining Saida

Sang mentari baru saja menembus celah-celah dedaunan di halaman sekolah. Udara segar dan suara Sepatu siswa yang sedang berjalan menjadi penyemangat saya untuk memulai aktivitas di sekolah. Usai mempersiapkan semuanya di ruang guru.  Saya memutuskan untuk keluar sejenak, mencari udara segar sambil menyapa siswa yang baru datang. Dengan penuh semangat, saya ucapkan salam dan senyum tentunya. Beberapa siswa membalas dan tersenyum bahagia.

Saat langkah saya di depan pintu ruang guru tiba-tiba dikejutkan oleh pandangan yang tidak biasa. Dua orang siswa berjalan semakin mendekat. Namanya saya tidak kenal karena tidak pernah mengajarnya. Yang membuat jantung saya nyaris berhenti adalah benda yang dia bawa sebuah golok besar yang tampak warna hitam di tangannya.

Langkah saya terhenti. Napas saya seolah tertahan di tenggorokan. "Apa-apaan ini?" pikir saya dalam hati. Golok itu terlihat nyata, bilahnya Panjang.  Saya mendadak gemetar. Pikiran buruk mulai melintas di benak saya. Apakah ini bagian dari masalah serius? Mengapa seorang siswa membawa golok ke sekolah? Apa yang dia rencanakan?

Dia terus melangkah mendekat. Jarak kami semakin dekat, dan saya tidak bisa mengalihkan pandangan dari benda tajam itu. "Bu, tenang, jangan panik," saya mencoba meyakinkan diri sendiri sambil menggenggam erat handphone di tangan, seolah itu bisa menjadi alat perlindungan.

Ketika dia tinggal beberapa langkah lagi dari saya, saya memberanikan diri untuk bertanya, meskipun suara saya terdengar sedikit gemetar. "Mbak, itu... itu apa yang kamu bawa?" Saya melontarkan pertanyaan dengan hati-hati, mencoba tidak menunjukkan ketakutan yang sebenarnya saya rasakan.

Alih-alih menjawab serius, dia malah tertawa. Tawa yang renyah, seperti tidak ada beban sama sekali. "Ini, Bu!" katanya sambil mengangkat golok itu lebih tinggi sehingga saya bisa melihatnya lebih jelas. "Untuk ngeprank teman-teman, Bu!" Dia menambahkan sambil tersenyum lebar.

Saya terdiam beberapa saat, mencoba mencerna apa yang baru saja dia katakan. Ngeprank? Jadi, ini semua hanya lelucon? Jantung saya yang tadi berdegup kencang perlahan mulai tenang. Namun, rasa kaget saya belum sepenuhnya hilang.

"Prank? Maksudmu ngeprank teman-temanmu dengan... golok ini?" tanya saya sambil menunjuk benda di tangannya. Meski sudah tahu jawabannya, saya tetap merasa perlu memastikan. "Iya, Bu! Ini golok mainan, kok. Lihat nih!" katanya sambil menggerakkan benda itu lebih dekat ke saya. Dia bahkan mengetuk-ngetuk bilahnya untuk menunjukkan bahwa golok itu terbuat dari kulit yang benih dalamnya sudah dibuang . Dekat dengan saya, ternyata memang benar, golok itu hanyalah mainan yang diambil dari jalanan yang dia lewati.

Saya menarik napas panjang, separuh lega dan separuh masih merasa heran. "mbak, kamu tahu nggak, tadi Ibu hampir kena serangan jantung gara-gara golok itu?" Saya mencoba menunjukkan ekspresi serius, meskipun ada senyum kecil yang mulai tersungging di bibir saya. Dia tertawa lagi. "Maaf ya, Bu! Tapi, teman-teman juga bakal kaget kok, hehehe. Kan seru ngeprank mereka!" katanya dengan nada penuh semangat. Dia mengayunkan golok itu seolah-olah sedang berakting menjadi pendekar dalam film.

Saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. "Mbak, ngeprank itu boleh-boleh saja, asal nggak bikin orang lain takut atau merasa nggak nyaman. Kamu tahu nggak, tadi Ibu sampai gemetaran melihat kamu bawa golok ini." "Eh, iya ya? Maaf, Bu. Tapi tenang aja, teman-teman saya juga pasti bakal ketawa kok nanti," jawabnya sambil menggaruk kepalanya, tampak sedikit merasa bersalah. "Yah, oke lah. Tapi lain kali, pikirkan dulu baik-baik sebelum ngeprank. Jangan sampai orang lain salah paham," pesan saya sambil melanjutkan langkah ke arah halaman depan ruang guru.

Dia hanya mengangguk, masih dengan senyum di wajahnya. Setelah itu, dia berjalan menuju kumpulan teman-temannya di pojok lapangan. Saya mengamati dari kejauhan bagaimana dia beraksi dengan golok. Teman-temannya terlihat kaget, beberapa bahkan menjerit kecil. Namun, begitu menyadari bahwa itu hanya lelucon, mereka semua tertawa bersama, termasuk dia yang kelihatan puas dengan "aksi panggung"-nya.

Meski akhirnya lega mengetahui itu hanya prank, kejadian ini membuat saya merenung. Betapa mudahnya kita terkecoh oleh apa yang tampak di permukaan. Saya juga belajar sesuatu dari dia hari ini.  Kadang-kadang, humor bisa mencairkan suasana tegang, asal dilakukan dengan cara yang tepat dan tidak berlebihan. Saat tersenyum sendiri. "Bukan cuma temanmu yang kena prank." gumam saya pelan, "ternyata Ibu juga.

Cepu, 30 November 2024

 

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar