Hari Guru di SMPN 1 Kedungtuban
tahun ini terasa berbeda dari biasanya. Selain acara formal seperti upacara,
bapak ibu guru dan karyawan memutuskan untuk mengadakan berbagai perlombaan
yang melibatkan seluruh guru dan karyawan. Salah satu yang paling mencuri
perhatian adalah lomba sarung estafet, sebuah permainan baru yang belum pernah
diadakan sebelumnya.
Lomba sarung estafet adalah
permainan tim yang menggunakan sarung sebagai alat utama. Cara bermainnya cukup
sederhana, tetapi penuh tantangan dan tawa. Dalam satu tim, setiap anggota
harus bergantian memakai sarung dari kepala hingga kaki, tangan selalu
bergandengan lalu memberikan sarung itu kepada anggota berikutnya. Proses ini
dilakukan hingga semua anggota tim menyelesaikan giliran mereka, dan tim yang
paling cepat menyelesaikan dua kali putaran dinyatakan sebagai pemenang.
Kesederhanaan aturan tidak
berarti mudah dalam pelaksanaannya. Membungkus tubuh dengan sarung, apalagi
dengan waktu terbatas dan di bawah tekanan tawa penonton, bisa menjadi momen
yang sangat menggelikan.
Tujuan lomba ini bukan hanya
untuk meramaikan Hari Guru, tetapi juga untuk mempererat hubungan antar guru
dan karyawan, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak. Selain itu, lomba ini memberikan
kesempatan untuk mengurangi ketegangan dan stres setelah menjalani rutinitas
mengajar. Dengan tertawa bersama, suasana kekeluargaan dan semangat tim semakin
terasa.
Karena lomba ini baru pertama
kali diadakan di SMPN 1 Kedungtuban, panitia merasa perlu memberikan gambaran
tentang cara bermainnya. Sebelum lomba dimulai, panitia mengumpulkan semua
peserta di lapangan untuk menjelaskan aturan main. Sebagai tambahan, mereka
juga memutar video lomba serupa yang dikenal dengan nama lomba sarung berantai.
Melihat video tersebut, sebagian
guru tertawa geli membayangkan kesulitan yang akan mereka hadapi. Ada yang
berkomentar, "Wah, ini kayaknya bakal seru banget, tapi juga susah!"
Setelah penjelasan selesai, semua peserta terlihat antusias, meskipun beberapa
ibu-ibu mengaku agak khawatir jika gerakan mereka nanti terlihat lucu di depan penonton.
Tibalah hari yang dinanti. Tepat
di lapangan sekolah, para peserta berkumpul dengan semangat. Panitia telah
menyiapkan sarung-sarung yang akan digunakan dalam lomba. Suasana semakin
meriah karena siswa-siswa yang tergabung dalam OSIS diundang sebagai juri sekaligus sebagai penonton,
memberi semangat kepada guru-guru mereka.
Lomba dibagi menjadi dua periode.
Periode pertama untuk ibu-ibu, sementara periode kedua untuk bapak-bapak.
Ketika ibu-ibu mulai bersiap,
suasana penuh tawa. Sebagian dari mereka berusaha menyesuaikan strategi tim,
tetapi ada juga yang pasrah dan mengatakan, "Pokoknya yang penting ikut
seru-seruan saja!"
Ketika peluit pertama ditiup,
perlombaan dimulai. Ibu pertama dalam tiap tim dengan cepat memasukkan sarung
ke tubuhnya. Ada saja yang mengalami kesulitan, terutama ketika sarung
tersangkut di kepala atau kaki. Penonton tak henti-hentinya tertawa, terutama
ketika seorang peserta dengan tubuh gendut tampak kesulitan mengatur posisi
sarung agar bisa masuk.
Setelah giliran ibu pertama
selesai, sarung harus segera diberikan kepada peserta berikutnya. Di sinilah
muncul momen-momen paling menghibur. Proses pergantian sarung sering kali
berujung kacau karena sarung tersangkut, atau kedua peserta justru terjerat
sarung bersamaan. Tidak jarang, mereka saling tarik sambil tertawa hingga
hampir terjatuh.
Ketika giliran bapak-bapak
dimulai, suasana semakin heboh. Para bapak, dengan tubuh yang sebagian besar
lebih besar dibanding ibu-ibu, menghadapi tantangan tambahan saat mengenakan
sarung. Ada yang kesulitan menarik sarung ke atas karena ukurannya yang pas-pasan,
membuat para penonton tertawa terbahak-bahak.
Beberapa di antaranya memilih
cara “kreatif” seperti langsung memasukkan sarung ke badan untuk menghemat
waktu, meskipun hasilnya sering berujung gagal. Salah satu momen paling lucu
terjadi ketika seorang bapak mencoba melepas sarung terlalu cepat, sehingga dia
justru hampir jatuh. Untungnya, dia segera bangkit sambil tersenyum, menerima
tawa penonton dengan lapang dada.
Lomba ini dilakukan dalam dua
putaran untuk setiap periode. Di akhir perlombaan, suasana penuh kegembiraan
dan keakraban. Para peserta, meskipun kelelahan, tidak henti-hentinya tertawa
sambil menceritakan ulang pengalaman mereka selama lomba.
Yang menarik, meskipun ada
pemenang resmi dalam setiap periode, semua peserta merasa seperti pemenang.
Lomba ini bukan tentang siapa yang tercepat atau paling hebat, melainkan
tentang kebersamaan dan keseruan yang dirasakan bersama.
Setelah lomba usai, beberapa guru
memberikan tanggapan positif tentang acara ini. "Ini benar-benar
pengalaman yang menyenangkan. Saya harap tahun depan kita bisa mengadakan lomba
seperti ini lagi, mungkin dengan variasi permainan yang lain," kata salah
satu ibu guru.
Lomba sarung estafet ini
membuktikan bahwa kesederhanaan dapat menciptakan kebahagiaan. Di tengah
rutinitas mengajar. Kegiatan seperti ini adalah momen untuk melepaskan penat
dan mempererat hubungan antarguru. Hari Guru tahun ini benar-benar menjadi hari
yang istimewa dan tak terlupakan. Dengan semangat dan tawa yang masih tersisa,
para guru pulang membawa kenangan manis yang akan selalu dikenang sebagai
bagian dari perayaan Hari Guru di SMPN 1 Kedungtuban. Semoga terhibur.
Kedungtuban, 27 November 2024
sehat terus buat bu saida dan guru guru lainnya
BalasHapusAlhamdulillah terimakasih doanya. Doa terbaik buat kamu juga
BalasHapus