Jumat, 29 November 2024

Keseruan lomba estafet sarung



Karya: Gutamining Saida

Hari Guru di SMPN 1 Kedungtuban tahun ini terasa berbeda dari biasanya. Selain acara formal seperti upacara, bapak ibu guru dan karyawan memutuskan untuk mengadakan berbagai perlombaan yang melibatkan seluruh guru dan karyawan. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah lomba sarung estafet, sebuah permainan baru yang belum pernah diadakan sebelumnya.

Lomba sarung estafet adalah permainan tim yang menggunakan sarung sebagai alat utama. Cara bermainnya cukup sederhana, tetapi penuh tantangan dan tawa. Dalam satu tim, setiap anggota harus bergantian memakai sarung dari kepala hingga kaki, tangan selalu bergandengan lalu memberikan sarung itu kepada anggota berikutnya. Proses ini dilakukan hingga semua anggota tim menyelesaikan giliran mereka, dan tim yang paling cepat menyelesaikan dua kali putaran dinyatakan sebagai pemenang.

Kesederhanaan aturan tidak berarti mudah dalam pelaksanaannya. Membungkus tubuh dengan sarung, apalagi dengan waktu terbatas dan di bawah tekanan tawa penonton, bisa menjadi momen yang sangat menggelikan.

Tujuan lomba ini bukan hanya untuk meramaikan Hari Guru, tetapi juga untuk mempererat hubungan antar guru dan karyawan, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak. Selain itu, lomba ini memberikan kesempatan untuk mengurangi ketegangan dan stres setelah menjalani rutinitas mengajar. Dengan tertawa bersama, suasana kekeluargaan dan semangat tim semakin terasa.

Karena lomba ini baru pertama kali diadakan di SMPN 1 Kedungtuban, panitia merasa perlu memberikan gambaran tentang cara bermainnya. Sebelum lomba dimulai, panitia mengumpulkan semua peserta di lapangan untuk menjelaskan aturan main. Sebagai tambahan, mereka juga memutar video lomba serupa yang dikenal dengan nama lomba sarung berantai.

Melihat video tersebut, sebagian guru tertawa geli membayangkan kesulitan yang akan mereka hadapi. Ada yang berkomentar, "Wah, ini kayaknya bakal seru banget, tapi juga susah!" Setelah penjelasan selesai, semua peserta terlihat antusias, meskipun beberapa ibu-ibu mengaku agak khawatir jika gerakan mereka nanti terlihat lucu di depan penonton.

Tibalah hari yang dinanti. Tepat di lapangan sekolah, para peserta berkumpul dengan semangat. Panitia telah menyiapkan sarung-sarung yang akan digunakan dalam lomba. Suasana semakin meriah karena siswa-siswa yang tergabung dalam OSIS  diundang  sebagai juri sekaligus sebagai penonton, memberi semangat kepada guru-guru mereka.

Lomba dibagi menjadi dua periode. Periode pertama untuk ibu-ibu, sementara periode kedua untuk bapak-bapak.

Ketika ibu-ibu mulai bersiap, suasana penuh tawa. Sebagian dari mereka berusaha menyesuaikan strategi tim, tetapi ada juga yang pasrah dan mengatakan, "Pokoknya yang penting ikut seru-seruan saja!"

Ketika peluit pertama ditiup, perlombaan dimulai. Ibu pertama dalam tiap tim dengan cepat memasukkan sarung ke tubuhnya. Ada saja yang mengalami kesulitan, terutama ketika sarung tersangkut di kepala atau kaki. Penonton tak henti-hentinya tertawa, terutama ketika seorang peserta dengan tubuh gendut tampak kesulitan mengatur posisi sarung agar bisa masuk.

Setelah giliran ibu pertama selesai, sarung harus segera diberikan kepada peserta berikutnya. Di sinilah muncul momen-momen paling menghibur. Proses pergantian sarung sering kali berujung kacau karena sarung tersangkut, atau kedua peserta justru terjerat sarung bersamaan. Tidak jarang, mereka saling tarik sambil tertawa hingga hampir terjatuh.

Ketika giliran bapak-bapak dimulai, suasana semakin heboh. Para bapak, dengan tubuh yang sebagian besar lebih besar dibanding ibu-ibu, menghadapi tantangan tambahan saat mengenakan sarung. Ada yang kesulitan menarik sarung ke atas karena ukurannya yang pas-pasan, membuat para penonton tertawa terbahak-bahak.

Beberapa di antaranya memilih cara “kreatif” seperti langsung memasukkan sarung ke badan untuk menghemat waktu, meskipun hasilnya sering berujung gagal. Salah satu momen paling lucu terjadi ketika seorang bapak mencoba melepas sarung terlalu cepat, sehingga dia justru hampir jatuh. Untungnya, dia segera bangkit sambil tersenyum, menerima tawa penonton dengan lapang dada.

Lomba ini dilakukan dalam dua putaran untuk setiap periode. Di akhir perlombaan, suasana penuh kegembiraan dan keakraban. Para peserta, meskipun kelelahan, tidak henti-hentinya tertawa sambil menceritakan ulang pengalaman mereka selama lomba.

Yang menarik, meskipun ada pemenang resmi dalam setiap periode, semua peserta merasa seperti pemenang. Lomba ini bukan tentang siapa yang tercepat atau paling hebat, melainkan tentang kebersamaan dan keseruan yang dirasakan bersama.

Setelah lomba usai, beberapa guru memberikan tanggapan positif tentang acara ini. "Ini benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Saya harap tahun depan kita bisa mengadakan lomba seperti ini lagi, mungkin dengan variasi permainan yang lain," kata salah satu ibu guru.

Lomba sarung estafet ini membuktikan bahwa kesederhanaan dapat menciptakan kebahagiaan. Di tengah rutinitas mengajar. Kegiatan seperti ini adalah momen untuk melepaskan penat dan mempererat hubungan antarguru. Hari Guru tahun ini benar-benar menjadi hari yang istimewa dan tak terlupakan. Dengan semangat dan tawa yang masih tersisa, para guru pulang membawa kenangan manis yang akan selalu dikenang sebagai bagian dari perayaan Hari Guru di SMPN 1 Kedungtuban. Semoga terhibur.

Kedungtuban, 27 November 2024

 



 

2 komentar:

  1. sehat terus buat bu saida dan guru guru lainnya

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah terimakasih doanya. Doa terbaik buat kamu juga

    BalasHapus