gutaminingsaida SMPN 3 CEPU
Kamis, 01 Mei 2025
Kremes Bu Wiwik
Tanggal Merah
Karya :Gutamining Saida
Tanggal merah yang saya tunggu-tunggu akhirnya tiba. Di tengah rutinitas yang padat, libur sehari saja bisa menjadi oase yang menyegarkan jiwa. Saya dan teman sepakat untuk menghabiskan hari itu dengan berlibur ke tempat yang berbeda dari biasanya. Bukan ke mal atau pusat kota, tapi ke alam terbuka yang bisa membuat kami lebih dekat dengan Sang Pencipta. Pilihan kami jatuh pada Goa Terawang.
Goa Terawang terletak di daerah yang masih asri. Perjalanan menuju ke sana cukup menyenangkan, meski ada sedikit tantangan karena butuh waktu dua jam. Namun, semua itu sebanding dengan pemandangan yang kami temui begitu sampai di lokasi. Hamparan pepohonan hijau, suasana asri dan udara segar tanpa polusi menyambut kami dengan ramah. Rasanya seperti masuk ke dunia yang lain yaitu dunia yang tenang dan damai, jauh dari hiruk pikuk kota.
Setelah memarkir kendaraan, kami berjalan kaki menuju mulut goa. Di sepanjang jalan, tampak beberapa papan informasi tentang sejarah Goa Terawang dan peringatan untuk menjaga kebersihan serta keselamatan. Di sisi jalan, tampak beberapa kera bergelantungan di dahan pohon. Awalnya kami agak ragu, karena sering mendengar cerita tentang kera yang suka merebut makanan atau mengganggu wisatawan. Kera-kera di sini tampaknya berbeda.
Seekor kera mendekati pengunjung, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda agresif. Ia hanya duduk sambil memandangi kami, seolah mengamati siapa yang datang hari ini. Beberapa pengunjung lain juga tampak berinteraksi dengan kera-kera itu. Ada yang memberi makanan, ada yang hanya mengambil foto, vidio dari kejauhan. Menariknya, kera-kera itu tidak saling berebut saat diberi makanan. Mereka menunggu dengan sabar, dan jika ada yang mendapat roti, yang lain akan menoleh ke arah pemberi makanan tanpa menunjukkan rasa iri.
Pengunjung yang awalnya takut, mulai menunjukkan rasa penasaran. "Boleh nggak aku kasih roti?" tanya kepada teman sambil mengeluarkan sebungkus roti dari tas. "Lempar aja ya. Pelan-pelan aja, biar mereka nggak kaget," jawab dia.
Pengunjung itu berjalan perlahan dan meletakkan sepotong roti di atas batu. Seekor kera kecil mendekat, mengambil roti, lalu duduk di pinggir jalan dan mulai memakannya perlahan. Pengunjung tertawa senang, "Lucu banget. Kayak ngerti kalau ada yang mau berbagi."
Kami melanjutkan perjalanan menuju goa. Di sepanjang jalan, tampak beberapa kelompok kera lain yang tampak santai di sekitar pohon dan batu-batu besar. Suasananya begitu damai, hingga saya tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Allah Subhanahu Wata'alla dalam hati. Sungguh, betapa sempurnanya ciptaan Allah. Hewan yang selama ini sering dianggap mengganggu, di tempat ini justru hidup harmonis dengan manusia. "MasyaAllah, ternyata hewan pun bisa bersikap sopan kalau diperlakukan dengan baik."
Sesampainya di mulut goa, kami disambut udara sejuk dari dalam goa yang alami. Suara tetesan air dari langit-langit goa menciptakan musik alam yang menenangkan. Kami duduk di salah satu sisi, mengamati bebatuan stalaktit dan stalagmit yang terbentuk dari proses ribuan tahun. Sinar matahari yang masuk melalui celah goa menambah keindahan panorama alam ini.
Tidak jauh dari tempat kami duduk, terlihat sekelompok wisatawan lain yang juga beristirahat. Seorang ibu dengan anak kecil tampak mengambil foto bersama. Kadang menyuruh anaknya kadang berdua. Semua pengunjung asyik mengabadikan dirinya di goa Terawang.
Saya pun jadi merenung. Mungkin selama ini kita terlalu cepat menilai binatang sebagai pengganggu, padahal sebenarnya mereka hanya mengikuti naluri. Jika mereka merasa aman dan tidak diusik, mereka bisa menjadi sahabat yang menenangkan, bahkan mengajarkan kita tentang kesabaran, ketenangan, dan hidup berdampingan.
Dalam perjalanan pulang, kami kembali melewati beberapa ekor kera yang kini tampak sedang bermain. Ada yang bergelantungan, ada yang saling mengelus bulu satu sama lain, ada juga yang hanya duduk memandangi lalu lalang manusia. Saya melihat kembali pengunjung memberi kacang kepada seekor kera yang mendekat, dan lagi-lagi kera itu menerimanya dengan sikap tenang.
Hari itu menjadi salah satu hari libur yang paling berkesan bagi kami. Bukan karena wahana mewah atau permainan seru, tapi karena pelajaran sederhana yang kami dapat dari alam dan makhluk kecil bernama kera. Kami pulang dengan hati ringan, membawa serta rasa syukur yang lebih besar kepada Sang Pencipta. Bahwa setiap makhluk, sekecil apapun, memiliki peran dan keindahan tersendiri dalam semesta ciptaan Allah Subhanahu Wata'alla.
Cepu, 1 Mei 2025