Senin, 17 November 2025

Petik Dan Panen Buah

Karya : Gutamining Saida 
Jam pelajaran terakhir selalu memiliki cerita. Ada cerita lelah, cerita bosan, cerita kantuk, dan terkadang cerita hilangnya fokus. Bagi saya, kelas 8F adalah ruang tempat saya belajar bahwa semangat itu bisa tumbuh dari hal-hal kecil, jika kita mau berusaha menyalakannya. Saya kembali melangkah menuju kelas dengan hati yang sudah siap menghadapi segala kemungkinan. Saya tahu, jam terakhir tidak pernah mudah, baik bagi siswa maupun bagi guru.

Saya membawa setumpuk gambar buah yang telah saya siapkan sejak pagi. Gambar-gambar itu di baliknya saya tuliskan pertanyaan. Setiap buah saya bayangkan sebagai jembatan kecil yang akan menghubungkan anak-anak dengan materi hari ini yaitu pengaruh agama Islam di Indonesia. Materi yang sarat makna, sarat nilai, tetapi bisa terasa berat bila tidak dipresentasikan dengan cara yang menyentuh.

Saat memasuki kelas 8F, saya mendapati sebagian anak terlihat letih. Ada yang menyandarkan kepala ke meja, ada yang memutar-mutar pulpen, dan ada pula yang menatap jam dinding seolah berharap jarumnya bisa bergerak lebih cepat. Mereka mungkin lelah, tetapi mereka tetap harus belajar bersama saya mata pelajaran IPS. 

Saya memutuskan untuk mengawali pembelajaran dengan lembut. Saya bercerita tentang bagaimana agama Islam hadir di Nusantara bukan dengan kekerasan, tetapi dengan keteladanan, perdagangan, akhlak, dan pernikahan. Saya berbicara pelan-pelan, seolah mengajak mereka berjalan pelan dalam sejarah, bukan sekadar mempelajarinya. Sedikit demi sedikit, saya melihat mata-mata itu mulai fokus ke pembelajaran. Suasana kelas menjadi tenang, namun tenang yang penuh perhatian.

Ketika materi utama selesai saya sampaikan, kini bukan waktunya memaksa mereka berpikir terlalu berat. Justru inilah saat untuk menghadirkan kehangatan, keceriaan, dan energi segar. Maka saya mengeluarkan gambar buah-buahan yang penuh warna. Mereka melihatnya dengan tatapan penasaran.

“Baik anak-anak,” kata saya, “sekarang kita akan petik buah. Tapi ini bukan sembarang buah. Ini buah ilmu.”

Sekejap saja, suasana kelas berubah. Mata-mata yang tadi sayu menjadi berbinar. Senyum yang tadi tipis menjadi melebar. Bahkan ada yang menggigit bibir menahan tawa karena terlalu bersemangat.

“Bu, saya mau yang jeruk MBG!”
“Bu, saya pilih semangka!”
“Bu, saya mau apel yang merah itu, ya!”

Anak-anak berdiri dari kursi mereka maju satu per satu, memilih buah seolah memilih hadiah yang sangat mereka tunggu. Setiap anak membawa buah ke mejanya, kemudian membaliknya dengan hati-hati, menemukan pertanyaan di belakangnya, lalu menulis jawaban di buku masing-masing.

Yang membuat hati saya hangat bukan hanya karena mereka mau mengerjakan, tetapi karena mereka mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Mereka tidak sekadar menulis jawaban. Mereka seperti ingin membuktikan bahwa mereka bisa, meski lelah, meski ini jam terakhir.

Ada momen-momen kecil yang membuat saya terkesan.Mario yang biasanya pendiam dia ikut  memilih buah dan mengerjakan. 

Jesika, siswa yang sering mengeluh malas, hari itu justru tersenyum lebar sambil berkata, “Bu, boleh tukar buah lagi? Saya mau coba soal yang lain.”
Saya mengangguk dengan bangga.

Abid yang suka bercanda, hari itu menjadi sangat serius. Ia menunduk, memegang pena dengan mantap, benar-benar ingin memberikan jawaban terbaik.

Kelas 8F berubah seperti kebun ilmu yang sedang berbuah. Setiap siswa adalah pohon yang sedang merunduk karena buahnya matang. Saya berdiri di tengah-tengah mereka, menyaksikan betapa indahnya saat anak-anak benar-benar terlibat dalam proses belajar. Tidak ada kantuk. Tidak ada keluhan. Tidak ada tatapan kosong. Yang ada hanya tangan-tangan kecil yang terus bergerak, kepala-kepala yang menunduk penuh kesungguhan, dan wajah-wajah yang menyimpan rasa ingin tahu.

Ketika waktu hampir habis, saya mengajak mereka kembali duduk untuk refleksi singkat. Saya bertanya kepada mereka. “Bagaimana pembelajaran kita hari ini?”
Banyak sekali jawabannya. "senang, seru," 

Ada rasa syukur yang sulit saya ungkapkan. Bagi guru, bukan hanya tentang apakah materi tersampaikan, tetapi juga tentang apakah siswa merasa dihargai, diperhatikan, dan dibuat nyaman dalam proses belajar.

Saat membereskan gambar-gambar buah itu satu per satu, saya sadar bahwa pembelajaran bukan hanya memindahkan pengetahuan dari buku ke kepala mereka. Pembelajaran adalah proses menyentuh hati, menyalakan semangat, dan membangun hubungan yang baik antara guru dan siswa.
Cepu, 17 November 2025


Tidak ada komentar:

Posting Komentar