Karya : Gutamining Saida
Sesi hiburan pada Seminar Pendidikan Internasional siang itu menjadi momen yang tak terlupakan bagi seluruh peserta. Setelah rangkaian materi yang padat, talkshow dan paparan praktik baik dari berbagai daerah, suasana De Tjolomadoe perlahan berubah. Lampu aula meredup, layar besar di panggung mulai menampilkan visual lembut dan para peserta seribu dua ratus guru dari seluruh penjuru Jawa Tengah membawa rasa penasaran.
Bisikan kecil terdengar di antara mereka.
"Benarkah Ebiet G. Ade yang akan tampil?"
"Masih seperti mimpi. Bisa melihat langsung penyanyi legendaris itu…"
Benar saja, ketika suara MC mengumandangkan nama Ebiet G. Ade, seluruh ruangan sontak bergemuruh oleh tepuk tangan yang panjang, penuh kerinduan, penuh kekaguman. Tidak sedikit guru yang langsung memegang ponsel, bersiap mengabadikan momen yang mungkin hanya terjadi sekali seumur hidup.
Ebiet naik ke panggung perlahan, dengan senyum teduh yang khas. Penampilannya sederhana, namun auranya mengisi ruangan seperti angin sejuk yang membawa nostalgia. Sorot lampu warna-warni memantul di kacamata beliau, menciptakan kesan hangat yang menyentuh.
Ketika jemari beliau menyentuh senar gitar suara gemuruh berubah hening. Hening yang indah. Hening yang hanya bisa tercipta ketika seseorang membawa seni dan jiwa ke tengah-tengah kerumunan. Lagu pertama yang dibawakan adalah “Berita kepada Kawan.” Begitu suara merdu Ebiet mulai melantun, banyak guru spontan ikut bernyanyi dalam nada rendah. Ada yang memejamkan mata, ada yang menatap panggung tanpa berkedip, dan ada pula yang merekam sambil mengecupkan senyum haru.
Lirik demi lirik seakan membawa ingatan para guru pada masa-masa sulit, perjuangan, kehilangan, sekaligus keteguhan menjalani hidup. Ruangan yang megah itu berubah menjadi tempat pertemuan batin yaitu antara musik, kenangan, dan semangat seorang pendidik.
Selanjutnya, Ebiet membawakan lagu “Camelia”. Nada lembut disertai permainan gitar yang khas membuat suasana semakin syahdu. Lampu-lampu bergerak perlahan dengan warna biru dan ungu, seolah menari mengikuti alunan musik.
Para guru yang mengenakan kostum kaos putih dengan bawahan celana atau rok tampak seragam, rapi, dan bersinar dalam sorotan panggung. Dari jauh, mereka terlihat seperti lautan putih yang bergerak pelan saat lagu dibawakan. Ada yang menggoyangkan kepala, ada yang menggenggam tangan teman di sebelahnya, ada pula yang tersenyum sambil mengusap air mata kecil yang jatuh tanpa disadari.
Sesi hiburan itu tidak berhenti di sana. Ebiet kemudian menyanyikan lagu yang membuat banyak hati bergetar: “Titip Rindu Buat Ayah.” Begitu bait awal dilantunkan, banyak peserta tidak mampu menahan rasa haru. Lagu itu menyentuh ruang terdalam dalam diri tentang rindu yang tidak pernah selesai, tentang orang tua yang menjadi alasan perjuangan seseorang berdiri menjadi guru hari ini, tentang cinta yang tak bisa dibalas dengan apa pun.
Ada beberapa guru yang memeluk sahabatnya di sebelah. Ada yang menunduk sambil menutup mulut agar tangisnya tidak terdengar. Suasana De Tjolomadoe malam itu seperti sebuah perjalanan hati yang pelan, lembut, dan menghangatkan.
Kejutan belum berakhir. Ketika lagu terakhir selesai, MC kembali naik ke panggung dan mengumumkan sesuatu yang membuat seluruh ruangan bersorak, “Untuk lagu penutup, Ebiet G. Ade akan berduet bersama Bapak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.”
Sorakan dan tepuk tangan pecah memenuhi gedung. Banyak guru spontan berdiri, mengangkat ponsel, atau bahkan bergerak mendekati panggung. Lampu panggung seketika berubah menjadi warna-warni cerah merah, emas, biru berkelip seperti bintang-bintang yang menari.
Bapak Menteri naik ke panggung dengan senyum lebar, menyapa para guru sambil sesekali melemparkan salam hormat. Ketika duet dimulai, suasana berubah menjadi perpaduan antara kebanggaan, kebersamaan, dan euforia yang tidak terlukiskan. Para guru menyanyikan bait-bait lagu bersama, menciptakan paduan suara besar yang memenuhi ruangan dengan energi positif.
Di bawah gemerlap lampu dan lantunan suara dua tokoh yang dihormati, para guru merasa disatukan oleh hal yang sama yaitu cinta terhadap pendidikan, cinta terhadap anak-anak bangsa, dan cinta terhadap perjalanan yang mereka pilih sebagai pendidik.
Sesi hiburan itu bukan hanya pertunjukan musik. Ia menjadi hadiah, penguat, dan pengingat bahwa para guru tidak berjalan sendiri. Ada apresiasi, ada perhatian, ada penghargaan yang besar. Minggu siang di De Tjolomadoe, ribuan hati pulang dengan rasa bahagia yang sulit digambarkan. Kenangan ini akan terus hidup seperti lagu-lagu Ebiet G. Ade yang tak pernah lekang oleh waktu.
Cepu, 24 November 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar