Minggu, 16 November 2025

SEBLAK YANG MEMBAWAKU KE KOTA SOLO

                                                 

Karya: Gutamining Saida

Tak pernah terlintas sedikit pun dalam benak saya bahwa sebuah makanan sederhana bernama seblak dapat membawa perjalanan batin sekaligus perjalanan nyata yang begitu indah dalam hidup saya. Segala sesuatu terjadi begitu saja, seperti mengalir, dan saya hanya mengikutinya sambil terus berharap bahwa langkah kecil ini memberi manfaat bagi siswa-siswi saya, bagi dunia pendidikan, dan bagi diri saya sebagai pendidik yang selalu ingin belajar.

Semua bermula pada suatu sore ketika saya mengamati anak-anak di warung kekinian. Di sudut bangku panjang yang dekat dengan taman Cepu, beberapa anak-anak, remaja duduk berkerumun sambil meniup-niup mangkuk. Aroma pedas gurih tercium menyengat, bercampur tawa dan canda mereka yang khas anak muda. Saya mendekat ke mereka.

“Bu, mau coba seblak? Enak lho, Bu!” seru salah satu anak sambil menunjukkan mangkuk plastik kecil berisi kerupuk basah, ceker ayam, dan sayuran yang berwarna cerah.

Saya tersenyum. “Pedasnya sampai berapa level ini?”

“Level lima, Bu!” jawab mereka bersamaan, membuat saya tertawa dan menggelengkan kepala.

Momen sepele itu justru menancap di ingatan saya. Cara mereka menikmati makanan sambil begitu antusias bercerita, berdiskusi, dan tertawa bersama membuat saya berpikir bahwa Anak-anak jaman sekarang sebenarnya punya semangat belajar. Saat pembelajaran ssaya harus menggunakan media yang  tepat. Mungkin saya perlu mendekati mereka dengan sesuatu yang dekat dengan dunia mereka.

Begitulah  ide itu muncul lantas saya rencanakan dengan matang yaitu dengan seblak. Saya mulai merancang pembelajaran yang menggabungkan konsep IPS dengan media visual seblak. Mengapa seblak? Karena makanan itu sedang digandrungi siswa, mudah dikenali, dan punya unsur warna yang menarik untuk dibuat ilustrasi. Saya ingin mengemas materi yang dianggap “berat” menjadi sesuatu yang segar, ringan, dan membuat mereka merasa dekat.

Saya membuat gambar seblak dengan warna-warna cerah jingga pada kerupuk, merah pada cabai, hijau pada sayuran, serta kuah beruap yang menggambarkan kehangatan. Gambar itu saya tempel di slide materi, menjadi pembuka pembelajaran hari itu. Ketika jam pelajaran tiba, siswa-siswi saya langsung menunjukkan reaksi tak biasa.

“Bu… kok gambarnya seblak?”

“Apa hubungannya  IPS sama seblak, Bu?”

“Boleh nanti beli seblak bareng-bareng nggak, Bu?”

Kelas mendadak hidup sebelum saya memulai penjelasan. Itu pertanda bagus. Saya pun tersenyum dan berkata,

“Justru hari ini kita belajar dengan menikmati seblak. Bukan tentang pedasnya, tapi tentang proses, bahan, perjalanan, dan bagaimana semuanya berhubungan dengan konsep IPS.” Selebihnya, proses belajar berjalan sangat menyenangkan. Mereka memperhatikan, berdiskusi, bertanya, bahkan membuat analogi sendiri tentang materi sesuai pemahaman mereka. Saya merasa bahagia melihat mata mereka berbinar. Ada kepuasan yang tidak bisa diukur dengan nilai ujian. Mereka belajar dengan hati.

Beberapa waktu kemudian, informasi tentang penulisan praktik baik diinfokan. Sejujurnya, saya tidak terlalu berharap banyak. Peserta dari berbagai daerah tentu luar biasa hebat dan berprestasi. Saya merasa bahwa kisah sederhana ini pantas dibagikan bukan karena saya istimewa, tapi karena pengalaman ini mungkin menginspirasi guru lain untuk menggunakan media yang dekat dengan keseharian siswa.

Saya menulis dengan sepenuh hati. Saya menceritakan bagaimana seblak menjadi jembatan pembelajaran, bagaimana siswa merespons, dan bagaimana hal kecil mampu mengubah suasana kelas. Saya menulis sambil tersenyum mengingat kembali ekspresi mereka saat melihat gambar seblak di layar proyektor dan media yang saya pakai ada dua jenis pilihan. Seblak cakar ayam dan seblak komplit.

Setelah naskah selesai, saya kirimkan. Tidak ada harapan muluk. Saya hanya ingin berbagi. Malam itu, Sabtu yang sunyi, saya mencoba membuka pengumuman dari akun IG BBGTK. Saya terdiam. Setengah percaya, setengah tidak. Rasanya seperti ada sesuatu yang meletup di dada. Bukan sekadar bangga  tapi haru. Seblak ya hanya dengan seblak. Tapi Allah Subhanahu Wata'alla menjadikannya jalan yang begitu indah.

Saya tercatat sebagai peserta seminar. Saya akan berkesempatan bertemu orang-orang hebat dari berbagai daerah. Besok tanggal 20 November 2025 yang akan datang. Harapan saya sederhana yaitu semoga saya tertular virus kebaikan dari mereka.  Saya nantinya pulang membawa sesuatu yang bisa ditularkan, diwariskan untuk siswa-siswi esmega generasi yang mencintai ilmu.

Ketika teknologi semakin canggih dan dunia bergerak cepat, saya ingin anak-anak saya tetap tumbuh dengan karakter kuat. Saya ingin mereka menjadi pribadi yang tidak terkalah oleh teknologi, tetapi justru mampu memanfaatkannya secara bijak. Saya ingin mereka tetap memegang iman, akhlak, dan rasa ingin tahu yang tinggi.

Jika sebuah semangkuk seblak bisa menggugah minat belajar mata pelajaran IPS mereka, maka saya percaya masih banyak cara lain untuk menyalakan semangat itu. Pendidikan adalah perjalanan panjang, dan saya ingin terus menjadi bagian dari perjalanan itu bersama mereka.

Karena terkadang, hal kecil yang kita anggap biasa justru menjadi pintu menuju hal besar yang tak pernah kita bayangkan. Bagi saya, pintu itu bernama seblak. Semoga mimpi ini menjadi kenyataan dan terlaksana sampai pada waktunya yaitu tanggal 20 November 2025 yang akan datang. Semoga Allah meridhoi perjalanan saya dan memberikan kelancaran dan keberkahan. Aamiin

Cepu, 16 November 2025



Tidak ada komentar:

Posting Komentar