Terkuak Setelah Delapan Tahun



Karya : Gutamining Saida 
Siang menjelang sore, ketika sedikit lengang dan aktivitas sehari-hari perlahan mereda, saya membuka ponsel seperti biasa. Hanya ingin mengecek apakah ada pesan penting yang perlu segera dibalas atau barangkali sekadar melihat-lihat grup sekolah yang sering riuh tanpa henti. Namun hari libur itu berbeda biasanya sepi. 

Sebuah pesan pribadi masuk. Nama pengirimnya bukan nama baru, bukan pula seseorang yang sering berbalas kabar dengan saya. Justru dia adalah teman lama, seseorang yang pernah begitu dekat, lalu perlahan mengabur dari ruang harian saya. Tidak ada alasan buruk yang membuat komunikasi kami renggang. Hanya waktu, jarak, dan rutinitas yang memisahkan.

Saya membuka pesannya dengan hati yang tenang. Tak ada ekspektasi apa-apa. Tapi begitu mata saya menangkap deretan kalimat yang dikirimkannya, dada ini langsung terasa penuh. Air mata menetes pelan, lalu terus mengalir tanpa bisa saya cegah.

Bukan karena dia sakit. Bukan pula karena dia menyampaikan kabar duka, berpamitan karena akan pindah jauh, atau mengeluhkan sakit asma ya kambuh. Tidak. Justru karena pesan itu begitu sederhana, hangat, dan menggetarkan hati.

Dia menuliskan bahwa selama delapan tahun terakhir, tanpa saya ketahui, dia selalu menyempatkan diri membaca tulisan-tulisan saya di blog. Katanya, setiap kali saya menulis tentang pengalaman atau sekadar cerita kecil tentang keseharian, dia merasa seperti sedang duduk di samping saya, mendengarkan langsung kisah itu dari mulut saya sendiri. Dia jarang menyapa saya di WhatsApp. Bahkan kadang jika saya kirim pesan duluan, balasannya datang beberapa waktu kemudian. Tapi ternyata, selama ini dia tidak pernah jauh. Hatinya tetap dekat. Perhatiannya tetap hadir, hanya saja dalam diam.

Delapan tahun. Bukan waktu yang sebentar. Saya bahkan sempat berpikir bahwa dia telah benar-benar lupa, atau paling tidak, dia tidak  mempedulikan jejak yang saya tinggalkan dalam bentuk tulisan. Saya tahu bahwa hidup setiap orang terus berjalan, dan saya tidak pernah berharap setiap orang akan terus mengingat saya. Tapi sore itu, lewat tulisan chat yang begitu jujur dan hangat, saya merasa dihargai sebagai pribadi. Saya merasa didengar, bahkan ketika saya tidak sedang berbicara langsung padanya.

Saya teringat, betapa dia dulu adalah teman yang selalu siap mendengarkan. Kami pernah duduk berjam-jam membahas hal-hal sederhana, saling berbagi mimpi dan rencana yang entah bisa terwujud atau tidak. Setelah kami menjalani jalan masing-masing, saya mengira bahwa itu semua tinggal kenangan. Namun ternyata tidak. Ada sesuatu yang tetap bertahan dalam diam yaitu rasa peduli, dan barangkali juga sayang, yang tidak luntur digerus waktu.

Pesannya bukan hanya membuat saya terharu. Tapi juga menyadarkan saya bahwa setiap tulisan yang saya buat, setiap kisah yang saya bagi, ternyata bisa punya arti yang begitu dalam bagi orang lain. Bahkan untuk seseorang yang diam-diam mengikutinya dari jauh.

Saya membalas pesan itu dengan jari-jari yang sedikit gemetar. Ingin rasanya langsung menelepon dan mengucapkan terima kasih secara langsung. Tapi saya tahu, dia tidak menulis itu untuk mendapat balasan panjang. Dia menulis karena ingin jujur, ingin memberi tahu bahwa apa yang saya lakukan tidak sia-sia. Bahwa saya tidak sendiri.

Hari itu, saya belajar sesuatu yang sangat berharga. Bahwa perhatian tidak selalu hadir dalam bentuk sapaan harian atau kabar yang rajin datang. Kadang, perhatian hadir lewat kehadiran yang tidak terlihat, lewat mata yang membaca diam-diam, lewat hati yang tetap menyimpan tempat khusus untuk kita meski tak lagi bersua setiap hari.

Saya menuliskan kisah ini bukan hanya untuk mengabadikan momen haru itu, tapi juga sebagai pengingat bagi siapa saja yang mungkin merasa tak diperhatikan, merasa sendiri, atau merasa tulisannya tak dibaca. Jangan menyerah. Karena bisa jadi, di luar sana, ada seseorang yang terus mengikuti perjalanan kita dalam diam. Seseorang yang tetap peduli meski tak lagi banyak kata. Seseorang yang menyimpan rahasia selama bertahun-tahun, hanya untuk suatu hari nanti memberitahu kita bahwa kita selalu berarti.

Terima kasih, sahabatku, yang telah hadir kembali dalam bentuk baru. Bukan sebagai teman yang hadir setiap waktu, tapi sebagai penjelas bahwa kasih sayang yang tulus tak butuh banyak kata cukup ketulusan, dan waktu yang tepat untuk mengungkapnya. Terima kasih sahabat. 
Cepu, 6 Juni 2025 

Komentar