Kamis, 04 Desember 2025

Sapaan Singkat Penyejuk Hati


Karya : Gutamining Saida 
Saya bersiap menjalankan amanah sebagai seorang pendidik. Hari ini kegiatan PSAS Gasal hari ke lima. Udara masih sejuk, cahaya matahari baru menyelinap lewat tirai jendela. Rutinitas pagi berjalan sebagaimana mestinya memastikan tas sudah lengkap, dan menyiapkan hati untuk menjalankan tugas untuk bangsa. Tidak ada hal yang saya duga akan mengubah suasana Jum'at pagi hari ini. 

Di tengah kesibukan, ponsel saya berbunyi pelan. Sebuah notifikasi WhatsApp muncul di layar. Biasanya pesan-pesan pagi berisi informasi sekolah, grup orang tua, atau hal-hal administratif. Pagi itu berbeda. Ketika saya membuka layar, saya melihat satu nama yang sangat saya kenal. Nama anak cowok saya.

Pesan itu hanya berisi satu kata:

“Mii”

Hanya begitu. Singkat. Tidak panjang. Tidak disertai emoji atau penjelasan apa pun. Tetapi betapa terkejutnya hati saya menerima sapaan itu di pagi hari. Anak saya biasanya tidak mengirim pesan saat saya hendak berangkat bekerja. Apalagi di pagi yang masih sunyi, saat ia biasanya sudah sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Pagi ini, Allah Subhanahu Wata'alla punya cara lain untuk membuat saya tersenyum. Ketika membaca pesan itu, hati terasa “nyeeees” sejuk, seperti ada angin lembut yang menyentuh dari dalam. Getaran kecil yang merambat dan membuat saya berhenti sejenak. Sapaan yang begitu sederhana, tetapi justru terasa sangat dalam.

Sebagai seorang ibu, saya langsung tahu bahwa sapaan ini bukan sapaan biasa. Jika seorang anak menyempatkan diri mengirim pesan sesingkat itu di pagi hari, pasti ada sesuatu yang membuat hatinya tergerak. Mungkin ia hanya ingin memastikan bahwa ibunya baik-baik saja. Mungkin ia rindu. Mungkin ia hanya ingin menyapa sebelum saya pergi. Atau mungkin Allah Subhanahu Wata'alla sedang menanamkan rasa sayang yang ingin ia sampaikan tanpa ia sadari.

Apa pun alasannya, sapaan itu sudah cukup untuk menghangatkan hati seorang ibu seharian penuh. Saya memandangi layar ponsel itu cukup lama. Bukan karena bingung harus membalas apa, tetapi karena sedang merenungi betapa besarnya dampak satu kata itu. Betapa Allah Subhanahu Wata'alla bisa menurunkan ketenangan hanya melalui pesan yang dikirim lewat layar kecil.

Tidak ada yang kebetulan. Dalam setiap detik hidup seorang ibu, Allah Subhanahu Wata'alla selalu mengatur cara agar hatinya tetap terjaga dalam kasih sayang dan ketabahan. Dan pagi ini, Allah Subhanahu Wata'alla memilih cara yang sangat lembut yaitu  sebuah sapaan lewat WhatsApp.

Sambil memikirkan pesan itu, saya kembali teringat bahwa tidak semua kebahagiaan harus datang dalam bentuk besar atau mewah. Ada kebahagiaan yang justru datang dari pintu yang paling sederhana. Dari hal-hal kecil yang sering kali luput dari perhatian kita.

Padahal, sesungguhnya, hal kecil itulah yang menjadi penguat langkah. Anak saya mungkin hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk mengetik pesan itu. Tetapi bagi saya, seorang ibu yang setiap hari berjuang menyeimbangkan tugas rumah, pekerjaan, dan doa untuk anak-anak, pesan itu terasa seperti hadiah istimewa.

Di perjalanan menuju sekolah, hati saya tidak berhenti mengucap syukur. Saya merasa seperti membawa hadiah spiritual yang baru Allah Subhanahu Wata'alla titipkan. Ada rasa bahagia yang tidak bisa dijelaskan. Bahagia yang tidak bergantung pada materi, jabatan, atau pencapaian apa pun.

Bahagia itu datang dari satu kata sederhana yang dikirim melalui gawai… tetapi maknanya mengalir sampai jauh. Saya tahu betul bahwa panggilan itu adalah bentuk cinta. Cinta yang lahir dari anak kepada ibunya adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah Subhanahu Wata'alla anugerahkan kepada seorang wanita yang diberi amanah menjadi ibu.

Di dalam hati, saya berdoa pelan:
 “Ya Allah, terima kasih atas cara-Mu yang lembut dalam membahagiakan hamba-Mu. Terima kasih telah menitipkan anak yang hatinya Engkau lembutkan. Jagalah ia dalam setiap langkahnya, jadikan ia anak yang shalih, yang selalu Engkau bimbing. Aamiin.”

Pesan WhatsApp itu mungkin tampak tidak penting bagi orang lain. Tetapi bagi saya, itu bukan sekadar chat. Itu adalah doa. Itu adalah perhatian. Itu adalah bukti bahwa Allah Subhanahu Wata'alla selalu tahu kapan seorang ibu membutuhkan penyemangat.

Saya menyadari sesuatu bahwa anak saya telah mengorbankan waktunya. Ia berhenti sejenak dari aktivitasnya pagi itu hanya untuk mengetik satu kata bagi saya. Itu bentuk cinta yang murni. Bentuk perhatian yang tidak dibuat-buat. Hal kecil seperti inilah yang menjadi alasan mengapa kasih ibu tidak akan pernah bisa dipisahkan dari doa-doa panjang setiap malam.

Jum’at penuh berkah ini, saya belajar bahwa kebahagiaan seorang ibu bisa datang dari mana saja. Termasuk dari getaran kecil WhatsApp yang berbunyi di pagi hari. Saya bersyukur, karena melalui pesan sederhana itu, Allah Subhanahu Wata'alla mengingatkan saya bahwa cinta keluarga adalah karunia yang tidak bisa digantikan oleh apa pun di dunia.

Semoga Jum’at ini menjadi Jum’at berkah, kebahagiaan, sehat dan Jum'at Syukur atas nikmat-Nya. Semoga kebahagiaan sederhana selalu kita syukuri. Semoga sapaan dari anak tercinta selalu menjadi jalan Allah untuk menurunkan rahmat-Nya ke dalam hati kita. Aamiin.
Cepu, 5 Desember 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar