Karya: Gutamining Saida
Seminggu yang lalu, entah mengapa hati ini tiba-tiba ingin sekali makan martabak. Keinginan sederhana, bahkan terkesan sepele. Bukan karena lapar berlebihan, bukan pula karena momen istimewa. Hanya rasa “kepingin” yang muncul begitu saja, lalu menetap di hati. Keinginan yang kalau tidak dituruti rasanya ada yang kurang, meski sebenarnya bisa saja diabaikan.
Saat itu anak saya hendak keluar rumah. Dengan nada biasa, saya titip pesan, “Tolong belikan martabak ya, dua.” Tidak ada harapan lebih, tidak ada doa yang terucap secara lisan. Hanya permintaan ibu kepada anaknya. Alhamdulillah, ia pulang membawa martabak yang saya minta. Saya menikmatinya dengan rasa syukur yang sederhana pula. Nikmat karena pas dengan keinginan. Nikmat karena Allah Subhanahu Wata'alla mengizinkan rasa itu terpenuhi. Syukur kecil yang mungkin sering luput dari perhatian.
Hari itu berlalu seperti hari-hari biasa. Saya tidak menyangka bahwa martabak yang saya makan seminggu lalu ternyata bukan hanya tentang rasa, melainkan tentang pelajaran besar yang Allah Subhanahu Wata'alla siapkan pelan-pelan.
Hari ini, ada seseorang datang menemui saya. Ia datang membawa sebuah tas berwarna hijau. Saat tas itu dibuka, isinya sungguh membuat saya terdiam. Banyak sekali jenis makanan di dalamnya. Aneka jajanan, rezeki yang datang tanpa saya minta, tanpa saya sangka. Di antara semua isi tas itu, membuat mata langsung tertuju pada satu hal yaitu martabak. Hati saya bergetar. Bukan karena ingin lagi, tapi karena sadar. Martabak lagi. Rezeki lagi. Datang lagi. Dengan cara yang sama sekali berbeda.
Saya terdiam sejenak. Dalam hati berkata, “Inilah rezeki yang tidak akan tertukar.” Allah Subhanahu Wata'alla sudah menakar dengan sangat teliti. Allah tahu kapan saya ingin, kapan saya butuh, dan kapan saya hanya perlu diingatkan. Rezeki bukan sekadar soal kenyang atau tidak. Rezeki adalah cara Allah Subhanahu Wata'alla menyapa hamba-Nya, memberi tanda bahwa Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengatur.
Saya yakin, orang yang datang hari ini hanyalah perantara. Allah-lah yang menggerakkan langkahnya. Allah-lah yang menggerakkan hatinya untuk berbagi. Allah-lah yang menyusun semuanya tanpa perlu rapat, tanpa perlu janji, tanpa perlu kesepakatan. Semua berjalan sesuai skenario-Nya yang rapi dan penuh cinta.
“Tidak ada yang kebetulan,” begitu kata hati ini. Segala sesuatu yang sampai ke tangan kita sudah melewati perjalanan panjang dari langit. Sudah ditakar, ditimbang, dan dipilihkan. Rezeki kita tidak akan tertukar dengan rezeki orang lain. Apa yang menjadi jatah kita, akan menemukan jalannya sendiri.
Saya mengucap syukur berulang-ulang. Alhamdulillah. Syukur yang bukan hanya keluar dari lisan, tetapi mengalir dari hati yang merasa dikuatkan. Di tengah dunia yang sering membuat cemas, Allah Subhanahu Wata'alla justru menenangkan lewat hal-hal sederhana.
Belum selesai rasa haru itu, saya membuka tas lebih dalam. Mata ini kembali terhenti. Ada gapit koin, gapit kluntung dan roti coklat. Jajanan sederhana yang sangat disukai cucu. Seketika senyum ini mengembang. Lebih mengejutkan lagi, nanti malam cucu saya akan datang. Seolah Allah berkata, “Aku tahu bukan hanya kebutuhanmu, tapi juga kebahagiaan orang-orang yang kau cintai.”
Air mata hampir jatuh. Bukan karena berlebihan, tapi karena hati ini merasa disentuh dengan sangat lembut. Allah Subhanahu Wata'alla mencukupkan, bahkan sebelum diminta. Allah Subhanahu Wata'alla memberi, bahkan sebelum kita menyadari kebutuhan itu ada.
Saya merenung. Betapa seringnya kita merasa khawatir tentang hari esok. Tentang cukup atau tidak, ada atau tidak. Padahal Allah Subhanahu Wata'alla sudah menyiapkan semuanya. Kita hanya diminta percaya, bersabar, dan bersyukur. Rezeki tidak selalu berupa uang. Kadang ia hadir dalam bentuk makanan kesukaan, senyum cucu, hati yang tenang, atau keyakinan yang diteguhkan.
Hari ini aku belajar lagi, bahwa iman bukan hanya tentang ibadah yang besar-besar, tetapi tentang kepekaan membaca tanda-tanda kecil. Tentang melihat kasih Allah Subhanahu Wata'alla dalam martabak, dalam gapit, dalam tas sederhana yang dibawa seseorang.
Saya semakin yakin, hidup ini bukan kebetulan yang beruntun. Hidup adalah rangkaian skenario Allah yang indah. Tugas kita hanya satu yaitu percaya bahwa Allah Subhanahu Wata'alla tidak pernah salah mengatur. Tidak pernah terlambat memberi. Tidak pernah keliru menakar. Alhamdulillah. Untuk rezeki hari ini. Untuk keyakinan yang diperbarui. Untuk hati yang kembali diingatkan bahwa Allah Subhanahu Wata'alla selalu cukupkan, tepat pada waktunya.
Cepu, 20 Desember 2025

Tidak ada komentar:
Posting Komentar