Kamis, 18 Desember 2025

Gemar

Karya: Gutamining Saida 
Sejak pagi di hari Kamis tanggal 18 Desember 2025 linimasa media sosial terasa berbeda. Di antara unggahan story whathsap, satu kata terus berseliweran yaitu GEMAR. Hampir setiap guru yang saya kenal mengunggahnya dalam berbagai versi ada yang berupa poster sederhana, ada yang berupa video singkat, ada pula yang hanya berupa tulisan dengan latar polos. GEMAR menjadi topik hangat yang dibicarakan sejak pagi, seolah menjadi pengingat bersama akan sebuah gerakan yang sederhana, tetapi sarat makna.

GEMAR adalah singkatan dari Gerakan Ayah Mengambil Rapor. Sekilas terdengar biasa, bahkan mungkin dianggap sepele. Namun di balik kesederhanaan itu, tersimpan harapan besar tentang keterlibatan ayah dalam pendidikan anak. Selama ini, realitas di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa sekitar 90 persen orang tua yang datang mengambil rapor adalah ibu. Ibu-ibu dengan setia meluangkan waktu, duduk rapi di bangku kelas, mendengarkan penjelasan wali kelas. Ayah sering kali absen, entah karena bekerja, entah karena merasa urusan rapor adalah wilayah ibu.

Padahal, pendidikan anak bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Anak tumbuh dalam ruang keluarga yang utuh, tempat ayah dan ibu memiliki peran yang sama pentingnya. Itulah sebabnya GEMAR menjadi sangat relevan. Gerakan ini bukan sekadar soal siapa yang datang ke sekolah, melainkan tentang pesan yang ingin disampaikan kepada anak: bahwa ayah hadir, peduli, dan terlibat dalam masa depan mereka.

Pemerintah pun melihat pentingnya keterlibatan ayah dalam pendidikan. Melalui Surat Edaran Menteri Kependudukan, ada imbauan agar ayah lebih aktif hadir dalam momen-momen penting pendidikan anak, salah satunya saat pengambilan rapor. Rapor bukan hanya selembar kertas berisi angka dan deskripsi capaian belajar, tetapi juga cermin perjalanan anak selama satu semester. Ketika ayah yang datang mengambil rapor, anak akan merasakan bahwa usahanya diperhatikan oleh kedua orang tuanya.

Kehadiran ayah memiliki kekuatan yang luar biasa. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam pendidikan dapat meningkatkan motivasi belajar anak, membangun rasa percaya diri, serta mempererat komunikasi antara ayah dan anak. Anak akan merasa dihargai, didukung, dan tidak berjalan sendiri dalam proses belajarnya. Percakapan sederhana sepulang dari sekolah tentang nilai, sikap, atau catatan guru bisa menjadi jembatan kedekatan yang selama ini jarang terbangun.

Di sisi lain, GEMAR juga menjadi ruang refleksi bagi para guru. Selama ini, guru sering kali berkomunikasi intens dengan ibu, sementara ayah hanya mengetahui sekilas dari cerita di rumah. Dengan hadirnya ayah di sekolah, komunikasi tiga arah antara guru, ayah, dan anak dapat terjalin lebih kuat. Guru dapat menyampaikan perkembangan anak secara langsung, ayah dapat bertanya dan memahami kondisi anak di sekolah, dan anak melihat sinergi nyata antara rumah dan sekolah.

Menjelang hari pembagian rapor, harapan itu semakin terasa. Ada doa dalam diam agar keesokan hari bangku-bangku kelas tidak hanya diisi oleh ibu-ibu, tetapi juga oleh para ayah. Bayangan ayah yang datang dengan pakaian kerja, wajah lelah namun penuh perhatian, duduk mendengarkan penjelasan wali kelas, menjadi gambaran yang menghangatkan hati. Bukan soal jumlah, tetapi tentang makna kehadiran.

Tentu tidak semua ayah bisa hadir karena berbagai alasan. Ada ayah yang bekerja jauh, ada yang terikat jadwal ketat, ada pula kondisi khusus seperti ibu yang berstatus janda sehingga pengambilan rapor tetap dilakukan oleh ibu. Gerakan GEMAR tidak dimaksudkan untuk menghakimi atau memaksa, melainkan mengajak dan menyadarkan. Bahwa jika ada kesempatan, kehadiran ayah adalah hadiah besar bagi anak.

Bagi anak, melihat ayahnya datang ke sekolah adalah kebanggaan tersendiri. Ada rasa percaya diri yang tumbuh, ada cerita yang bisa dibagikan kepada teman, dan ada kenangan yang akan melekat hingga dewasa. Momen sederhana itu bisa menjadi titik balik hubungan ayah dan anak lebih terbuka, lebih hangat, dan lebih saling memahami.

Maka, GEMAR bukan sekadar tren di media sosial. Ia adalah gerakan hati, ajakan lembut untuk kembali menegaskan peran ayah dalam pendidikan. Rapor hanyalah sarana, sedangkan tujuan utamanya adalah membangun keterlibatan, komunikasi, dan kasih sayang yang lebih utuh dalam keluarga. Harapannya, suatu hari nanti, pemandangan ayah mengambil rapor tidak lagi menjadi hal yang istimewa, melainkan menjadi kebiasaan baik yang mengakar. Besok, saat rapor dibagikan, semoga GEMAR benar-benar hidup, tidak hanya dalam story media sosial, tetapi juga dalam langkah nyata para ayah yang hadir untuk masa depan anak-anak mereka.
Cepu, 18 Desember 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar