Selasa, 30 Desember 2025

Nikmati Pagi Di Akhir Tahun

Karya: Gutamining Saida 
Sarapan adalah awal dari sebuah hari. Ia bukan sekadar aktivitas mengisi perut, melainkan pintu pembuka untuk menjalani kehidupan dengan tenaga, pikiran jernih, dan hati yang lebih siap menerima takdir Allah. 

Sarapan bisa dilakukan di rumah dengan hidangan sederhana, di warung pinggir jalan dengan menu khas daerah, atau di tempat mana pun yang diinginkan, selama di dalamnya ada rasa syukur dan kebersamaan. Menu sarapan pun beraneka ragam, mengikuti selera, kebiasaan, dan kemampuan masing-masing keluarga. Hakikat sarapan sejatinya sama yaitu menguatkan raga agar mampu menjalankan amanah hidup.

Pagi di akhir tahun 2025 itu terasa istimewa. Bukan karena hidangan yang mewah, melainkan karena kebersamaan yang Allah anugerahkan. Kami bersama anak dan cucu menikmati sarapan nasi pecel di pinggir waduk. Suasana yang berbeda dari biasanya. Angin pagi berhembus pelan, membawa kesejukan dan aroma alam yang masih murni. Burung-burung kecil beterbangan, air waduk tampak tenang memantulkan cahaya matahari yang baru terbit. Dalam keheningan pagi itu, hati kami terasa lapang.
Nasi pecel yang kami santap adalah makanan sederhana, khas Nusantara. Sepincuk nasi hangat, sayuran rebus seperti bayam, kacang panjang, tauge,  disiram sambal kacang yang gurih dan pedasnya pas. Ditambah tempe goreng yang sederhana. Tidak ada menu mahal, tidak ada hidangan modern, tetapi justru di situlah letak kenikmatannya. Allah Subhanahu Wata'alla mengajarkan bahwa nikmat tidak selalu hadir dalam kemewahan, melainkan dalam kesederhanaan yang disyukuri.

Sebelum menyantap sarapan, kami membiasakan diri untuk berdoa. Anak-anak dan cucu-cucu menengadahkan tangan kecil mereka, menirukan doa yang kami ucapkan. “Allahumma barik lana fima razaqtana wa qina ‘adzaban nar.” Doa yang sederhana, tetapi sarat makna. Kami memohon keberkahan atas rezeki yang Allah Subhanahu Wata'alla berikan dan perlindungan dari siksa-Nya. 

Di momen itu, hati terasa tersentuh. Betapa besar amanah mendidik generasi agar selalu mengingat Allah, bahkan dalam perkara makan dan minum.
Sarapan di pinggir waduk memberi pelajaran kehidupan. Air yang tenang mengingatkan kami bahwa hidup tidak selalu bergelombang. Ada masa-masa damai yang patut disyukuri. Anak-anak bercanda ringan, cucu-cucu tertawa polos, saling berbagi lauk dan cerita. Tidak ada gawai yang mendominasi, tidak ada kesibukan dunia yang mengganggu. Hanya kebersamaan dan rasa cukup. Dalam Islam, kebersamaan keluarga adalah nikmat besar yang sering terlupakan. Padahal Rasulullah ﷺ mencontohkan kehidupan keluarga yang hangat, penuh kasih sayang, dan saling menghargai.

Akhir tahun sering kali menjadi waktu untuk merenung. Sarapan pagi itu pun berubah menjadi momen muhasabah. Kami menyadari bahwa sepanjang tahun 2025, Allah Subhanahu Wata'alla telah memberikan begitu banyak nikmat yaitu kesehatan, kesempatan berkumpul, rezeki yang cukup, serta perlindungan dalam berbagai keadaan. Mungkin tidak semua keinginan tercapai, tetapi Allah selalu memberikan apa yang kami butuhkan. Sarapan sederhana ini seakan menjadi simbol bahwa hidup tidak harus selalu mengejar lebih, melainkan belajar menerima dan mensyukuri yang ada.
Anak-anak mendengarkan cerita ringan tentang masa lalu, ketika sarapan di pagi hari sering kali dilakukan dengan menu yang jauh lebih sederhana. 

Nasi dengan lauk seadanya, bahkan terkadang hanya dengan sambal dan sayur. Kebahagiaan tetap hadir karena hati orang-orang saat itu lebih dekat kepada Allah. Kami berharap cerita-cerita ini menjadi pelajaran bagi cucu-cucu, agar kelak mereka tidak mudah mengeluh dan selalu mensyukuri nikmat sekecil apa pun.
Dalam Islam, makan bersama dianjurkan karena membawa keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa makanlah bersama-sama dan sebutlah nama Allah, niscaya makanan itu akan membawa berkah. Sarapan di pinggir waduk itu kami rasakan benar keberkahannya. Makanan terasa lebih nikmat, obrolan mengalir hangat, dan hati dipenuhi rasa tenteram. Tidak ada yang terburu-buru, seolah waktu pun melambat untuk memberi ruang bagi rasa syukur.

Setelah sarapan, kami duduk sejenak memandangi air waduk. Beberapa cucu bertanya tentang ikan, tentang alam, tentang ciptaan Allah yang begitu luas. Pertanyaan-pertanyaan polos itu menjadi pengingat bahwa tugas orang tua dan kakek-nenek bukan hanya memberi makan, tetapi juga menanamkan tauhid dan kecintaan kepada Sang Pencipta. Alam sekitar adalah ayat-ayat Allah yang terbentang, mengajak manusia untuk berpikir dan bersyukur.

Sarapan pagi di akhir tahun 2025 itu akhirnya kami tutup dengan senyum dan doa. Kami memohon agar Allah mempertemukan kami kembali di hari-hari berikutnya dalam keadaan sehat dan penuh iman. Kami sadar, tidak ada jaminan usia, tidak ada kepastian esok hari.

Selama masih diberi kesempatan untuk berkumpul, menikmati sarapan sederhana bersama keluarga, itulah nikmat besar yang tidak boleh diabaikan.
Sarapan bukan sekadar makan pagi. Ia adalah ibadah jika diawali dengan niat yang baik, doa, dan rasa syukur. Di pinggir waduk, dengan nasi pecel sederhana, kami belajar bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika hati dekat dengan Allah dan keluarga menjadi tempat bertumbuhnya cinta, iman, dan rasa cukup. Semoga sarapan-sarapan sederhana seperti itu terus menjadi pengingat bahwa hidup adalah perjalanan menuju Allah, dimulai dari pagi hari yang penuh syukur.
Cepu, 31 Desember 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar