Jumat, 26 Desember 2025

Kelas Berkarya

Karya : Gutamining Saida 
Hujan turun deras sejak sore, seakan langit sengaja menumpahkan rahmatnya tiada henti. Suara air yang menghantam genting, tanah, dan dedaunan menjadi irama alami yang menenangkan hati. Di saat banyak orang memilih mengeluh karena rencana tertunda, saya merasakan panggilan lembut untuk mensyukuri waktu. Waktu yang jarang, waktu yang mahal, waktu untuk membersamai cucu dan keponakan-keponakan dalam kebersamaan yang sederhana. 

Cuaca hujan deras membuat kami semua tetap di dalam rumah. Anak-anak dari jenjang usia, mulai PAUD hingga SMP, berkumpul dalam satu ruang.  Ada Hamzah laki sendiri, Zaskia yang duduk di kelas dua, Elmira menginjak usia empat tahun,  Salsa kelas tujuh, Kaila yang duduk kelas tiga, serta Merva masih TK kecil. Perbedaan usia tidak menjadi penghalang, justru menjadi warna indah dalam kebersamaan.

Saya menyiapkan kertas-kertas bergambar. Tidak ada paksaan memilih jenis gambar, tidak ada batasan kreativitas. Saya persilakan mereka memilih sesuai selera. Ada gambar hewan, tumbuhan, dan bentuk-bentuk sederhana yang bisa dikembangkan sesuai imajinasi masing-masing. Saya juga menyediakan berbagai media diantaranya pensil warna, tepung roti, dan biji ketumbar. Bagi sebagian anak, bahan-bahan itu terasa asing. Justru di situlah letak pembelajaran bahwa Allah Subhanahu Wata'alla menciptakan begitu banyak hal di sekitar kita yang bisa dimanfaatkan untuk kebaikan dan keindahan.

Hamzah tampak antusias. Tangannya bergerak cepat, memilih warna-warna cerah. Sesekali ia bertanya, lalu melanjutkan dengan penuh semangat. Zaskia terlihat lebih tenang. Ia memegang sendok untuk mengambil tepung roti  dengan hati-hati, memberi sentuhan lembut pada setiap bagian gambar. Elmira memilih memadukan tepung roti, kacang tanah, kacang hijau pada bagian tertentu, membuat tekstur yang unik. Salsa tertawa kecil ketika mewarnai sapi. Sementara Kaila sibuk menyusun ketumbar satu per satu dengan kesabaran yang tak disangka. Merva usianya yang lebih kecil mewarna dengan pensil warna. 

Saya memperhatikan mereka dengan rasa haru. Dalam hati saya berdoa, “Ya Allah, terima kasih atas kesempatan ini. Terima kasih Engkau masih memberi waktu, kesehatan, dan kebersamaan.” Di tengah hujan deras yang mungkin dianggap penghalang oleh sebagian orang, Allah Subhanahu Wata'alla justru menghadirkan ruang belajar yang penuh cinta. Saya teringat bahwa dalam Islam, setiap waktu luang adalah amanah. Sebagaimana kita mengisinya akan menjadi saksi di hadapan-Nya kelak.

Anak-anak ini belajar lebih dari sekadar mewarnai. Mereka belajar kesabaran saat warna keluar dari garis. Mereka belajar menerima ketika hasilnya tidak sempurna. Mereka belajar berbagi alat, menunggu giliran, dan menghargai karya satu sama lain. Nilai-nilai kecil yang kelak akan tumbuh menjadi karakter besar. Bukankah Rasulullah mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama? Hari itu, saya belajar tentang manfaat bisa dimulai dari rumah, dari keluarga, dari hal yang sangat sederhana.

Setelah semua karya selesai, kami menempelkannya di tembok. Dinding rumah yang semula biasa saja kini berubah menjadi galeri penuh cerita. Setiap gambar memiliki kisah, memiliki proses, memiliki kenangan. Hamzah menunjuk karyanya dengan bangga. Zaskia tersenyum malu-malu. Elmira memperbaiki posisi kertasnya agar terlihat rapi. Salsa bertepuk tangan, Kaila mengajak berfoto, dan Merva memandangi hasilnya dengan senyum puas.

Saya berjalan perlahan melewati dinding itu. Hati saya dipenuhi rasa syukur. Setiap kali nanti saya melintas, saya tahu saya akan mengingat hari ini hari ketika hujan deras menjadi saksi kebersamaan, hari ketika anak-anak tumbuh bukan hanya dalam keterampilan, tetapi juga dalam nilai. Dalam Islam, kenangan baik adalah nikmat. Ia menenangkan hati dan menguatkan iman, karena kita tahu semua itu terjadi atas izin Allah.

Saya juga menyadari bahwa mendampingi anak-anak adalah ladang pahala. Senyum mereka, tawa mereka, bahkan kekacauan kecil yang terjadi, semuanya bernilai ibadah ketika diniatkan karena Allah. Mengajarkan kreativitas, kesabaran, dan rasa syukur adalah bagian dari pendidikan yang tidak selalu harus formal, tetapi hidup dalam keseharian.

Hujan masih turun ketika hari mulai beranjak malam.  Di  dalam rumah, suasana terasa hangat. Saya memandang anak-anak itu dan kembali berdoa, semoga kelak mereka tumbuh menjadi pribadi yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Semoga karya-karya kecil hari ini menjadi langkah awal bagi karya-karya besar di masa depan, dan semoga kebersamaan ini dicatat sebagai amal kebaikan. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang seberapa megah rencana kita, tetapi seberapa ikhlas kita mengisi waktu yang Allah Subhanahu Wata'alla titipkan.
Cepu, 26 Desember 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar