Sabtu, 27 Desember 2025

Dari Makam ke Makam


Karya : Gutamining Saida 

Sejak saya memiliki anak-anak dan sekarang cucu-cucu masih kecil, saya berusaha mengenalkan mereka pada satu kenyataan hidup yang sering dihindari banyak orang yaitu tentang makam. Bukan untuk menakut-nakuti, apalagi menanamkan rasa takut yang berlebihan, tetapi untuk mengenalkan kebenaran bahwa hidup di dunia ini tidaklah abadi. Ada awal, ada akhir, dan ada perjalanan panjang setelahnya menuju akhirat.
Banyak orang dewasa masih enggan membicarakan kematian, seolah dengan menghindarinya hidup akan terasa lebih panjang. Padahal, mengenalkan kematian sejak dini justru dapat menumbuhkan iman, kesadaran, dan tanggung jawab dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, saya memilih jalan tersebut. 

Dengan bahasa yang sederhana, lembut, dan penuh kasih, saya mulai menjelaskan kepada anak dan cucu apa itu makam. Saya sampaikan kepada mereka bahwa makam adalah tempat peristirahatan terakhir manusia di dunia. Di sanalah jasad dikembalikan ke tanah, sebagaimana Allah Subhanahu Wata'alla menciptakan manusia dari tanah dan akan mengembalikannya kembali ke tanah.  Saya juga menekankan bahwa yang kembali menghadap Allah Subhanahu Wata'alla bukan hanya jasad, melainkan ruh yang akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatan selama hidup di dunia.

Tidak cukup hanya dengan penjelasan lisan, saya mengajak mereka datang langsung ke lokasi makam. Kami berjalan bersama dengan langkah pelan dan penuh adab. Saya ajarkan kepada mereka untuk menjaga sikap, menundukkan suara, serta tidak berlarian. Saya ingin sejak kecil mereka memahami bahwa makam adalah tempat yang mulia, tempat perenungan, bukan tempat bermain.
Di depan makam orang tua, nenek, kakek, serta saudara-saudara kakek dan nenek yang telah meninggal dunia, saya mengenalkan satu per satu. Saya sebutkan nama mereka, silsilah keluarga, dan sedikit cerita tentang kebaikan yang pernah mereka lakukan semasa hidup. Walaupun mereka sudah tiada di dunia, saya ingin anak dan cucu tetap mengenali, menghormati, dan mendoakan mereka.

“Ini makam ayut,” saya katakan dengan suara pelan. “Beliau dulu bekerja keras, menyayangi keluarga, dan berusaha menjalankan perintah Allah Subhanahu Wata'alla.” Cucu-cucu mendengarkan dengan penuh perhatian. Wajah mereka polos, tanpa rasa takut. Yang terlihat justru rasa ingin tahu dan penghormatan. Dari situ saya semakin yakin bahwa mengenalkan makam sejak kecil bukanlah hal yang keliru, selama dilakukan dengan niat baik dan cara yang benar.

Saya ajarkan mereka untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal. Doa yang sederhana, pendek, namun penuh makna. Saya ingin mereka memahami bahwa kasih sayang tidak terputus oleh kematian. Doa adalah jembatan antara yang hidup dan yang telah tiada. Dengan doa, anak-anak belajar empati, cinta, dan kepedulian kepada keluarga yang telah mendahului.

Di sela ziarah, saya juga menanamkan iman tentang adanya hari akhir. Bahwa kehidupan tidak berhenti di dunia saja. Dunia hanyalah tempat singgah sementara. Suatu hari nanti, setiap manusia akan menuju tempat tinggal terakhirnya di alam kubur. Makam adalah rumah masa depan manusia sebelum menuju kehidupan akhirat dan bertemu dengan Tuhannya.
Saya jelaskan kepada mereka bahwa di alam kubur tidak ada mainan, tidak ada harta, tidak ada jabatan, dan tidak ada kemewahan. Yang menemani hanyalah amal perbuatan. Salat yang dikerjakan dengan ikhlas, kebaikan yang dilakukan tanpa pamrih, kejujuran, kesabaran, serta sikap hormat kepada orang tua dan sesama manusia.

Dengan cara tersebut, saya ingin anak dan cucu memahami bahwa berbuat baik bukan sekadar karena disuruh atau takut dimarahi, melainkan karena sadar bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu Wata'alla. Makam mengajarkan kejujuran hidup. Di sanalah tidak ada yang bisa disembunyikan, tidak ada yang bisa dipamerkan, dan tidak ada yang bisa dipalsukan.
Saya berharap, sejak kecil mereka tumbuh dengan kesadaran bahwa hidup bukan hanya tentang bermain, memiliki, dan menikmati dunia. Hidup adalah amanah. Setiap hari adalah kesempatan untuk menanam kebaikan sebagai bekal di akhirat. Makam menjadi pengingat paling nyata bahwa dunia ini fana dan akan ditinggalkan.

Selesai berziarah, saya selalu mengajak mereka berbincang dengan lembut. Saya katakan bahwa selama masih diberi umur, mari kita perbanyak amal baik. Berbakti kepada orang tua, menyayangi saudara, membantu sesama, dan menjaga ibadah kepada Allah Subhanahu Wata'alla. Karena kesempatan hidup adalah nikmat yang sangat berharga.
Saya berharap, ketika kelak anak dan cucu telah dewasa, ingatan tentang makam tidak menjadi sesuatu yang menakutkan, tetapi menjadi pengingat yang menenangkan. Pengingat agar mereka tidak sombong ketika berhasil, tidak putus asa ketika gagal, dan selalu ingat bahwa tujuan akhir kehidupan adalah kembali kepada Allah.

Mengenalkan makam sejak kecil adalah bagian dari pendidikan iman yang sederhana, namun mendalam. Ia menanamkan keyakinan tentang adanya hari akhir dan kesadaran bahwa setiap manusia akan menempati rumah terakhirnya di alam kubur. Semoga anak dan cucu tumbuh menjadi generasi yang beriman, berakhlak mulia, dan siap menghadapi kehidupan dengan bekal amal saleh. Dan semoga kelak, ketika tiba saatnya kembali, mereka dipanggil oleh Allah dalam keadaan husnul khotimah, menuju kehidupan abadi dengan ridho-Nya.
Cepu, 28 Desember 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar