Karya : Gutamining Saida
Minggu tanggal 28 Desember 2025 menjadi hari yang sangat bermakna dalam perjalanan hidup saya. Dalam satu hari, Allah Subhanahu Wata'alla memperlihatkan begitu banyak pelajaran kehidupan melalui tiga tempat yang berbeda, namun saling melengkapi maknanya. Tempat-tempat itu adalah makam, rumah sakit, dan pertemuan silaturahmi keluarga besar di Kudus. Ketiganya seakan menjadi ruang belajar kehidupan yang nyata, tanpa perlu banyak teori, namun langsung menyentuh hati.
Pelajaran pertama saya dapatkan di makam. Di tempat itulah kesadaran tentang kefanaan hidup terasa begitu kuat. Makam adalah sekolah kejujuran paling sunyi. Tidak ada suara tepuk tangan, tidak ada pujian, dan tidak ada pengakuan manusia. Semua yang pernah hidup di dunia, baik kaya maupun miskin, terpandang atau biasa saja, akhirnya berakhir di tempat yang sama. Di sana, manusia diajak jujur pada dirinya sendiri tentang hakikat hidup yang sesungguhnya.
Di hadapan makam, saya merenung bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara. Jabatan yang pernah dibanggakan akan ditinggalkan, harta yang dikumpulkan tidak ikut terbawa, dan keluarga yang dicintai tidak bisa membersamai hingga ke liang lahat. Yang setia menemani hanyalah amal perbuatan.
Makam mengajarkan bahwa sebaik-baik bekal adalah iman dan amal saleh. Dari makam, saya belajar untuk tidak berlebihan mencintai dunia dan tidak lalai dalam menyiapkan bekal akhirat.
Pelajaran kedua saya dapatkan di rumah sakit. Tempat ini mengajarkan satu hal yang sering kali terlupakan saat tubuh dalam keadaan sehat, yaitu bahwa kesehatan adalah nikmat yang sangat mahal harganya. Di rumah sakit, saya melihat banyak manusia yang diuji dengan sakit. Ada yang terbaring lemah, ada yang hanya bisa terdiam, dan ada pula yang berjuang melawan rasa sakit dengan penuh kesabaran.
Dari rumah sakit, saya belajar bahwa ketika sehat, manusia sering lupa bersyukur. Waktu terasa cepat berlalu tanpa makna, ibadah sering ditunda, dan kesempatan berbuat baik disia-siakan. Padahal, saat sakit datang, semua terasa begitu berharga. Gerak tubuh yang sederhana, napas yang lega, dan rasa nyaman menjadi sesuatu yang sangat dirindukan.
Kesehatan bukan hanya untuk dinikmati, tetapi untuk digunakan dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata'alla. Sehat adalah kesempatan emas untuk memperbanyak ibadah, memperluas amal kebaikan, dan bersedekah baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Di rumah sakit, saya menyadari bahwa sedekah bukan hanya soal materi, tetapi juga senyum, doa, dan perhatian kepada sesama. Bahkan kehadiran yang tulus pun bisa menjadi sedekah yang bernilai di sisi Allah.
Pelajaran ketiga saya peroleh dari silaturahmi keluarga besar di Kudus. Di tengah pertemuan itu, saya merasakan kehangatan yang tidak bisa digantikan oleh apa pun. Silaturahmi mengajarkan tentang saling memahami, saling menghargai, dan menerima perbedaan dengan lapang dada. Setiap anggota keluarga datang dengan latar belakang, pengalaman, dan perjalanan hidup yang berbeda, namun disatukan oleh ikatan darah dan iman.
Dalam silaturahmi, saya belajar bahwa kebersamaan bukan berarti selalu sepakat, tetapi mampu saling menghormati. Ada canda, ada cerita, ada perbedaan pendapat, namun semuanya dibingkai dengan niat baik dan rasa kekeluargaan.
Silaturahmi menjadi ruang untuk saling menguatkan, saling mendoakan, dan saling mengingatkan dalam kebaikan.
Pertemuan keluarga juga memberikan dampak yang besar dalam kehidupan. Ia mempererat hubungan yang mungkin mulai renggang karena jarak dan kesibukan. Ia melunakkan hati yang sempat keras oleh ego. Ia menghidupkan kembali kenangan indah yang menjadi sumber kekuatan. Silaturahmi menjadikan hati lebih lapang, pikiran lebih jernih, dan jiwa lebih tenang.
Dari makam, rumah sakit, dan silaturahmi, saya menyadari bahwa kehidupan adalah rangkaian pelajaran yang Allah hadirkan melalui berbagai peristiwa. Tidak semua pelajaran datang dari kebahagiaan. Sebagian justru hadir melalui kesunyian, sakit, dan perenungan. Namun semua itu mengandung hikmah bagi siapa saja yang mau mengambil pelajaran.
Saya belajar bahwa hidup harus dijalani dengan penuh kesadaran. Kesadaran bahwa waktu terbatas, kesehatan tidak selalu ada, dan keluarga adalah amanah yang harus dijaga. Saya belajar untuk lebih banyak bersyukur, memperbaiki niat, dan meningkatkan amal.
Semoga pelajaran hari ini tidak berhenti sebagai kenangan, tetapi menjadi perubahan nyata dalam kehidupan. Semoga Allah menuntun langkah untuk memanfaatkan sehat sebelum sakit, hidup sebelum mati, dan kesempatan sebelum penyesalan. Dan semoga kita semua kelak dipertemukan kembali dalam keadaan husnul khotimah, membawa bekal amal terbaik dan hati yang ridho kepada ketetapan-Nya.
Cepu, 28 Desember 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar