Karya: Gutamining Saida
Awal bulan ini menjadi momen yang begitu berarti dalam perjalanan batin saya. Ada rasa syukur yang begitu besar kepada Sang Pencipta, karena saya merasakan sesuatu yang selama beberapa waktu sempat hilang yaitu kelembutan hati. Dalam kesibukan, kepenatan, dan berbagai ujian yang datang silih berganti, saya pernah merasa bahwa hati saya mengeras. Tidak mudah lagi tersentuh, tidak mudah lagi untuk menangis, bahkan ketika ada hal yang seharusnya menggerakkan perasaan. Air mata yang dulu begitu mudah mengalir kini terasa tertahan, seperti ada tembok yang membentenginya
Entah bagaimana, di awal bulan ini Allah memberi kemudahan yang sangat halus tapi nyata. Saya merasa hati saya dilunakkan kembali. Hati yang sebelumnya kering kini seperti dialiri air jernih yang menyejukkan. Saya mulai mudah tersentuh lagi, mudah merasakan empati, dan mudah meneteskan air mata ketika mendengar ucapan, nasihat, atau bahkan sekadar kata sederhana yang mengandung makna mendalam. Seolah Allah mengingatkan saya bahwa kelembutan hati adalah nikmat yang sangat besar, dan ketika itu hilang, hidup terasa hampa.
Saya menyadari bahwa setiap perjalanan hidup memang tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Ada masa-masa bahagia yang membuat kita tersenyum, namun juga ada masa-masa sulit yang menguji keikhlasan dan keteguhan iman. Beberapa bulan terakhir, saya telah melewati masa seperti itu. Masa di mana saya banyak merenung, bertanya dalam hati yaitu mengapa sesuatu harus terjadi dengan cara yang tidak saya harapkan? Tetapi di balik pertanyaan itu, saya belajar satu hal penting bahwa takdir Allah tidak pernah keliru.
Setiap garis kehidupan yang Allah tetapkan sesungguhnya adalah bagian dari skenario terbaik yang tidak selalu bisa kita pahami saat ini. Kadang kita baru mengerti hikmahnya setelah melewati waktu, setelah luka mulai sembuh, dan setelah hati menjadi lebih lapang. Kini saya mulai melihat semuanya dari sudut pandang yang lebih dalam. Setiap ujian yang datang bukan untuk melemahkan, melainkan untuk menguatkan. Setiap kehilangan bukan untuk membuat sedih semata, melainkan agar saya lebih mengenal makna sabar dan ikhlas.
Ada ketenangan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata ketika seseorang akhirnya benar-benar ikhlas. Bukan berarti tidak ada rasa sedih atau kecewa, tetapi hati menerima bahwa semua terjadi atas izin Allah, dan Allah pasti tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Dari situ, saya belajar bahwa kelembutan hati adalah tanda kasih sayang Allah. Saat hati menjadi keras, kita sulit merasakan kehadiran-Nya, sulit menangkap pesan-Nya. Namun ketika hati lembut, segala hal kecil bisa menjadi pengingat yang menyejukkan jiwa.
Saya teringat sebuah nasihat yang pernah saya dengar: “Air mata seorang mukmin adalah tanda hidupnya hati.” Kalimat itu sederhana, tapi kini terasa begitu dalam maknanya. Menangis bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk kedekatan dengan Sang Pencipta. Saat air mata mengalir karena rasa haru, syukur, atau penyesalan, di situlah hati sedang berdialog dengan Allah dalam bahasa yang paling jujur. Mungkin itulah sebabnya, ketika hati saya kembali mudah tersentuh, saya merasa seolah Allah sedang mendekatkan diri-Nya kepada saya.
Setiap kata yang saya dengar kini terasa memiliki makna. Ucapan orang-orang di sekitar, nasihat kecil dari teman, bahkan kalimat dalam bacaan atau doa, seakan menyapa bagian terdalam dari jiwa saya. Saya merasa seperti disadarkan kembali untuk memperhatikan hal-hal yang dulu mungkin saya anggap sepele. Allah menegur dengan cara yang lembut bukan dengan marah atau bencana, melainkan dengan mengembalikan rasa peka di hati saya. Sungguh, itu teguran yang penuh kasih.
Saya juga menyadari bahwa tidak semua orang diberi karunia hati yang lembut sepanjang waktu. Ada masa di mana seseorang diuji dengan kekerasan hati, agar dia belajar bagaimana rasanya kehilangan kelembutan itu. Karena dari situ, ia akan lebih menghargainya ketika Allah mengembalikannya. Saya merasa diuji dengan cara itu. Allah seolah ingin saya benar-benar mengerti arti dari sebuah kelembutan bukan hanya di permukaan, tapi dari kedalaman batin.
Kini, setiap kali air mata menetes, saya tidak lagi menahannya. Saya biarkan air mata itu mengalir, karena saya tahu ia bukan tanda kelemahan, tapi tanda bahwa hati saya hidup. Hati yang hidup adalah hati yang mampu merasakan kehadiran Allah dalam setiap kejadian, sekecil apa pun itu. Dalam setiap langkah yang saya ambil, saya ingin menjaga agar hati ini tetap lembut, lembut kepada sesama, lembut dalam menghadapi ujian, dan lembut dalam menerima takdir Allah.
Bersyukur atas setiap pelajaran yang telah saya terima. Saya bersyukur karena Allah tidak membiarkan saya terlalu lama berada dalam kekerasan hati. Saya bersyukur karena kini saya bisa kembali menangis, kembali merasa, kembali tersentuh. Semua ini adalah bagian dari kasih sayang-Nya yang luar biasa. Tidak ada satu pun takdir yang keliru, karena di balik semua itu tersimpan hikmah yang sedang disusun oleh Allah untuk menguatkan dan memuliakan hamba-Nya.
Saya percaya, setiap air mata yang jatuh dengan niat tulus akan menjadi saksi kebaikan di sisi Allah. Karena itu, saya ingin terus menjaga rasa ini, terus bersyukur, dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih tenang dan peka. Hidup memang tidak selalu mudah, tapi selama hati tetap lembut dan yakin bahwa Allah bersama kita, semua akan terasa ringan.
Kini saya tahu, ketika hati kembali lunak, maka sejatinya saya sedang disembuhkan. Disembuhkan dari kesedihan, dari kekecewaan, dari rasa kehilangan, dan dari lupa akan kebesaran Allah. Kelembutan hati adalah obat, dan syukur adalah kuncinya. Alhamdulillah, di awal bulan ini Allah telah memulihkan hati saya dengan cara yang begitu indah.
Cepu, 10 November 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar