Jumat, 17 Oktober 2025

Silaturrahmi Dengan Bu Ani

 


Karya: Gutamining Saida

Silaturahmi memang menjadi sesuatu yang sangat penting dalam hidup. Tidak hanya sebagai ajaran agama yang mulia, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga hubungan antar sesama agar tetap hangat dan penuh makna. Itulah yang saya rasakan setiap kali ada kesempatan untuk bertemu kembali dengan orang-orang yang pernah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Maka ketika ada peluang, saya selalu berusaha memanfaatkannya dengan baik.

Kamis tanggal 16 Oktober 2025, jadwal saya cukup padat karena harus mengikuti kegiatan MGMP  di SMPN 1 Blora. Meski kegiatan semacam ini seringkali menyita waktu dan tenaga, saya tetap semangat. Dalam hati, saya sudah menyiapkan rencana kecil selain mengikuti MGMP, saya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bersilaturahmi dengan seorang teman lama yaitu Bu Ani, yang kini mengajar di sekolah tersebut. Sudah sekian waktu kami tidak bertemu. Rasanya rindu sekali ingin berbagi cerita dan mengenang masa-masa dulu saat kami masih satu sekolah.

Begitu tiba di lokasi, suasana SMPN 1 Blora terasa ramai. Beberapa guru tampak berkumpul di ruang aula, berdiskusi dan menyiapkan materi. Saya pun ikut bergabung dalam kegiatan dengan penuh semangat. Di sela-sela kegiatan, saya membuka ponsel dan mengirim pesan singkat kepada Bu Ani.
Saya ketik:
“Assalamualaikum Bu Ani, nanti ada waktu longgar kah? Saya mau ketemu.”

Tak lama kemudian, layar ponsel saya menyala. Sebuah balasan masuk dengan cepat:
“Waalaikumsalam, iya Bu… kangen. Saya masih  di keluar.”

Membaca pesan itu, saya tersenyum. Rasanya hati saya hangat. Ada getar kecil dalam dada karena rindu yang lama tersimpan akhirnya mendapat tanggapan. Saya tahu Bu Ani pasti sibuk, tapi ia tetap menyempatkan waktu untuk membalas pesan saya dengan ramah.

Kegiatan MGMP berjalan hingga siang. Saya fokus mengikuti jalannya diskusi, tetapi di sela-sela pikiran tentang materi, sesekali bayangan tentang pertemuan dengan Bu Ani muncul. Dalam hati saya berharap semoga nanti benar-benar bisa bertemu. Setelah sesi terakhir selesai, saya langsung menghubungi Bu Ani lagi.
“Saya sudah selesai, Bu. Bisa ketemu?”

Beberapa menit kemudian, pesan balasan masuk:
“Iya, Bu. Saya nyusul ke Aula.”

Tidak lama kemudian, saya melihat sosok yang sudah tak asing muncul dari arah koridor. Wajahnya masih sama seperti dulu ramah, cerah, dan penuh kehangatan. Kami berdua langsung saling menatap, dan tanpa banyak kata, langkah kami saling mendekat. Pelukan hangat pun terjadi. Sebuah pelukan yang menyatukan rindu bertahun-tahun lamanya. Saya bisa merasakan betapa bahagianya kami berdua bisa bertemu kembali setelah 14 tahun berpisah.

“Wah, akhirnya ketemu juga, Bu…” kata saya sambil tertawa kecil menahan haru.
“Iya, Bu… kangen banget. Lama sekali ya,” jawabnya dengan senyum yang khas.

Kami pun duduk di bangku dekat aula, berbagi cerita sebentar sebelum Bu Ani mengajak saya ke ruang kerjanya.
“Yuk, ke ruang saya aja, Bu. Kita bisa ngobrol lebih tenang di sana,” katanya.
Saya mengikuti langkahnya melewati beberapa ruangan. Saat sampai di depan sebuah pintu bertuliskan “Bimbingan dan Konseling”, saya langsung berkomentar spontan, “Wah… saya di BK ini nanti.”
Bu Ani tertawa kecil. “Iya Bu he he he.

Kami pun masuk ke ruangannya. Ruangan itu terasa nyaman dan penuh warna, dengan beberapa kutipan motivasi di dinding. Di atas meja ada beberapa map, tumpukan kertas, dan vas kecil berisi bunga plastik. Saya duduk di kursi tamu, sementara Bu Ani duduk di sebelah saya.

Percakapan pun mengalir begitu saja. Kami berbicara panjang lebar  mulai dari kabar keluarga, kegiatan mengajar, sampai kenangan masa lalu ketika masih sama-sama bekerja di sekolah yang dulu. Tawa sering kali pecah di antara obrolan kami. Ada saja hal lucu yang kami ingat: kebiasaan teman-teman lama, kegiatan sekolah, hingga momen kecil yang dulu mungkin tampak biasa, tetapi kini terasa begitu berharga untuk dikenang.

Obrolan kami berlanjut ke banyak hal lain. Saya merasa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya seperti sedang memutar ulang kenangan masa lalu dalam bentuk nyata. Wajah Bu Ani tampak tak banyak berubah tetap ceria, tulus, dan bersemangat. Hanya saja kini terlihat lebih matang dan tenang, seperti seseorang yang banyak belajar dari perjalanan hidupnya.

Saya mulai berkemas, akan pamit untuk pulang. Saya tahu pertemuan ini mungkin tidak akan berlangsung lama, tapi maknanya begitu dalam. Saya memandang Bu Ani dengan rasa syukur yang besar.
“Terima kasih ya, Bu, sudah mau meluangkan waktu. Saya senang sekali bisa ketemu,” ucap saya tulus.
“Sama-sama, Bu. Saya juga bahagia. Silaturahmi itu penting. Jangan nunggu waktu senggang baru bersilaturahmi, karena waktu senggang belum tentu datang,” jawabnya lembut.

Kalimat itu benar-benar menancap di hati saya. Benar, silaturahmi tidak harus menunggu momen besar. Kadang, kesempatan kecil seperti inilah yang justru memberi makna besar dalam hidup.Ketika saya berpamitan, kami kembali berpelukan. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Pertemuan singkat itu mungkin sederhana, tapi membawa kehangatan luar biasa. Saya melangkah keluar dari sekolah dengan hati yang penuh rasa syukur.

Saya sadar, silaturahmi bukan sekadar bertemu dan berbicara, tetapi tentang menjaga jalinan hati agar tetap dekat, meski waktu dan jarak pernah memisahkan. Hari itu saya belajar satu hal berharga  bahwa rindu yang dijaga dengan doa dan niat baik, akhirnya akan menemukan jalannya untuk bertemu kembali.

Cepu, 17 Oktober 2025

1 komentar: