Sabtu, 02 Agustus 2025

Langkah Kecil Menyusuri Jejak Sejarah

Karya : Gutamining Saida 
Empat hari lalu, secara tidak sengaja saya melihat sebuah unggahan di media sosial yang langsung menarik perhatian saya. Judulnya sederhana namun menggugah rasa ingin tahu. Cepu Walking Tour di Komplek Spoorweg Tjepoe 1902. Tidak banyak penjelasan yang disematkan dalam unggahan tersebut, hanya informasi dasar tentang waktu kegiatan, titik kumpul, biaya pendaftaran dan tentunya rute sejarah yang akan ditelusuri bersama. Tapi entah mengapa, hati saya langsung tergerak. Tanpa berpikir panjang, saya memutuskan untuk ikut.

Sebagai warga Cepu yang sudah cukup lama tinggal di sini, saya menyadari ada begitu banyak hal tentang kota ini yang belum saya ketahui. Cepu bukan hanya sekadar tempat tinggal, ia punya sejarah panjang, jejak-jejak kolonial, rel kereta tua, bangunan-bangunan berarsitektur Eropa, dan tentu saja cerita-cerita rakyat yang masih terselip di lorong-lorong waktu. Sayangnya, saya sendiri belum pernah benar-benar menyusurinya secara khusus. Selama ini hanya mendengar sepintas, atau sekadar lewat di depan bangunan-bangunan tua tanpa sempat bertanya, siapa yang membangunnya, apa fungsinya dulu, dan mengapa bisa ada di Cepu?

Dengan tekad yang kuat, saya mendaftarkan diri. Saya tidak peduli akan pergi dengan siapa, apakah saya kenal peserta lain atau tidak. Masa bodoh dengan rasa canggung atau khawatir merasa sendirian. Tujuan saya jelas yaitu menambah wawasan, menyentuh kembali sejarah yang selama ini terasa jauh padahal dekat, dan yang paling penting, menyatu sejenak dengan warisan masa lalu kota yang saya huni.

Titik kumpul kegiatan berada di rumah Mas Janu, yang ternyata menjadi salah satu inisiator kegiatan ini. Alamat rumahnya dikirimkan melalui Google Maps dan langsung saya tandai. Rencana kegiatan dimulai pukul 08.15 pagi, dan saya pun berangkat dari rumah lebih awal. Langit pagi Cepu kala itu cerah, sedikit berawan, seolah mendukung niat baik para peserta yang hendak menyusuri jejak sejarah.

Sesampainya di rumah Mas Janu, saya mendapati sudah ada beberapa orang berkumpul di sana. Sebagian saling mengenal, ada yang membawa kamera, ada juga yang tampak baru pertama kali mengikuti acara serupa. Suasananya santai, penuh senyum, dan yang paling penting yaitu penuh semangat ingin tahu.

Setelah sambutan singkat dan pembagian rute, kami mulai berjalan menyusuri Loji sepuluh lanjut menyusuri kawasan yang dulunya menjadi pusat kehidupan rel kereta di Cepu. Kami diperkenalkan pada Spoorweg Tjepoe 1902, sebuah komplek tua peninggalan masa kolonial Belanda yang masih berdiri gagah walau termakan usia. Di sinilah jalur kereta dulu menghubungkan Cepu dengan kota-kota penting lainnya. Relnya masih ada, beberapa bangunan stasiun kecil, gudang logistik, serta rumah-rumah dinas yang masih menyisakan aura masa lalu.

Pemandu kami menjelaskan dengan penuh antusias. Katanya, Cepu pernah menjadi salah satu pusat penting transportasi dan logistik karena letaknya yang strategis. Apalagi dengan ditemukannya sumber minyak bumi di kawasan ini, peran Cepu semakin vital dalam pergerakan ekonomi pada masa kolonial. Tak heran jika pemerintah Belanda membangun jaringan kereta api untuk mendukung distribusi hasil bumi dan minyak dari sini.

Kami juga melewati rel tua yang sebagian masih digunakan, dan sebagian lainnya sudah menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu. Di beberapa titik, pemandu menunjukkan bekas-bekas pemukiman warga Belanda, kantor administrasi kereta api, serta menara air yang dulunya digunakan untuk mengisi lokomotif uap. Di sepanjang perjalanan, saya merasa seolah sedang melintasi lorong waktu. Suasana hening sesekali diselingi suara burung, atau obrolan ringan para peserta yang terkagum-kagum melihat betapa kayanya sejarah kota ini.

Sepanjang kegiatan, saya merasa seperti kembali menjadi anak sekolah. Rasa ingin tahu saya tumbuh kembali. Saya mencatat, memotret, dan menyimak penjelasan dengan penuh semangat. Betapa tidak, semua informasi ini begitu dekat dengan saya, namun selama ini nyaris terlupakan.

Waktu berjalan begitu cepat. Saat matahari mulai naik, kegiatan pun mendekati akhir. Kami kembali ke titik awal dengan membawa banyak cerita. Di akhir acara, kami sempat berdiskusi ringan dan berfoto bersama. Senyum terpancar dari wajah semua peserta bukan hanya karena telah menyelesaikan rute, tapi juga karena mendapat sesuatu yang lebih dari sekadar berjalan kaki yaitu ilmu dan pengalaman yang membuka mata.

Saya pulang dengan hati yang bahagia. Bahagia karena telah menepati tekad sendiri. Bahagia karena berani keluar dari zona nyaman dan bertemu dengan orang-orang baru. Dan tentu saja, bahagia karena kini saya lebih mengenal kota saya sendiri yaitu Cepu, dengan segala sejarah dan keindahannya.
Cepu, 2 Agustus 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar