Senin, 04 Agustus 2025

Gardu Listrik Aniem Di Lorong Depo - Cepu

Karya :Gutamining Saida 
Matahari baru saja bergeser ke barat ketika rombongan Walking Tour siang itu tiba di sebuah titik menarik yaitu  sebuah bangunan kecil, sederhana namun kokoh, berdiri tenang di sisi jalan masuk lorong Depo, Cepu. Bangunan itu adalah gardu listrik peninggalan masa kolonial, yang dahulu dikenal sebagai gardu listrik Aniem. Meski banyak yang lalu-lalang melewatinya setiap hari, tak banyak yang tahu bahwa bangunan ini menyimpan kisah panjang tentang sejarah listrik di Indonesia, khususnya di Cepu.

Pada masa Hindia Belanda, sekitar tahun 1902, keberadaan listrik di Indonesia masih tergolong sangat langka dan mewah. Belum semua daerah memiliki penerangan listrik, bahkan di kota besar sekalipun. Di saat itulah, Belanda melalui perusahaan listriknya yang bernama ANIEM singkatan dari Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij mulai membangun infrastruktur kelistrikan di berbagai wilayah penting, termasuk Cepu. Cepu dipilih karena wilayah ini memiliki peran penting sebagai pusat industri minyak dan perkeretaapian pada masa itu.

Fungsi gardu listrik kala itu sangat vital. Gardu listrik berperan sebagai pusat distribusi dan pengatur tegangan arus listrik yang dihasilkan oleh pembangkit. Listrik yang dihasilkan oleh turbin uap atau diesel generator dialirkan melalui jaringan kabel ke gardu-gardu seperti ini, sebelum disalurkan ke rumah-rumah, kantor pemerintahan, stasiun, rumah sakit, atau bangunan penting lainnya. Dalam konteks masa itu, gardu listrik tidak hanya menyediakan penerangan, tetapi juga menjadi simbol kemajuan dan modernitas.

Di masa awal abad ke-20, hanya tempat-tempat strategis yang memiliki gardu listrik. Gardu di lorong Depo ini merupakan salah satu dari sedikit gardu yang dibangun di Cepu kala itu. Posisinya di dekat jalan dan tak jauh dari stasiun, menjadikannya bagian penting dari sistem kelistrikan yang mendukung aktivitas perkeretaapian dan industri migas. Selain itu, gardu ini juga melayani penerangan bagi rumah-rumah dinas pegawai Belanda dan warga elit pada masa kolonial.

Mengapa dinamakan Aniem? Nama ini berasal dari perusahaan Belanda yang berperan besar dalam elektrifikasi wilayah Hindia Belanda. Didirikan pada tahun 1909 di Amsterdam, ANIEM menjadi salah satu perusahaan listrik terbesar yang mengoperasikan sistem kelistrikan di banyak kota kolonial, termasuk Batavia (Jakarta), Surabaya, Semarang, hingga kota-kota kecil seperti Cepu.

Selain memasok listrik, Aniem juga membangun pembangkit dan jaringan distribusi, lengkap dengan infrastruktur seperti gardu, tiang listrik, bahkan rumah-rumah pegawainya. Maka, tidak mengherankan jika masyarakat setempat lebih mengenal sistem kelistrikan pada masa itu dengan sebutan “listrik Aniem”.

Dalam catatan sejarah, Aniem beroperasi di Indonesia hingga masa kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, seluruh aset perusahaan listrik milik Belanda, termasuk gardu-gardu dan pembangkitnya, diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan menjadi bagian dari cikal bakal berdirinya Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 1945.

Gardu listrik peninggalan Aniem di lorong Depo tidak lagi digunakan untuk distribusi listrik. Meski telah berhenti beroperasi, bangunan ini tetap berdiri sebagai saksi bisu dari geliat modernisasi pada awal abad ke-20. Banyak warga yang tidak menyadari nilai historis dari bangunan kecil ini, padahal ia adalah warisan masa lalu yang patut dijaga dan dilestarikan.

Selama Walking Tour, pemandu menjelaskan bahwa gardu ini dulunya memiliki peralatan seperti trafo besar, panel saklar manual, dan meter analog yang menunjukkan arus listrik yang masuk dan keluar. Suasana menjadi hening sejenak ketika peserta membayangkan bagaimana gardu ini dulu bekerja keras menyalurkan listrik ke berbagai penjuru kota, membawa cahaya di tengah malam gelap yang tak tersentuh lampu.

Bagi warga Cepu, mengenal kembali sejarah gardu Aniem adalah upaya untuk memahami bahwa modernitas yang kita nikmati hari ini bukan datang dalam sekejap. Ada proses panjang yang dimulai dari percikan-percikan kecil, seperti nyala lampu pijar dari gardu tua di pojok lorong Depo ini.

Sebagai bagian dari rute Walking Tour Cepu, gardu listrik peninggalan Aniem menjadi ruang edukasi dan refleksi. Dindingnya yang tua mengajarkan kita tentang pentingnya energi, kemajuan, dan keberlanjutan. Sementara keberadaannya mengingatkan kita bahwa di balik tiap lampu yang menyala, tersimpan sejarah panjang perjuangan teknologi dan kolonialisme.

Semoga, dengan semakin banyaknya warga dan generasi muda yang mengenal kisah ini, gardu tua itu tak hanya berdiri dalam sunyi, tetapi juga dalam ingatan kolektif kita sebagai warisan budaya dan sejarah bangsa.
Cepu, 5 Agustus 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar