Karya : Gutamining Saida
Liburan kali ini terasa belum lengkap bila belum naik kereta kuda. Begitulah kebiasaan yang sudah menjadi semacam “ritual liburan” bagi cucu-cucu saya. Mereka selalu menanti momen ini. “Timmi, kapan kita naik kereta kuda?”
Hari Selasa siang yang cerah, kami pun berangkat dari rumah menuju pasar Plasa Cepu. Di sana biasanya banyak kereta kuda mangkal, menanti penumpang yang ingin berkeliling kota dengan cara yang unik dan klasik.
Begitu melihat ada kereta kuda, mata Zaskia langsung berbinar. Hamzah pun tak sabar. Sementara Elmira, si bungsu yang baru berusia tiga tahun, tampak tenang dan senang digandeng tangan saya.
“Kita naik, Timmi! Kudanya lucu, tutul-tutul!” seru Zaskia sambil menunjuk seekor kuda putih dengan bercak hitam di tubuhnya.
Kami pun menaiki kereta kuda itu. Hamzah dengan penuh semangat duduk di depan, tepat di samping pak Kusir yang ramah. Zaskia memilih duduk di kursi belakang yang berhadapan, sementara saya dan Elmira duduk di kursi depan Zaskia. Elmira duduk di samping saya, matanya berbinar melihat kuda dari dekat.
Perjalanan dimulai dari pasar Plasa Cepu menuju Kelothok, dengan tujuan akhir turun di depan SMPN 2 Padangan. Cukup jauh memang, namun anak-anak sangat antusias.
Baru beberapa meter berjalan, pertanyaan pertama meluncur dari Zaskia, “Kenapa kudanya tutul-tutul, Pak? Biasanya kan kuda itu warnanya hitam atau coklat.”
Pak Kusir tersenyum. “Ini kudanya putih, Nak. Tutulnya itu karena dikasih semir rambut warna hitam biar kelihatan unik.”
“Oooh...” jawab Zaskia dan Hamzah serempak. Mereka mengangguk-angguk, seolah sedang menerima informasi baru yang menyenangkan.
Lalu mata Zaskia menangkap sesuatu yang lain. “Pak, kenapa kudanya pakai kacamata biru?”
“Kalau nggak pakai kacamata, nanti mata kudanya bisa kena debu,” jawab Pak Kusir sabar.
Zaskia kembali mengangguk-angguk, merasa puas dengan jawaban itu. Tapi tak lama kemudian muncul lagi pertanyaan yang lebih aneh.
“Kudanya kalau pipis di kamar mandi, ya?”
Pak Kusir tertawa pendek. “Wah, nggak. Kudanya pipis di mana aja, di jalan pun bisa.”
“Lho? Terus yang nyebokin siapa?” tanya Hamzah penuh penasaran.
“Nggak ada yang nyebokin,” jawab Pak Kusir, masih tertawa.
“Waaah, jorok dong,” celetuk Zaskia sambil cemberut geli.
Saya ikut tertawa mendengar percakapan itu. Betapa polosnya mereka dalam mengamati dunia.
Beberapa menit berlalu, angin sepoi-sepoi menerpa wajah kami. Elmira yang semula semangat melihat pemandangan, kini mulai bersandar manja di dada saya. Baru sampai Demaan, napasnya terdengar teratur, ia sudah tertidur pulas, lelah karena terlalu semangat sejak pagi.
Hamzah melanjutkan percakapan. “Pak, kudanya laki atau perempuan?”
“Laki-laki. Namanya Jack,” jawab Pak Kusir.
“Capek nggak dia nanti?” tanya Hamzah sambil menatap kepala Jack yang bergoyang-goyang pelan.
“Enggak, sudah biasa. Dia kuat,” ujar Pak Kusir sambil menepuk lembut tali kekang.
“Kalau yang naik Amah, pasti capek ya?” celetuk Zaskia tiba-tiba, menggoda sambil terkikik.
“Eh, Zaskia nakal!” saya menegur sambil tertawa geli, meski dalam hati saya juga ikut tertawa. Amah adalah adik umi Zaskia, anggota keluarga kami yang tubuhnya agak besar, dan komentar Zaskia jelas penuh canda.
Sepanjang perjalanan, pertanyaan demi pertanyaan terus muncul. Kadang mereka menanyai saya, kadang langsung ke Pak Kusir. Tentang kenapa kuda tidak boleh makan terlalu banyak, bagaimana kuda bisa tahu jalan, apakah kuda bisa sedih, dan masih banyak lagi.
Bagi saya, ini bukan sekadar perjalanan naik kereta kuda. Ini adalah momen belajar yang penuh rasa ingin tahu, yang tak bisa mereka dapatkan dari layar gadget atau tontonan televisi.
“Kalau kita punya kuda, Timmi, enak ya. Bisa ke mana-mana nggak usah naik motor,” kata Hamzah tiba-tiba.
Saya tersenyum. “Tapi kamu harus tahu cara merawatnya. Kuda harus dimandikan, disisir, dikasih makan. Bukan mainan biasa.”
“Kalau aku mau belajar, nanti Timmi izinkan pelihara kuda?” tanya Zaskia serius.
“Wah, itu perlu diskusi panjang sama Ummi dan Abah kalian dulu,” jawab saya menghindar sambil tertawa.
Akhirnya, perjalanan kami berakhir di depan SMPN 2 Padangan. Saya membangunkan Elmira yang masih tertidur, dan pelan-pelan kami semua turun dari kereta kuda.
“Terima kasih, Pak!” seru Zaskia dan Hamzah kompak sambil melambaikan tangan. Jack si kuda tutul hanya mengibaskan ekor seolah mengerti.
Hari itu menjadi salah satu kenangan indah yang akan mereka simpan. Bukan karena tempat yang jauh atau wahana yang mahal, tapi karena pengalaman bersama naik kereta kuda, bertanya, tertawa, dan berbagi rasa penasaran.
Cepu, 9 Juni 2025
Asyik ya, bisa naik kuda rame2... Saking asyiknya Elmira sampai tertidur....😀😀
BalasHapus