Karya :Gutamining Saida
Liburan sekolah akhirnya tiba. Hiruk-pikuk suasana belajar di kelas mulai mereda. Suara bel yang biasanya menggema sebagai tanda masuk atau pulang kini berganti dengan keheningan khas masa libur. Siswa-siswa belajar di rumah, sebagian bepergian, dan sebagian lainnya menikmati waktu istirahat dengan keluarga. Bagi saya yang berprofesi sebagai guru IPS di sebuah SMP, liburan bukan berarti sepenuhnya berhenti dari peran mendidik.
Setiap liburan semester, saya berubah peran. Tidak lagi berdiri di depan kelas mengajar peta dan peristiwa sejarah, melainkan beralih menjadi guru TK dan PAUD dengan murid-murid istimewa yaitu cucu-cucu saya sendiri. Saya memiliki tiga cucu yang sedang dalam masa emas pertumbuhan, masing-masing berusia tiga, lima, dan tujuh tahun. Mereka datang untuk berlibur di rumah saya, yang mereka panggil timmi dan akung.
Bagi saya, masa kecil cucu-cucu bukan sekadar waktu bermain dan bersenang-senang. Saya ingin liburan mereka bukan hanya diisi dengan gadget atau tontonan semata. Saya ingin menciptakan kenangan. Saya ingin ketika mereka dewasa nanti, ada cerita manis yang bisa mereka ingat dan ceritakan tentang masa kecil yang penuh kasih, tentang liburan yang berharga di rumah timmi dan akungnya.
Hari ini saya memulai aktivitas dengan mengajak mereka melakukan “senam otak”. Mungkin terdengar sederhana, namun bagi anak-anak, kegiatan ini bisa menjadi petualangan baru yang menyenangkan sekaligus menantang. Saya sudah menyiapkan ruangan di ruang tengah, menyisihkan meja dan kursi agar mereka bebas bergerak. Saya juga alat peraga sederhana gambar telapak tangan yang saya tempel angka.
Awalnya, Zaskia cucu saya yang paling besar tampak bingung. Saat saya menunjukkan gerakan jari-jari tangan mengikuti angka di gambar telapak tangan. “Jari tangan kanan sama dengan gambar telapak kanan dan jari kiri sama dengan telapak tangan kiri, Zaskia! Ayo, bisa!” seruku sambil tersenyum menyemangati. Dia mencoba beberapa kali dan hasilnya belum sempurna, tetapi saya tahu dia berusaha. Saya beri contoh ulang secara perlahan, sambil menyisipkan sedikit cerita lucu agar dia lebih rileks.
Tidak lama kemudian, wajah Zaskia berubah. Dari raut bingung menjadi penuh semangat. Dia mulai bisa mengikuti gerakan. Kegiatan yang awalnya saya rancang sederhana ini berubah menjadi arena keceriaan. Mereka tertawa bersama ketika Zaskia salah gerakan. Saya pun ikut tertawa tidak ada tekanan, yang ada hanya semangat bermain dan belajar.
Setelah sesi senam gerakan tubuh, saya mengajak mereka mencoba senam otak versi kedua, yaitu menirukan angka dari gambar tangan. Sebelumnya, saya sudah menempelkan gambar-gambar tangan yang membentuk angka satu sampai lima di pintu almari ruang keluarga. Gambar-gambar itu saya cetak berwarna, lalu saya beri angka besar-besar di bawahnya.
Saya berdiri di depan pintu almari, menunjuk satu per satu gambar sambil berkata, “Ayo, siapa yang bisa menirukan jari angka tiga ini?” Zaskia dengan sigap mengangkat tiga jarinya. “Pintar!” saya memuji sambil tersenyum. Kemudian saya tunjukkan angka lima.
Saya membiarkan, karena baginya yang penting adalah proses mencoba. Kadang saya acak urutannya, lalu saya tantang mereka, “Siapa cepat tunjukkan angka dua!” dan mereka berlomba-lomba mengangkat dua jari.
Aktivitas ini tidak hanya menyenangkan, tapi juga melatih motorik halus dan konsentrasi. Mereka belajar mengenali bentuk, angka, serta mengasah koordinasi antara mata dan tangan. Yang lebih menyenangkan lagi, mereka melakukannya sambil tertawa dan itu membuat saya sangat bersyukur.
Momen sederhana seperti ini memberi saya kebahagiaan yang luar biasa. Ternyata, menjadi “guru” bagi cucu-cucu sendiri adalah berkah yang indah. Saya bisa menyaksikan tumbuh kembang mereka lebih dekat. Bisa menanamkan nilai-nilai sejak dini. Bisa menyusun kenangan yang kelak akan mereka bawa hingga tua.
Liburan kali ini bukan hanya tentang melepaskan penat dari sekolah, tapi juga tentang mempererat ikatan keluarga, menumbuhkan keceriaan, serta menciptakan jejak yang tidak akan lekang oleh waktu. Sebagai nenek dan juga seorang guru, saya ingin hadir di masa tumbuh mereka menjadi bagian dari cerita yang akan mereka kenang dan ceritakan suatu hari nanti.
Karena saya yakin, saat mereka mengingat rumah akungnya mereka tidak hanya akan mengingat halaman rumah atau suara akung yang memanggil, tetapi juga tawa, pelukan, dan senam otak yang membuat liburan jadi lebih istimewa.
Cepu, 23 Juni 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar