Rabu, 11 Juni 2025

Menikmati Kuliner Es Buah dan Mie Ayam

Karya: Gutamining Saida

Kuliner bukan sekadar urusan perut. Kuliner adalah perjalanan rasa, pengalaman batin, dan cara sederhana merayakan hidup. Menikmati kuliner tidak selalu harus dengan menu mahal di restoran bergengsi. Justru seringkali, kebahagiaan itu hadir di tempat yang sederhana, dengan sajian yang biasa, tapi penuh makna.

Siang itu cukup terik. Tak ada rencana khusus, tak ada janji temu. Obrolan yang biasanya jadi penentu langkah juga tak hadir.  Di tengah kesunyian aktivitas, datanglah sebuah celah waktu sebuah peluang kecil untuk bernafas sejenak dari rutinitas.

Semuanya berawal dari sebuah foto sederhana yang dikirim oleh anak saya. Foto tersebut dari sosmed adalah gambar es buah segar yang diletakkan di atas meja bambu, dengan latar belakang kereta api yang sedang melintas dan hamparan sawah yang menghijau. Foto itu seolah berbicara: "Mari rehat sejenak, nikmati hidup dari sisi yang sederhana."

Tanpa pikir panjang, ajakan sederhana pun tercetus, “Mau coba ke sana?”

Dan dengan satu kata ringan namun mantap, “Yes.”

Berangkatlah kami berdua, menelusuri jalanan yang tak terlalu jauh, tapi cukup memberi rasa petualangan. Angin siang menampar pelan wajah, membawa aroma khas pedesaan yang jarang ditemui di kota. Semakin dekat ke lokasi, hati pun ikut berdebar bukan karena ingin mencicipi es buahnya semata, tapi karena rasa penasaran dan kegembiraan kecil yang perlahan tumbuh.

Sesampainya di lokasi, motor berhenti di depan sebuah warung sederhana yang berada di tepi sawah. Tak ada papan besar tapi di sana terpampang gambar es buah yang menjadi daya tarik utama. Di seberangnya, ada kursi panjang dari bambu yang menghadap langsung ke hamparan hijau sawah, terbuka lebar di bawah langit biru yang teduh.

Kami memesan dua mangkuk es buah dan dua mie ayam. Sementara menunggu, mata pun berselancar, menelusuri panorama sekitar. Sebuah suara peluit dari kejauhan perlahan mendekat. Kereta api melintas, menambah pesona pemandangan siang itu. Suara roda yang berpadu dengan desir angin menciptakan harmoni alami yang menenangkan. Waktu menunggu jadi tak terasa.

Sambil duduk di kursi bambu itu, saya menatap barisan tanaman padi yang mulai meninggi. Biasanya, padi hanya sekadar latar saat melintas. Tapi kali ini, saya memandangnya dengan lebih seksama. Setiap helai daun hijau itu bergerak lembut tertiup angin, seolah melambai-lambai menyapa, menyampaikan pesan bahwa “Inilah keteduhan yang selama ini kau lewatkan.”

Es buah dan mie ayam akhirnya datang, mangkuk putih sederhana berisi potongan pepaya, semangka, melon, nanas, dan sirup merah menyambut dengan segar. Tidak ada topping mewah atau sentuhan kekinian. Tapi saat sendok pertama masuk ke mulut, sensasinya langsung menyegarkan. Manisnya pas, dinginnya menyentuh tenggorokan yang kering, dan buah-buahnya terasa segar seperti baru dipetik dari kebun belakang rumah.

Mie diberi sayuran sawi dengan toping potongan daging ayam dan satu cakar ayam. Kami tambahkan kecap, saos dan sambal agar rasanya lebih mantap dan lengkap. Alhamdulillah terucap saat sendok pertama masuk ke mulut. Rasanya nikmat sambil sesekali menikmati pemandangan di kejauhan.

Kami menikmati sajian itu tanpa banyak bicara. Kadang, keheningan adalah bentuk rasa syukur yang paling jujur. Mata kembali menatap pemandangan, hati kembali menggumamkan dzikir. Nikmat Allah Subhanahu Wata’alla tak selalu hadir dalam bentuk besar dan mencolok. Terkadang, ia hadir dalam udara yang bersih, dalam pemandangan yang sejuk, atau dalam semangkuk es buah di warung pinggir sawah.

Selesai makan, kami duduk sejenak, menutup dengan percakapan ringan. Tapi hati terasa penuh. Penuh oleh rasa damai, rasa cukup, dan terutama rasa syukur. Seperti yang sering kita dengar: "Jika kamu bersyukur, maka Aku akan tambahkan nikmat itu." Maka bersyukurlah kami atas setiap momen kecil yang hari itu hadir tanpa rencana, tapi begitu memberi makna.

Sebelum pulang, saya sempat menoleh kembali ke kursi bambu itu. Sebuah kursi biasa, tapi hari ini menjadi tempat kami berdua menikmati karunia luar biasa. Sebuah sajian sederhana telah menjadi pengingat, bahwa hidup tak perlu selalu mewah untuk membahagiakan hati.

Siapa sangka, dari foto sederhana seseorang yang sedang menikmati es buah, kami menemukan sebuah pelajaran bahwa rasa syukur membuat setiap rasa jadi lebih nikmat, setiap pemandangan jadi lebih indah, dan setiap waktu sederhana jadi lebih berarti.

Cepu, 11 Juni 2025


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar