Bahagia Dengan Ragam Jepretan

Karya : Gutamining Saida 
Bahagia itu tidak harus selalu mahal. Kadang, kebahagiaan justru muncul dari momen yang spontan, sederhana, dan tak terencana. Seperti yang kami alami pada Sabtu akhir pekan, saat rombongan kecil kami singgah di Benteng Pendem Ngawi. Bukan untuk liburan atau kunjungan khusus, melainkan hanya mampir sejenak selepas menghadiri resepsi pernikahan teman satu kantor di Sragen. 

Sabtu pagi kami berangkat bersama. Bus mini yang kami tumpangi penuh dengan canda tawa, mengenang masa kerja bersama, serta cerita-cerita ringan tentang teman yang sedang menikah. Resepsi berlangsung hangat, penuh suasana kekeluargaan. Namun, yang membuat hari itu semakin berkesan justru adalah keputusan spontan saat perjalanan pulang.

“Ayo, mampir bentar ke Benteng Pendem. Sayang sudah sewa bus mahal dan masih siang juga nanti sampai Cepu ,” celetuk salah satu teman.

Tanpa pikir panjang, kami pun minta pak sopir untuk belok ke benteng pendem. Angin siang  menyambut kami begitu sampai di halaman benteng. Suasana teduh, langit cerah, dan arsitektur kuno yang kokoh berdiri membuat tempat itu terasa magis seolah menyimpan ribuan kisah dari masa silam.

Tak ingin kehilangan momen, salah satu dari kami mengeluarkan kamera. Awalnya hanya satu-dua foto. Tapi tak lama kemudian, semuanya larut. Ada yang berdiri di atas rumput dengan gaya ala macam-macam, ada yang duduk di sela tembok sambil meniru gaya model , dan ada juga yang spontan membuat pose konyol yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal.

“Eh, gayaku jangan dihapus ya. Mau dijadikan foto profil!” seru Bu Wiwik sambil melihat hasil jepretan yang memperlihatkan dirinya sedang menjulurkan tangan seperti orator ulung.

Klik! Klik! Klik!

Lensa kamera itu menangkap bukan hanya gambar, tetapi juga kebahagiaan yang lepas dari kepenatan. Hari-hari kami biasanya sibuk dengan tugas sekolah, tumpukan administrasi, dan urusan rumah yang tak ada habisnya. Tapi hari itu, semua beban seperti dilepaskan. Di tengah reruntuhan benteng tua, kami seperti anak-anak sekolah yang kembali merasakan riang tawa.

Saat foto-foto itu ditampilkan satu per satu, senyum merekah di wajah kami. Gaya yang lucu, pose yang nyeleneh, dan ekspresi yang spontan semua menjadi bahan candaan yang menyegarkan hati. Kami lupa sejenak tentang koreksi tugas, target mingguan, dan jadwal yang padat. Yang tersisa hanyalah tawa dan rasa syukur.

Malamnya, saat semua sudah kembali ke rumah masing-masing, grup WhatsApp kami ramai dengan kiriman foto. Ada yang membuat kolase, ada yang memberi caption lucu, bahkan ada yang membuat cerita singkat untuk mengenang momen itu.

Aku duduk di ruang tamu, membuka kembali satu per satu foto itu. Hatiku hangat. Bahagia ternyata bisa sesederhana ini. Hanya dengan singgah di tempat bersejarah, berfoto bersama teman-teman dengan gaya jenaka, lalu tersenyum menyaksikannya kembali saat malam tiba.

Setiap kali aku melihat foto-foto di Benteng Pendem itu, aku tahu bahwa bahagia bukan soal kemewahan. Tapi tentang rasa lega saat bisa tertawa bersama, tentang persahabatan yang tulus, dan tentang momen singkat yang meninggalkan jejak panjang di hati.
Cepu, 22 Juni 2025 

Komentar