Karya : Gutamining Saida
Hari Minggu tanggal 6 April 2025 terasa berbeda dari biasanya. Sejak semalam, saya sudah menata niat di dalam hati. Rencana menghadiri resepsi pernikahan teman sekantor di Paron bukan sekadar perjalanan biasa. Di balik acara itu, ada harapan lain yang saya semayamkan dalam diam yaitu harap bertemu dengan saudara yang tinggal tak jauh dari lokasi resepsi. Sudah lama kami tak bersua. Waktu, jarak, dan kesibukan membuat pertemuan seperti mimpi yang terus tertunda.
Perjalanan ke Paron adalah kesempatan langka. Maka, dalam hati saya berdoa dengan sungguh-sungguh. “Ya Allah, jika Engkau ridha, berilah saya kesempatan bertemu dengan saudara yang bernama dik Anik walau sejenak. Saya rindu ingin bersilaturahmi.”
Pagi itu, langit cerah seolah mengamini niat baik saya. Bersama teman-teman kantor, kami berangkat dari sekolah menuju lokasi resepsi. Perjalanan penuh canda tawa, menyenangkan dan hangat. Namun di tengah semua kegembiraan itu, hati ini masih menyimpan harapan sederhana yaitu pertemuan dengan dik Anik.
Sesampainya di lokasi resepsi, suasana ramai. Musik menyambut tamu, pengantin terlihat bahagia dengan senyum yang tak lepas dari wajah. Kami bersalaman, mengucap selamat, dan menyantap hidangan yang disediakan tak lupa foto bersama. Semuanya terasa indah, namun jujur saja, pikiran masih tertambat pada satu hal yaitu mungkinkah nanti Allah berkenan mempertemukan saya dengan saudara yang bernama dik Anik.
Waktu berjalan cepat. Di sela-sela acara, saya memberanikan diri mengirim pesan. “Saya sudah ada di lokasi resepsi desa Paron. Sudah berangkat dik? Kita bisa bertemu sebentar? saya tahu waktu tidak panjang…”
Tak lama, balasan datang. “Iya tapi hanya bisa sebentar. Kita ketemu di perempatan dekat patung gading ya?”
Hati ini bergetar bahagia. Allah Subhanahu Wata'ala benar-benar mengabulkan doa saya. Dalam keterbatasan waktu dan keadaan, Dia membuka jalan untuk pertemuan yang telah lama tertunda.
Selesai acara, pamit pada manten dan melanjutkan perjalanan cepat menuju titik temu. Perempatan patung gading bukan tempat yang istimewa. Ramai lalu lintas, kendaraan lalu lalang, hiruk pikuk pasar terdengar dari kejauhan. Namun hari itu, perempatan itu menjadi saksi satu pertemuan yang sangat berarti.
Kami bertemu. Peluk hangat seketika menyatu. Mata kami berbinar. Tak banyak yang bisa diucap. Hanya cerita singkat, tanya kabar dan senyum yang menyimpan rindu lama. Tak ada bangku nyaman, tak ada kopi, teh yang menemani. Tapi di tengah lalu lintas yang padat dan suara klakson yang bersahutan, hatiku damai.
Pertemuan itu hanya sekitar sepuluh menit. Namun rasanya seperti meneguk seteguk air setelah lama kehausan. Rindu yang mengendap perlahan luruh. Bahkan dalam singkatnya waktu, kami sempat saling mendoakan. “Semoga sehat terus ya. Jangan lupa saling mendoakan. Meski jarang bertemu, hati kita tetap dekat.”
Saat berpamitan, sejenak menatap wajah berpelukan dengan saudara dan mulai berpisah berjalan menjauh. Ada haru yang mengalir diam-diam. Kami akan kembali berjauhan. Tapi saya juga tahu, bahwa hari itu Allah Subhanahu Wata'ala telah memberikan hadiah besar yang tak ternilai harganya: nikmat kesempatan untuk bertemu.
Di perjalanan pulang diam dalam mobil saya tenggelam dalam rasa syukur. Betapa Allah Maha Mendengar. Dia tahu isi hati hamba-Nya. Bahkan untuk niat yang hanya terucap dalam doa malam, Dia mampu jawab dengan cara yang indah.
Saya belajar hari itu bahwa pertemuan tidak harus lama. Tidak harus di tempat istimewa. Yang terpenting adalah maknanya. Kadang Allah Subhanahu Wata'ala tidak memberikan semua yang kita minta, tapi Dia selalu memberi apa yang kita butuhkan.
Pertemuan di perempatan itu sederhana, tapi bagi saya sangat luar biasa. Saya bersyukur karena Allah Subhanahu Wata'ala memberi izin. Saya bersyukur karena walau sebentar, rindu sedikit terobati. Bersyukur karena Allah Subhanahu Wata'ala masih sayang pada saya mempertemukan dengan bagian dari keluarga besar saya.
Perempatan patung gading sebagai tempat di mana Allah Subhanahu Wata'ala menurunkan rahmat-Nya, menjawab doa diam saya dan mengajarkan tentang nikmat waktu, tentang syukur, dan tentang pentingnya menjaga silaturahmi meski hanya sekejap. Terima kasih dik Anik sudah menyempatkan waktu bertemu dan oleh-olehnya. Semoga diberikan rizeki yang barokah.
Cepu, 6 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar