Minggu pagi yang sejuk terasa
biasa saja. Di grup WhatsApp buwoh beberapa
pesan mulai bermunculan. Suasana terlihat santai, namun ada semacam semangat
yang menggantung di antara candaan dan obrolan ringan. Hari itu memang bukan
hari kerja, tapi tetap saja ada agenda penting yaitu resepsi pernikahan salah
satu teman sekantor yang rumahnya di desa Kebon kecamatan Paron.
Sudah beberapa hari sebelumnya,
rencana berangkat bersama dari sekolah telah dirancang dengan matang. Jadwal
keberangkatan ditetapkan pukul 11.00 siang dari halaman parkir sekolah.
Kendaraan sudah disiapkan beberapa rekan dan semangat untuk berangkat dan hadir
bersama terasa begitu menggebu.
Pagi itu, sekitar pukul 09.00,
sebagian besar rekan sudah mulai menyapa di grup.
“Pagi-pagi jangan lupa mandi ya,”
tulis Bu Wiwik sambil menambahkan emot tertawa.
“Iya dong… masa datang ke resepsi
bau,” balas Bu Indri cepat, seperti biasa dengan gaya ceplas-ceplosnya yang
khas.
Di tengah kehebohan itu, satu
nama belum juga muncul. Pak Jum, yang biasanya jarang pegang handphone tidak
ada muncul membalas pesan, masih diam seribu bahasa. Bahkan, tanda centang dua
biru pun belum muncul.
“Pak Jum mana ya? Kok belum
kelihatan?” tulis Bu Wiwik lagi.
“Ssstt… mungkin masih di sawah,”
seloroh Bu Ning
Semua tertawa. Namun kekhawatiran
kecil mulai muncul karena waktu terus berjalan.
“Pokoknya jangan sampai telat ya.
Berangkat tetap jam 11,” lanjut Bu Wiwik mengingatkan.
“Saya gak pernah telat ya, Bu,”
balas Bu Indri dengan gaya yakin.
“Gimana Pak Jum? Gak ada kabar
lho…” tambahnya, mulai khawatir bercampur geli.
“Jangan molor lho. Yang biasa
pakai celana kolor, hhhh,” celetuk Bu Indri lagi, dan sontak membuat grup
meledak dengan emoji tertawa.
Canda tawa semakin ramai. Pak Bambang menimpali, “Wah, jangan-jangan Pak Jum
masih mikir cocok nggak pakai dasi.”
Tak lama kemudian, salah satu
guru lain yang tinggal dekat rumah Pak Jum memberikan info, “Tadi subuh
lampunya masih nyala. Tapi sekarang sunyi senyap.”
“Pak Jum disabotase istrinya
mungkin, biar nggak dandan terlalu ganteng,” sambung Bu Indri yang sepertinya
sudah dalam mode humor penuh pagi itu.
Pukul 10.30, grup makin ramai.
Foto-foto mulai dikirim. Ada yang memamerkan kemeja batik terbaru, ada yang
bingung memilih kerudung yang cocok, bahkan ada yang bertanya: “Pakai sandal
atau sepatu ya?”
Namun tetap, Pak Jum belum
terlihat online. Grup mulai bercampur antara kekhawatiran dan rasa geli. Bu
Wiwik akhirnya menelepon langsung ke nomor Pak Jum, tapi masih tidak aktif.
“Yah, mati lagi. Jangan-jangan
HP-nya ikut tidur,” kata Pak Budi, guru matematika yang biasanya kalem tapi
kali ini ikutan nyenggol.
Akhirnya, sekitar pukul 10.20,
sebuah notifikasi muncul. Tanda online! Semua mata tertuju ke layar.
Pak Jum akhirnya muncul dengan
kalimat pendek yaitu “Maaf…hpku tidak bisa dibuka.”
Langsung grup meledak. “Waaahhh
akhirnyapak Jum muncul!” Selamat datang kembali di dunia nyata, Pak!” “Buruan siap-siap
ya…”Semoga kolor sudah diganti!”
Satu per satu mulai bersiap
menuju sekolah. Ketika akhirnya semua berkumpul, kehebohan masih berlanjut
secara langsung. Pak Jum datang dengan jaket menutupi batik, dengan senyum yang
khas.
“Maaf ya, HP nggak bisa dibuka.”
“Udah, yang penting nggak pakai
kolor ke kondangan,” celetuk Bu Indri yang langsung disambut gelak tawa.
Perjalanan menuju lokasi resepsi
menjadi penuh cerita. Di dalam mobil, canda tawa tak berhenti. Bu Wiwik
mengingatkan rute, sementara Pak Jum, yang akhirnya duduk paling belakang, tak
lepas dari godaan.
Sesampainya di lokasi, rombongan
guru disambut dengan hangat oleh si pengantin dan keluarganya. Mereka tampak
rapi, kompak, dan terlihat begitu solid sebagai satu keluarga besar.
Kebersamaan itu terasa istimewa.
Tidak hanya karena acara resepsi teman sekantor yang begitu berbahagia, tapi
juga karena kisah sebelum berangkat yang penuh warna. Kadang dari hal-hal
sederhana seperti kesiangan, HP mati, atau canda soal celana kolor, justru
tercipta tawa yang mempererat rasa kebersamaan. Hari Minggu bukan sekadar tentang datang ke resepsi. Tapi
tentang tawa, kekeluargaan, dan kenangan yang akan terus menjadi cerita lucu di
hari-hari kerja berikutnya.
Cepu, 7 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar