Sabtu, 05 April 2025

Teguran Cinta Dari Allah

 Karya: Gutamining Saida

Delapan bulan lalu, saya diuji oleh Allah Subhanahu Wata’alla dengan rasa sakit yang tak terduga. Tubuh terasa lemah, ada bagian yang seolah tak bisa lagi diajak kompromi. Awalnya saya merasa cemas dan khawatir. Sejumlah dugaan dan rasa sakit mulai membayangi pikiran. Namun justru dari titik itulah, saya kembali bersimpuh dalam keheningan malam. Saya mencari, mendekat, berlari kepada Allah Subhanahu Wata’alla yang selama ini mungkin telah saya abaikan dalam hiruk-pikuk dunia.

Sakit ini bukan hanya menyentuh fisik, tapi juga hati. Setiap kali rasa nyeri, panas itu datang, saya menangis. Tapi tangisan itu bukan semata karena rasa sakitnya, melainkan karena saya sadar. Saya telah terlalu lama lalai. Saya telah terlalu jauh dari Allah Subhanahu Wata’alla . Padahal hanya kepada-Nya saya bergantung hidup.

Di sepertiga malam, saya mulai membangun kembali hubungan yang dulu sempat renggang. Saya duduk dalam gelap, bersujud dengan hati yang penuh luka. Lisan yang tak berhenti memohon. Saya menangis, bukan hanya karena sakit yang menyesakkan. Tapi karena saya merasa begitu hina telah melupakan  Allah Subhanahu Wata’alla yang selama ini menjaga saya tanpa pamrih.

"Ya Allah... maafkan saya. Saya kembali pada-Mu. Saya tidak kuat tanpa pertolongan-Mu..."

Itulah kalimat yang sering saya bisikkan di sela-sela sujud panjang. Malam-malam tak lagi sepi, karena kini penuh tangisan dan curahan hati. Saya menceritakan segalanya kepada-Nya. Tentang lelah, kesakitan, penyesalan, dan keinginan saya untuk sembuh yaitu bukan hanya secara jasmani, tetapi juga ruhani.

Ajaibnya, semakin saya dekat kepada-Nya, semakin ringan pula sakit yang saya rasakan. Saya mulai bisa tidur lebih nyenyak. Nafas terasa lebih lega. Hati jauh lebih tenang. Sakit itu perlahan-lahan mereda, dan bahkan nyaris hilang.

Saya tahu itu bukan semata karena obat dan terapi. Itu karena Allah Subhanahu Wata’alla mendengarkan saya. Itu karena Allah Subhanahu Wata’alla menjawab jerit hati saya. Seperti manusia pada umumnya, saat rasa sakit itu perlahan menghilang, saya mulai sibuk kembali dengan rutinitas. Saya lupa bagaimana rasanya menangis dalam sujud. Saya mulai jarang curhat kepada Allah Subhanahu Wata’alla. Saya kembali lalai, padahal saya telah merasakan betapa indahnya saat hati begitu dekat dengan-Nya.

Seperti sebuah tamparan kasih sayang dari Allah Subhanahu Wata’alla rasa sakit itu datang lagi. Kali ini, berbeda tempat di bagian tubuh yang laim. Rasa sakitknya sama. Saya kembali merasa tersayat. Saya merasa seperti ditarik lagi ke tempat semula, tempat di mana saya benar-benar merasa membutuhkan Allah Subhanahu Wata’alla.

Awalnya saya bertanya, "Kenapa lagi, Ya Allah?"

Kemudian hatiku menjawab, "Karena engkau mulai menjauh lagi,"

Tersentak, saya kembali menangis. Bukan karena rasa sakit yang baru saja datang, tapi karena saya sadar, Allah Subhanahu Wata’alla masih sayang kepada saya. Allah Subhanahu Wata’alla tidak membiarkan saya terlalu lama larut dalam kesibukan yang menjauhkan diri dari-Nya. Allah Subhanahu Wata’alla memberiku teguran, sebuah sentilan lembut namun sangat berarti yaitu  melalui rasa sakit.

Seketika, saya merasa begitu dicintai oleh Allah Subhanahu Wata’alla. Sakit ini bukan kutukan. Ini adalah jalan untuk kembali. Sebuah undangan agar saya datang lagi ke pelukan Allah Subhanahu Wata’alla.

Saya mencoba untuk tidak lagi lalai. Saya menyadari bahwa sehat ataupun sakit, lapang ataupun sempit, saya harus tetap dekat kepada Allah Subhanahu Wata’alla. Bukan hanya saat butuh, bukan hanya saat tubuh lemah dan hati goyah. Tapi juga saat bahagia, saat segalanya tampak baik-baik saja.

Teguran Allah Subhanahu Wata’alla melalui sakit membuat saya lebih peka terhadap betapa rapuhnya saya tanpa pertolongan-Nya. Saya belajar bahwa kesehatan bukan hanya anugerah, tapi juga pengingat agar saya tak pernah menyombongkan diri. Bahwa sakit bukan hukuman, melainkan panggilan kasih yang penuh cinta.

Kini di setiap sujud menjadi lebih bermakna. Setiap sakit yang datang, saya syukuri. Karena hal ini menjadi jalan untuk saya kembali kepada yang Maha Penyayang. Selama saya terus melangkah mendekat kepada-Nya, saya tak akan pernah benar-benar sendiri.

Cepu, 6 April 2025


Tidak ada komentar:

Posting Komentar