Karya : Gutamining Saida
Sejak pagi saya sudah merancang sebuah kegiatan sederhana namun bermakna untuk Zaskia, Hamzah dan Elmirra. Tiga anak yang selalu penuh semangat dan rasa ingin tahu tinggi. Saya ingin mereka menikmati hari liburan di Cepu dengan cara yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bisa menumbuhkan kreativitas dan kerja sama.
Saya menyiapkan beberapa bahan yaitu stik es krim warna coklat, gambar-gambar yang sudah saya rancang semalam, lem tembak, dan aneka tutup botol plastik bekas. Semuanya saya susun rapi di atas meja. Sekilas memang tampak seperti bahan daur ulang biasa, tapi di tangan anak-anak, saya yakin benda-benda sederhana itu bisa berubah menjadi karya luar biasa.
“Zaskia, Hamzah, sini dulu!” seru saya memanggil mereka.
Dua pasang mata kecil itu langsung berlari mendekat, penuh antusias.
“Ada apa, Timmi?” tanya Zaskia, matanya menyapu bahan-bahan di atas meja.
“Wah, stik es krim!” seru Hamzah sambil memegang beberapa stik dan memainkannya seperti pedang.
Saya tersenyum. “Hari ini kita akan membuat model manusia dari stik dan gambar-gambar ini. Setelah itu, kalian bebas membuat bentuk apa pun yang kalian suka dari stik dan tutup botol ini.Timmi cuma kasih satu syarat yaitu gunakan imajinasi kalian!”
Mereka langsung bersorak. Tanpa menunggu aba-aba, mereka memilih stik dan mulai menyusun bentuk manusia. Zaskia yang selalu teliti, mengambil tiga stik yaitu satu untuk badan dan dua untuk tangan. Ia menambahkan gambar wajah kecil yang ditempelkan di ujung stik, lalu dengan sabar menempelkan potongan kertas untuk membuat rambut dan pakaian.
Sementara itu, Hamzah dengan gayanya yang spontan dan penuh ide, malah langsung menempel dua stik membentuk huruf X, lalu menambahkan dua tutup botol sebagai ‘sepatu’. “Ini manusia alien dari planet stik!” katanya Hamzah
Saya tertawa geli melihat kreasi mereka yang unik. Meski awalnya saya pikir mereka akan membuat bentuk-bentuk manusia biasa, nyatanya imajinasi mereka jauh lebih luas dari yang terbayangkan. Zaskia mulai menambahkan latar belakang yaitu gambar rumah, pohon, dan matahari dari kertas bekas. Hamzah malah membuat “robot prajurit” dengan stik sebagai pedang dan tutup botol sebagai perisai.
“Kalian hebat,” puji saya. “Sekarang, setelah model manusianya selesai, kalian boleh bebas berkreasi. Mau bikin rumah, jembatan, binatang apa saja boleh!”
Zaskia segera menyusun stik menjadi bentuk rumah mungil. Ia mengatur letaknya seperti sedang membangun rumah boneka. Dinding dari stik, atap dari potongan kardus, dan tutup botol dijadikan jendela. Hamzah di sisi lain membuat sesuatu yang tak terkira yaitu ia menyusun tutup botol membentuk roda dan menggabungkannya dengan stik hingga menjadi mobil-mobilan sederhana.
“Aku bikin mobil pemadam kebakaran, Timmi! Ini rodanya bisa muter,” seru Hamzah bangga.
Saya mendekat dan memang, kreasinya cukup keren. Ia berhasil menempelkan stik secara kokoh di antara dua tutup botol hingga bisa bergerak seperti roda mainan.
Zaskia yang melihat itu jadi tertantang. “Aku juga mau buat kendaraan, tapi pesawat!” katanya sambil mengambil stik yang tersisa.
Tak butuh waktu lama, ia berhasil membuat bentuk pesawat mungil dari dua stik panjang sebagai sayap, satu stik untuk badan pesawat, dan tutup botol kecil sebagai ko pilot. Ia bahkan menambahkan “penumpang” dari gambar-gambar lucu yang ditempel di badan stik.
Melihat mereka begitu serius dan menikmati setiap prosesnya, saya merasa haru. Kegiatan sederhana ini tak hanya mengasah kreativitas mereka, tapi juga mengajarkan kerja sama, fokus, dan kepuasan dari mencipta. Tak ada gawai, tak ada kebosanan hanya tangan kecil yang sibuk bekerja dan tawa riang yang memenuhi ruangan.
Beberapa kali mereka berdiskusi, saling memberi saran, dan juga saling membantu. Saat Hamzah kesulitan menempel stik yang susah berdiri, Zaskia membantunya menahan sampai lem kering. Ketika Zaskia kehabisan tutup botol kecil, Hamzah memberikan miliknya tanpa diminta.
Menjelang sore, meja kerja mereka sudah penuh dengan berbagai karya yaitu manusia dari stik, rumah, robot, mobil, pesawat, bahkan sebuah jembatan kecil yang dibangun dari sisa-sisa stik. Saya mengabadikan semuanya dengan kamera, menyimpan senyum dan kebanggaan di wajah dua anak itu dalam sebuah foto yang akan jadi kenangan manis.
“Timm, besok kita bikin lagi, ya?” pinta Zaskia sambil membereskan mainan. “Iya, tapi besok kita tambahkan bahan baru, ya. Mungkin kertas lipat atau benang wol?” sahutku memberi ide.
“Wah, seru!” teriak mereka bersamaan.Hari itu bukan sekadar tentang stik dan tutup botol. Tapi tentang bagaimana dua anak kecil belajar untuk bermimpi, berimajinasi, dan menyampaikan ide mereka lewat tangan-tangan kecil yang penuh semangat. Dan saya sebagai nenek merasa bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'alla bisa menjadi bagian dari proses tumbuh mereka yang luar biasa.
Cepu, 15 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar