Karya : Gutamining Saida
Sampai malam ini langit tampak redup, seperti perasaan yang berkabut dalam dada seorang perempuan yang menatap layar kosong di hadapannya. Sudah berjam-jam saya sesekali mengetik satu kalimat lalu menghapusnya lagi. Saya bukan tidak punya waktu, bukan juga tidak punya niat. Hanya saja, ide sepertinya enggan mampir hari ini.
Biasanya, saat segelas air putih diletakkan di sampingnya, kata-kata langsung mengalir dari pikirannya. Saya akan menulis tentang apapun yaitu tentang kebiasaan sarapan, tentang senyum seorang siswa yang diam-diam memperhatikannya saat mengajar, tentang peristiwa kecil yang membawa makna besar. Saya menulis untuk berbagi, untuk mencatat jejak hidup yang kadang luput dari perhatian.
Sampai malam ini saya merasa ada kekosongan ide semacam jeda dalam rutinitas kreatif yang selama ini begitu lancar. “Kenapa hari ini sulit sekali menulis, ide tidak ada muncul? ” gumamnya sambil menghela napas. Lalu pikirannya melayang pada satu komentar di blog-nya, dua hari lalu. "Terima kasih, Bu. Tulisan Ibu membuat saya merasa tidak sendiri hari ini."
Saya tersenyum pelan. Ya, itu yang membuat terus menulis. Bukan sekadar jumlah pembaca atau banyaknya "like", tapi kesadaran bahwa di luar sana ada seseorang yang merasa dikuatkan oleh kata-katanya. Seseorang yang bahkan tak pernah saya temui, bisa merasakan pelukan hangat dari cerita yang saya rangkai.
Saya kembali duduk dan mulai mengetik, tidak memaksakan ide besar. Saya menulis tentang malam itu saja tentang kebuntuan, tentang sepi, dan tentang rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala atas satu pembaca yang setia.
Hari ini saya tidak tahu harus menulis apa.?Biasanya, tulisan mengalir begitu saja. Kadang hanya dari percakapan kecil dengan teman, dari senyuman siswa, atau bahkan dari aroma bakso lewat depan rumah. Sampai malam ini, semuanya terasa datar. Tidak ada percikan. Tidak ada dorongan untuk segera menulis. Saya merasa tetap perlu menulis, bukan karena takut kehilangan pembaca, tapi karena saya ingin tetap jujur pada diri sendiri. Bahwa tidak semua hari penuh warna. Tidak semua malam bersinar.
Saya ingin berkata pada para pembaca saya yang setia yaitu hari ini saya sedang kosong. Tapi bukankah itu juga bagian dari perjalanan? Kita semua pernah merasa seperti itu, bukan? Saat ide-ide seperti sembunyi di balik tirai, menunggu untuk dipanggil perlahan. Saat kata-kata tidak mengalir, justru hati mulai belajar mendengar lebih dalam.
Mungkin hari ini saya hanya perlu mendengarkan. Mungkin bukan giliran saya untuk berbicara, tapi untuk diam dan memahami. Layar ini masih kosong di banyak bagiannya, tapi tidak apa-apa. Setidaknya ada satu kalimat jujur yang bisa saya tinggalkan di sini yaitu saya bersyukur ada pembaca yang mau membaca, bahkan ketika saya tidak menulis hal-hal luar biasa.
Layar laptop itu kini tak lagi kosong. Ada alinea-alinea sederhana yang menumpuk satu per satu. Tidak megah, tidak terlalu puitis, tapi terasa hangat. Saya membaca ulang, lalu mengklik tombol “unggah ke blog”. Tak lama kemudian, notifikasi muncul. Seseorang sudah membaca tulisannya.
Saya sadar, inspirasi tidak selalu datang dari ide besar. Kadang ia tersembunyi di balik kebuntuan, di sela-sela rasa hampa yang justru mengajak untuk lebih jujur menulis dari hati. Saya tak perlu menjadi penulis besar untuk berarti. Saya hanya perlu menjadi dirinya sendiri. Malam ini, langit memang tidak terlalu cerah. Tapi di dalam rumah kecil ini ada satu jiwa yang kembali menyala.
Cepu, 17 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar