Senin, 24 Maret 2025

Tempe Godong Jati

 


Karya: Gutamining Saida

Saya memutuskan untuk berjalan kaki sendirian menikmati udara segar. Biasanya, suasana masih sepi dan belum banyak orang beraktivitas. Kali ini saya pulang agak siang sekitar pukul 08.00 WIB. Jalanan sudah mulai ramai, rumah-rumah pun banyak yang membuka pintunya, menandakan bahwa hari benar-benar telah dimulai aktivitas.

Saat melewati sebuah lorong tempat yang biasa menjadi lokasi penjual berhenti. Penjual tempe, tahu, dan brambang dan lain sebagainya. Saya melihat beberapa orang sedang berbelanja. Saya mengenali salah satu dari mereka yaitu Bu Eli, seorang kenalan yang selama ini saya tahu sebagai orang yang murah senyum dan suka berbagi.

Bu Eli sedang memegang dua bungkus tempe. Tempe memang makanan yang umum di daerah kamidan uniknya. Di Cepu tempe memiliki berbagai macam bungkus. Ada yang dibungkus dengan plastik, ada yang menggunakan daun pisang, dan ada juga yang memakai daun jati. Setiap bungkus memiliki keunikan tersendiri. Bungkus plastik lebih praktis dan tahan lama, tetapi tempe yang dibungkus daun pisang atau daun jati memiliki aroma khas yang lebih sedap saat dimasak.

Saya menyapa Bu Eli dengan ramah, sekadar bertanya kabar dan berbasa-basi seperti biasanya. Selanjutnya membuat saya bingung. Tanpa banyak bicara, Bu Eli tiba-tiba mengulurkan dua bungkus tempe yang dipegangnya kepada saya.

Saya kaget dan langsung berusaha menolak dengan halus. "Wah, saya masih punya stok tahu dan tempe di rumah, Bu. Baru kemarin saya beli di pasar." Bu Eli hanya tersenyum dan berkata singkat, "Ini buat Umi. Mosok tidak mau terima?"

Saya terdiam sejenak. Ada perasaan sungkan, tetapi juga terselip rasa haru. Saya menyadari bahwa ini bukan sekadar pemberian biasa, melainkan sebuah bentuk kebaikan yang tulus. Mungkin bagi Bu Eli, dua bungkus tempe ini tidak seberapa, tetapi bagi saya, ada makna yang lebih dalam di baliknya.

Akhirnya, saya menerima tempe itu dengan penuh syukur. Saya menghormati niat baik Bu Eli dan menganggapnya sebagai rezeki dari Allah Subhanahu Wata’alla yang diberikan melalui tangan orang baik. “Saya terima ya.”ucap saya singkat.

Dengan perasaan campur aduk yaitu antara bahagia, terharu, dan sedikit malu. Tak lupa ucapkan terimakasih pada bu Eli saat akan melanjutkan langkah kaki. Saya melanjutkan jalan kaki menuju rumah. Di tangan saya, ada sebuah kantong plastik berisi tempe yang diberikan dengan penuh keikhlasan.

Dalam perjalanan, saya bertemu dengan seorang tetangga yang juga sedang berjalan kaki. Ia menyapa saya lebih dulu. Saya pun membalas sapaan itu dengan ramah. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran saya untuk meneruskan kebaikan yang baru saja saya terima. Saya ingin berbagi, sebagaimana Bu Eli baru saja berbagi dengan saya.

Saya lalu mengulurkan tempe itu kepada tetangga saya dan berkata, "Ini ada tempe, silakan diambil. Saya baru saja diberi, dan saya ingin berbagi juga." Tetangga saya tampak terkejut, lalu tersenyum. "Wah, terima kasih, tapi saya tidak mau ambil semua. Satu saja cukup."

Saya tersenyum dan menyerahkan satu bungkus tempe kepadanya. Ada rasa lega dan bahagia yang menghangatkan hati saya. Malaikat sudah membagikan rezeki kepada semua manusia, termasuk saya, dalam bentuk tempe. Dan kini, saya juga telah ikut menjadi bagian dari rantai kebaikan itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar