Sekitar pukul 08.00 WIB, aku
menerima kabar yang mengejutkan dari suami dan anakku. Seorang teman dekat
suami meninggal dunia mendadak. Hatiku terasa berat, seakan menolak percaya
dengan kenyataan ini. Bagaimana mungkin? Semua terjadi begitu cepat, seolah tak
memberi kesempatan bagi siapa pun untuk bersiap-siap.
Aku segera bergegas. Ada perasaan
mendesak dalam hatiku untuk segera datang. Aku tahu bahwa kematian adalah
rahasia Allah Subhanahu Wata’alla, datang kapan saja, dengan cara apa saja.
Beberapa orang meninggal setelah berjuang melawan penyakit, ada yang terlibat
dalam kecelakaan tragis, dan ada juga yang pergi begitu saja tanpa tanda-tanda,
seperti sahabat suamiku ini.
Dalam perjalanan menuju rumah
duka, pikiranku melayang ke belakang. Seorang pria yang penuh semangat, selalu
tampak sehat dan bugar. Dia gemar berolahraga, terutama tenis. Hampir setiap
pagi, dia datang ke lapangan bersama teman-temannya, menikmati udara segar
sambil mengayunkan raket. Dia adalah orang yang ramah, penuh canda, dan selalu
membawa energi positif ke sekelilingnya.
Setibanya di rumah duka, suasana
sudah dipenuhi isak tangis keluarga dan kerabat. Aku melihat wajah istrinya
yang masih tampak syok, matanya sembab dan tangannya gemetar saat menerima
pelayat. Anak-anaknya, yang masih perjalanan. Satu sudah berada di rumah duka
dan satunya barusan datang masuk rumah tampak kebingungan dengan situasi ini.
Aku duduk di sudut ruangan,
berusaha menenangkan diri. Aku masih mengingat obrolan terakhir kami beberapa bulan
yang lalu. Dia berbicara bersama keluarganya, tentang keinginannya untuk
mengurangi pekerjaan dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang-orang
tercinta.
Namun, manusia hanya bisa
merencanakan, sedangkan Allah Subhanahu Wata’alla yang menentukan. Kematian
tidak pernah bertanya apakah kita sudah siap atau belum. Ia datang dengan
caranya sendiri, pada waktu yang telah ditetapkan.
Menurut cerita para takziah yang
kudengar, dia menghembuskan napas terakhirnya di lapangan tenis saat sedang
bermain. Pukul 07.00 pagi, tubuhnya mendadak ambruk di tengah pertandingan.
Tidak ada tanda-tanda sebelumnya, tidak ada keluhan sakit.
Aku tertegun. Ada sesuatu yang
menenangkan dalam peristiwa ini. Aku membayangkan sahabat suami bermain di lapangan tenis, melakukan sesuatu
yang dia sukai, dikelilingi oleh teman-temannya. Tidak ada rasa sakit yang
berlarut-larut, tidak ada penderitaan panjang. Hanya satu momen, satu detik,
lalu dia berpulang dengan damai. Mungkin ini cara terbaik baginya. Tidak semua
orang diberikan kesempatan untuk pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit yang
berkepanjangan.
Kematian bukan hanya peristiwa
kehilangan, tetapi juga pengingat bagi yang masih hidup. Kita sering sibuk
mengejar dunia, menunda-nunda hal baik, lupa bahwa waktu kita terbatas. Aku
mendapatkan pelajaran berharga. Hidup ini singkat, dan kita tidak pernah tahu
kapan panggilan terakhir akan datang. Yang bisa kita lakukan adalah menjalani
hari-hari dengan sebaik mungkin, mencintai orang-orang di sekitar kita, dan
selalu bersiap untuk menghadapi pertemuan dengan Sang Pencipta.
Panggilan
Allah Subhanahu Wata’alla ada tiga, yaitu: satu, Panggilan Salat, Saat adzan berkumandang, Allah Subhanahu
Wata’alla memanggil hamba-Nya untuk menunaikan ibadah salat sebagai bentuk
ketaatan dan komunikasi dengan-Nya. Dua, Panggilan Kematian, Setiap
manusia pasti akan mengalami kematian, yang merupakan panggilan Allah Subhanahu
Wata’alla untuk kembali kepada-Nya dan mempertanggungjawabkan amal
perbuatannya. Tiga, Panggilan Haji, Allah Subhanahu Wata’alla memanggil
hamba-Nya yang mampu untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sebagai bentuk
penyempurnaan rukun Islam.
Ketiga panggilan ini mengajarkan
manusia tentang ketundukan, penghambaan, dan persiapan menuju kehidupan abadi
di akhirat. Nah, ayo kita persiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk bekal
memenuhi panggilan Sang Kuasa. Semoga bermanfaat.
Cepu, 4 Februari 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar