Rabu, 05 Februari 2025

Jam Terakhir Penuh Kenangan


Karya: Gutamining Saida

Jam pelajaran terakhir selalu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru.  Termasuk aku yang mengajar IPS di kelas 7C. Saat matahari mulai condong ke barat dan perut mulai berbunyi pelan, konsentrasi siswa pun ikut menurun. Aku tahu ini jam rawan, jam di mana siswa mudah mengantuk atau justru terlalu bersemangat sendiri dengan obrolan di luar pelajaran.

Siang ini, aku harus mencari cara agar mereka tetap fokus. Materi yang kubahas cukup menarik, tentang perkembangan agama hindu di Indonesia. Aku sadar jika hanya menjelaskan secara teori, mereka akan bosan. Maka, aku mencoba membuat suasana lebih hidup dengan permainan sederhana.

“Baik, sekarang kita bermain menyebutkan nama negara!” seruku.

Seketika, perhatian mereka mulai tertuju padaku.

“Caranya, kita mulai dari ujung kiri terus ke samping kanan. Setiap siswa menyebutkan satu nama negara. Huruf terakhir dari negara itu akan menjadi huruf awal untuk siswa berikutnya dalam menyebut negara lain. Paham?”

“Pahaammm!” seru mereka hampir bersamaan.

Aku tersenyum. Ini pertanda baik. Setidaknya, mereka mau terlibat.

Permainan pun dimulai. Siswa pertama menyebutkan "Indonesia." Huruf terakhirnya adalah "A," maka siswa berikutnya harus menyebut negara yang berawalan "A."

“Argentina!” katanya.

Begitu seterusnya, permainan berjalan lancar. Mereka tampak bersemangat. Ada yang berpikir keras, ada yang spontan menjawab, dan ada pula yang terlihat khawatir jika gilirannya tiba.

Sampai akhirnya, giliran seorang siswi yang duduk di barisan depan. Dengan percaya diri, ia mendapatkan huruf terakhir "R" dari jawaban sebelumnya. Semua mata tertuju padanya, menunggu jawabannya.

Ia berpikir sejenak, lalu dengan suara lantang berkata, "Rusa!"

Kelas mendadak hening satu detik. Lalu...

“Hahaha!” Gelak tawa langsung pecah. Siswa-siswa lain tertawa terpingkal-pingkal. Beberapa ada yang memukul meja sambil tertawa, ada yang sampai menutup wajah karena tak tahan menahan tawa.

Sementara itu, siswa yang menjawab “Rusa” hanya menoleh ke kanan dan kiri dengan ekspresi polos. Ia tampak tak merasa bersalah sama sekali.

Aku sendiri ikut tertawa, tapi sebagai guru, aku harus tetap menjaga suasana agar tidak terlalu gaduh. Aku menepuk telapak tanganku beberapa kali untuk menenangkan mereka.

“Oke, oke, cukup! Sekarang, coba pikir ulang, apakah ‘Rusa’ itu sebuah negara?” tanyaku sambil menahan senyum.

Anak itu mengerutkan kening, lalu tampak berpikir. “Bukan ya, Bu?” katanya ragu-ragu.

“Bukan.” Aku mengangguk. “Rusa itu hewan, bukan negara. Yang benar, kalau huruf terakhirnya ‘R,’ kamu bisa menyebut ‘Rusia’ misalnya.”

“Oooohhh…” Ia akhirnya mengerti, lalu ikut tertawa kecil, menyadari kesalahannya.

Kelas kembali ramai dengan suara riuh rendah, masih ada yang tertawa kecil sambil mengulang-ulang kata "Rusa." Beberapa siswa bahkan mulai bercanda dengan membuat kalimat kocak seperti, “Kalau ada negara Rusa, pasti ibukotanya Hutan Raya!”

Aku menggeleng sambil tersenyum. Momen seperti ini memang sering terjadi dalam kelas. Bagiku, ini adalah bagian dari proses belajar yang menyenangkan.

Setelah suasana mereda, aku melanjutkan permainan, kali ini memastikan bahwa mereka lebih berhati-hati dalam menjawab. Meski demikian, kejadian tadi masih menjadi bahan candaan sepanjang sisa pelajaran.

Ketika bel akhirnya berbunyi tanda pelajaran usai, beberapa siswa masih tersenyum-senyum. Salah satu dari mereka bahkan berkata sambil tertawa, “Bu, kalau nanti ada negara baru bernama Rusa, saya yang pertama tahu ya!”

Aku pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Aku merasa puas. Meskipun ada sedikit insiden lucu, mereka tetap belajar dengan semangat. Bagiku, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan.  Ketika siswa merasa senang, mereka akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dan tentu saja, kejadian ini akan menjadi salah satu kenangan mengajar yang tak terlupakan bagiku. Semoga terhibur.

Cepu, 5 Februari 2025

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar