Senin, 06 Januari 2025

Setelah Kutinggalkan Grup Whatshap

Karya: Gutamining Saida 

Setelah beberapa hari yang penuh dengan kejutan, aku masih mencoba menenangkan hati. Aku baru saja keluar dari grup WhatsApp SMPN 1 Kedungtuban, sekolah yang telah menjadi rumah keduaku selama beberapa waktu. Keputusan ini bukanlah hal yang mudah. Bagaimanapun, tempat itu telah memberiku begitu banyak kenangan, baik suka maupun duka.

Ketika aku mengetikkan kata-kata pamitan di grup sebelum keluar, hatiku diliputi berbagai perasaan. Aku berusaha menyusun kata-kata terbaik, mengucapkan terima kasih atas kebersamaan yang pernah ada, dan memohon maaf atas segala kekurangan. Namun, ketika pesan itu terkirim dan aku akhirnya keluar dari grup.

Ada rasa hampa yang sulit dijelaskan. Mungkin seperti yang pernah kualami. Aku tidak bisa dan tidak ingin tahu komentar teman-teman. Aku ingat, ketika mendengar berita mutasi rekan kerja lain sebelumnya, aku juga tidak segera memberikan tanggapan karena tidak tahu harus berkata apa. Kali ini, aku berada di posisi yang sama, hanya sebagai pihak yang pergi.

Sejujurnya, aku tidak menyangka mutasi ini akan terjadi secepat ini. Proses pengusulan yang sempat terkendala karena adanya Pilkada membuatku sempat kehilangan harapan. Aku berpikir usulanku akan tertunda hingga waktu yang tidak ditentukan, bahkan sampai tahun ajaran baru 2025. Aku pun tidak mempersiapkan mental untuk meninggalkan SMPN 1 Kedungtuban secepat ini.

Ketika kabar itu akhirnya datang, aku berusaha menerima. Dalam hati, aku berkata pada diri sendiri untuk ikhlas. Mungkin ini adalah bagian dari rencana Allah SubhanahuWata’alla yang lebih baik. Meski berat, aku tahu bahwa waktu selalu berjalan, dan aku harus melangkah maju.

Beberapa saat setelah keluar dari grup, salah seorang teman dekatku mengirim pesan pribadi. Ia memberitahuku bahwa beberapa teman sebenarnya ingin memberikan komentar di grup, tetapi mungkin merasa bingung atau tidak tahu harus berkata apa. Aku mencoba memahami itu.

Aku membalas pesan tersebut dengan tenang, meyakinkannya bahwa aku tidak menyimpan perasaan negatif. Aku tahu, situasi seperti ini selalu menghadirkan berbagai emosi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Setelah percakapan itu, perasaan hampa tetap ada. Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan melakukan hal lain, tetapi pikiranku terus melayang ke kenangan di SMPN 1 Kedungtuban.

Setelah bangun tidur, aku membuka ponsel untuk memeriksa pesan. Di grup sekolah baru, tidak ada chat baru. Ada chat pribadi beberapa yang masuk. Dengan rasa penasaran, aku mulai membuka dan membacanya. Chat dari waka kesiswaan kucoba buka dan baca.

Hanya dalam beberapa detik, mataku mulai berkaca-kaca. Kata-kata yang dituliskan itu begitu menyesakkan. Air mata mulai menetes. Aku mencoba menghentikan diri untuk tidak terlalu larut dalam emosi, tetapi semakin aku membaca, semakin deras air mata itu mengalir. Tidak kubaca aku penasaran sampai titik terakhir. Sebuah dilemma. Aku mohon maaf bila tak bisa membalas chat dengan Panjang lebar. Maafkan aku kawan, kuucapkan dalam hati. Ada rasa syukur yang kuterima, tetapi di sisi lain ada perasaan kehilangan yang sulit dilukiskan.

Kenangan di SMPN 1 Kedungtuban kembali membanjiri pikiranku. Teman-teman yang sudah seperti keluarga, siswa-siswa yang selalu memberikan warna dalam hari-hariku, hingga momen-momen kecil yang selama ini mungkin terlihat biasa tetapi ternyata sangat berarti.

Aku mencoba menenangkan diri. Aku berkata pada diri sendiri bahwa ini adalah jalan yang telah Allah Subhanahu Wata’alla tentukan. Aku harus kuat. Rasa penasaran membawaku kembali membaca chat yang belum selesai. Setiap kata terasa menusuk hati, mengingatkanku pada dua dunia yang kini berbeda. Yaitu dunia lama yang harus kutinggalkan, dan dunia baru yang harus kupijaki.

Aku masih merasakan kehilangan yang begitu besar. Aku hanya bisa berharap, teman-teman di SMPN 1 Kedungtuban tidak merasakan kehilangan yang sama seperti yang aku rasakan. Aku sadar, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Namun, perpisahan ini terasa begitu tiba-tiba, bahkan sebelum aku sempat benar-benar mempersiapkan hati. Dalam hati, aku memohon maaf kepada teman-teman jika kepergianku ini meninggalkan kesan yang tidak diharapkan.

Aku percaya bahwa semua ini adalah bagian dari takdir Allah Subhanahu Wata’alla yang harus kujalani. Meski tak sesuai harapan, aku yakin bahwa rencana-Nya selalu lebih indah dari apa yang mampu kupikirkan. Aku berdoa agar teman-temanku di SMPN 1 Kedungtuban selalu dalam lindungan Allah, diberikan kesehatan, keberkahan, dan kebahagiaan. Aku juga berdoa agar aku mampu menjalani tugas baru ini dengan baik, membawa manfaat bagi siswa-siswa dan lingkungan yang baru.

Perjalanan ini memang berat, tetapi aku percaya setiap langkah yang diiringi doa dan keikhlasan akan membawa kebaikan di akhir cerita. Semoga kita semua selalu diberikan kekuatan untuk menerima setiap takdir dengan hati yang lapang. Aamiin

Cepu, 6 Januari 2025

 


3 komentar: