Karya: Gutamining Saida
Setelah beberapa hari yang penuh
dengan kejutan, aku masih mencoba menenangkan hati. Aku baru saja keluar dari
grup WhatsApp SMPN 1 Kedungtuban, sekolah yang telah menjadi rumah
keduaku selama beberapa waktu. Keputusan ini bukanlah hal yang mudah.
Bagaimanapun, tempat itu telah memberiku begitu banyak kenangan, baik suka
maupun duka.
Ketika aku mengetikkan kata-kata
pamitan di grup sebelum keluar, hatiku diliputi berbagai perasaan. Aku berusaha
menyusun kata-kata terbaik, mengucapkan terima kasih atas kebersamaan yang
pernah ada, dan memohon maaf atas segala kekurangan. Namun, ketika pesan itu
terkirim dan aku akhirnya keluar dari grup.
Ada rasa hampa yang sulit
dijelaskan. Mungkin seperti yang pernah kualami. Aku tidak bisa dan tidak ingin
tahu komentar teman-teman. Aku ingat, ketika mendengar berita mutasi rekan
kerja lain sebelumnya, aku juga tidak segera memberikan tanggapan karena tidak
tahu harus berkata apa. Kali ini, aku berada di posisi yang sama, hanya sebagai
pihak yang pergi.
Sejujurnya, aku tidak menyangka
mutasi ini akan terjadi secepat ini. Proses pengusulan yang sempat terkendala
karena adanya Pilkada membuatku sempat kehilangan harapan. Aku berpikir
usulanku akan tertunda hingga waktu yang tidak ditentukan, bahkan sampai tahun
ajaran baru 2025. Aku pun tidak mempersiapkan mental untuk meninggalkan SMPN 1
Kedungtuban secepat ini.
Ketika kabar itu akhirnya datang,
aku berusaha menerima. Dalam hati, aku berkata pada diri sendiri untuk ikhlas.
Mungkin ini adalah bagian dari rencana Allah SubhanahuWata’alla yang lebih
baik. Meski berat, aku tahu bahwa waktu selalu berjalan, dan aku harus
melangkah maju.
Beberapa saat setelah keluar dari
grup, salah seorang teman dekatku mengirim pesan pribadi. Ia memberitahuku
bahwa beberapa teman sebenarnya ingin memberikan komentar di grup, tetapi
mungkin merasa bingung atau tidak tahu harus berkata apa. Aku mencoba memahami
itu.
Aku membalas pesan tersebut
dengan tenang, meyakinkannya bahwa aku tidak menyimpan perasaan negatif. Aku
tahu, situasi seperti ini selalu menghadirkan berbagai emosi yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata. Setelah percakapan itu, perasaan hampa tetap ada.
Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan melakukan hal lain, tetapi pikiranku
terus melayang ke kenangan di SMPN 1 Kedungtuban.
Setelah bangun tidur, aku membuka
ponsel untuk memeriksa pesan. Di grup sekolah baru, tidak ada chat baru. Ada
chat pribadi beberapa yang masuk. Dengan rasa penasaran, aku mulai membuka dan membacanya.
Chat dari waka kesiswaan kucoba buka dan baca.
Hanya dalam beberapa detik,
mataku mulai berkaca-kaca. Kata-kata yang dituliskan itu begitu menyesakkan.
Air mata mulai menetes. Aku mencoba menghentikan diri untuk tidak terlalu larut
dalam emosi, tetapi semakin aku membaca, semakin deras air mata itu mengalir. Tidak
kubaca aku penasaran sampai titik terakhir. Sebuah dilemma. Aku mohon maaf bila
tak bisa membalas chat dengan Panjang lebar. Maafkan aku kawan, kuucapkan dalam
hati. Ada rasa syukur yang kuterima, tetapi di sisi lain ada perasaan
kehilangan yang sulit dilukiskan.
Kenangan di SMPN 1 Kedungtuban
kembali membanjiri pikiranku. Teman-teman yang sudah seperti keluarga,
siswa-siswa yang selalu memberikan warna dalam hari-hariku, hingga momen-momen
kecil yang selama ini mungkin terlihat biasa tetapi ternyata sangat berarti.
Aku mencoba menenangkan diri. Aku
berkata pada diri sendiri bahwa ini adalah jalan yang telah Allah Subhanahu
Wata’alla tentukan. Aku harus kuat. Rasa penasaran membawaku kembali membaca
chat yang belum selesai. Setiap kata terasa menusuk hati, mengingatkanku pada
dua dunia yang kini berbeda. Yaitu dunia lama yang harus kutinggalkan, dan
dunia baru yang harus kupijaki.
Aku masih merasakan kehilangan
yang begitu besar. Aku hanya bisa berharap, teman-teman di SMPN 1 Kedungtuban
tidak merasakan kehilangan yang sama seperti yang aku rasakan. Aku sadar,
setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Namun, perpisahan ini terasa begitu
tiba-tiba, bahkan sebelum aku sempat benar-benar mempersiapkan hati. Dalam
hati, aku memohon maaf kepada teman-teman jika kepergianku ini meninggalkan
kesan yang tidak diharapkan.
Aku percaya bahwa semua ini
adalah bagian dari takdir Allah Subhanahu Wata’alla yang harus kujalani. Meski
tak sesuai harapan, aku yakin bahwa rencana-Nya selalu lebih indah dari apa
yang mampu kupikirkan. Aku berdoa agar teman-temanku di SMPN 1 Kedungtuban
selalu dalam lindungan Allah, diberikan kesehatan, keberkahan, dan kebahagiaan.
Aku juga berdoa agar aku mampu menjalani tugas baru ini dengan baik, membawa
manfaat bagi siswa-siswa dan lingkungan yang baru.
Perjalanan ini memang berat,
tetapi aku percaya setiap langkah yang diiringi doa dan keikhlasan akan membawa
kebaikan di akhir cerita. Semoga kita semua selalu diberikan kekuatan untuk
menerima setiap takdir dengan hati yang lapang. Aamiin
Cepu, 6 Januari 2025
sampai jumpa bu saida😓😓
BalasHapusselamat ya bu saida, semoga sukses selalu
BalasHapus9b gak akan lupa bu saida bu
BalasHapus