Hari Rabu tanggal 8 Januari 2025 di
jam ke 3-4, saya masuk ke ruang kelas 7A. Seperti biasa, saya memulai dengan
ucapan salam dan menatap wajah-wajah ceria mereka satu per satu. Kelas ini
adalah kelas terakhir dari seluruh kelas 7 yang saya ajar. Di setiap pertemuan
awal, saya selalu melakukan perkenalan, tapi entah kenapa hari ini saya merasa
cukup dengan rutinitas yang sama. Saya berpikir, "Kenapa setiap hari harus
berkenalan terus? Bukankah lebih baik langsung masuk ke materi pelajaran?"
Saat saya hendak memulai
pelajaran, tiba-tiba ada beberapa siswa yang nyeletuk, “Kenalan dulu dong, Bu!”
Nada mereka terdengar ceria dan antusias. Saya tertegun sejenak. Mereka menatap
saya penuh harap, seolah-olah perkenalan adalah hal yang sangat penting bagi
mereka. Tersenyum kecil, saya akhirnya menyerah pada permintaan mereka.
"Baiklah," kata saya
sambil mengangguk, “Ini saatnya perkenalan terakhir di kelas 7, khususnya untuk
7A.”
Wajah mereka langsung
berseri-seri. Saya merasa ada kehangatan yang terpancar dari siswa-siswa ini.
Saya pun mulai berbicara tentang diri saya. Ditengah-tengah perkenalan, saya
tiba-tiba berpikir mungkin lebih baik jika saya memberi mereka kesempatan untuk
bertanya apa saja yang ingin mereka ketahui tentang saya.
"Sekarang giliran kalian.
Silakan bertanya apa saja yang ingin kalian tahu tentang saya," ujar saya
sambil tersenyum.
Satu per satu tangan mulai
terangkat. Pertanyaannya sederhana namun menggelitik, mulai dari "Bu, nama
lengkapnya siapa?" hingga "Bu, sebelum ini mengajar di mana?"
Saya menjawab setiap pertanyaan dengan sabar. Lalu, seorang siswa bertanya,
“Bu, rumahnya di mana?”
Saya menjawab dengan menyebutkan
alamat lengkap saya. Saat itu, dua anak perempuan di bagian bangku Tengah saling
berpandangan dan senyum-senyum. Salah satu dari mereka angkat bicara, “Bu,
rumahnya yang ada tempat terapinya itu, ya?”
Saya mengangguk. “Betul. Itu
rumah saya.”
Ternyata, kedua anak itu tinggal
di belakang rumah saya. Mereka mulai menceritakan bahwa mereka salah satu cucu
bu Yayuk dan melihat orang-orang yang datang untuk terapi. Saya tersenyum
mendengar cerita mereka. Hal ini membuat suasana kelas semakin hangat, seperti
ada ikatan yang lebih erat antara kami.
“Kok kita baru tahu, ya, kalau
itu rumah Ibu?” tanya salah satu dari mereka sambil tertawa kecil.
Saya pun ikut tertawa. “Nah,
makanya penting untuk saling mengenal,” jawab saya.
Sesi tanya jawab ini berlangsung
cukup lama. Beberapa anak mulai mengajukan pertanyaan yang lebih personal. Seperti makanan favorit saya, hobi, bahkan
film yang saya suka. Saya merasa seperti sedang berbicara dengan teman-teman
kecil, bukan sekadar siswa.
Di akhir sesi, saya menyampaikan
sesuatu yang menurut saya penting. “Anak-anak, Ibu ingin kalian tahu, meskipun
Ibu adalah guru kalian, Ibu juga manusia biasa seperti kalian. Kita semua
belajar bersama di sini. Jadi, jangan ragu untuk bertanya atau berbicara dengan
Ibu jika kalian butuh sesuatu. Ibu selalu ada untuk membantu kalian.”
Wajah-wajah mereka terlihat
serius mendengarkan. Saya bisa melihat bahwa mereka mulai memahami maksud saya.
Bagi saya, hubungan antara guru dan siswa tidak hanya sebatas belajar-mengajar
di kelas. Perkenalan ini adalah jembatan untuk membangun rasa percaya dan
saling memahami.
Setelah perkenalan selesai, saya
pun memulai materi pelajaran. Namun, suasana di kelas terasa berbeda. Ada
keakraban yang muncul, membuat saya lebih semangat mengajar. Beberapa siswa
yang biasanya pendiam mulai aktif bertanya dan ikut berdiskusi. Bahkan, anak
yang tinggal di belakang rumah saya sempat bercanda, “Bu, kalau pas libur, kita
main ke rumah Ibu, boleh ya?”
Saya tertawa kecil dan menjawab,
“Boleh, tapi jangan lupa bawa buku kalian, ya!”
Ketika bel berbunyi menandakan
akhir pelajaran, saya menutup kelas dengan ucapan terima kasih. Sebelum keluar,
seorang siswa mendekati saya. Saya tersenyum sambil menjawab, “Terima kasih.
Ibu juga senang bisa kenal kalian lebih dekat.”
Saya pulang dengan perasaan
hangat. Meski awalnya merasa bosan dengan perkenalan, saya menyadari bahwa
mengenal siswa-siswa adalah langkah penting untuk membangun hubungan yang baik.
Perkenalan terakhir di kelas 7A menjadi momen yang akan selalu saya ingat. Saya
merasa telah menemukan sesuatu yang berharga. Pedekatan dengan siswa-siswa saya, yang pada
akhirnya akan membuat proses belajar-mengajar menjadi lebih bermakna.
Cepu, 9 Januari 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar