Karya: Gutamining Saida
Minggu pagi yang redup, hatiku
terasa begitu berat. Hari ini adalah hari yang tak bisa dihindari hari ketika
aku harus mengucapkan perpisahan dengan grup whatshap sekolah SMPN 1
Kedungtuban. Aku sudah memutuskan untuk segera keluar grup. Senin besok aku
akan mulai mengajar di sekolah yang baru. Ada perasaan haru, cemas, dan sedikit
rasa bersalah dalam hatiku, karena alasan mutasi aku tak bisa lagi menetap di grup yang sudah
menjadi bagian hidupku selama ini.
Ketika membuka ponsel dan melihat
grup whatshap sekolah, hati kecilku ingin segera keluar dari grup itu.
Aku tahu ini adalah langkah yang tepat, karena aku harus tahu diri. Tidak
mungkin aku tetap bergabung dalam percakapan mereka setelah aku tidak lagi
menjadi bagian dari SMPN 1 Kedungtuban. Meskipun aku tahu ini adalah keputusan
yang harus kuambil, kenyataan itu tak mudah untuk kuterima. Rasa berat itu
membuatku ragu, dan aku tahu, sekali aku menekan tombol "keluar",
segalanya akan berubah.
Aku duduk, jari-jariku mulai
bergerak di layar ponsel, mencoba mengetik kalimat untuk pamit. Seperti biasa,
aku bisa merangkai kata-kata dengan mudah.
Kali ini setiap kata terasa begitu berat. Aku menatap layar ponselku
sejenak, kemudian mulai mengetik: "Assalamualaikum, saya ingin
pamit..."
Begitu kalimat itu terucap, air
mataku mulai merembes keluar tanpa bisa kutahan. Biasanya aku mudah tertawa,
berbicara panjang lebar, dan mengungkapkan perasaan dengan kata-kata yang
ringan. Tapi kali ini, entah mengapa, kata-kata terasa begitu sulit. Mengetikkan
pesan ini bahkan lebih berat daripada yang kuperkirakan. Baru saja aku menulis
satu kalimat, air mataku semakin deras. Kenapa harus sesedih ini? Aku merasa
canggung, bingung, dan tak mampu menjelaskan mengapa perpisahan ini begitu
menghantui hatiku.
Aku berhenti sejenak, mencoba
menenangkan diri. Aku tahu bahwa mutasi ini adalah jalan yang terbaik untuk
diriku. Aku harus menjaga kesehatan dan melanjutkan langkah hidupku di tempat
baru. Kenapa perpisahan ini terasa begitu dalam? Kenapa setiap kalimat yang
kutulis untuk pamitan membuatku semakin merasa kehilangan?
Lama aku menatap layar ponselku,
jari-jariku gemetar. Bagaimana bisa aku mengatakan selamat tinggal dengan
kata-kata yang indah seperti yang dilakukan oleh teman-teman yang sudah lebih
dulu pindah? Mereka bisa menulis pesan panjang, mengungkapkan rasa terima kasih
dan harapan, sementara aku, aku hanya bisa menulis kalimat singkat yang terasa
kering dan hambar. "Mohon maaf, saya pamit keluar grup terimakasih
semuanya," tulisku dengan singkat, tanpa bisa merangkai kata-kata lebih
panjang.
Begitu aku menekan tombol kirim,
aku merasakan hati yang kosong. Perpisahan ini sudah terjadi, tetapi aku tak
bisa menghindari rasa cemas yang datang. Mengapa aku merasa seperti ini?
Mengapa aku tak bisa mengucapkan perpisahan dengan kata-kata yang lebih baik,
dengan lebih banyak harapan dan pesan? Aku mencoba menjawab pertanyaan itu
dalam hati, tetapi tidak ada jawaban yang memuaskan. Aku hanya merasa bingung
dengan diriku sendiri.
Sementara di dalam grup, beberapa teman sudah
mengirimkan pesan panjang lebar, mengungkapkan rasa terima kasih dan kenangan
indah selama bekerja bersama. Mereka bisa menulis dengan lancar, dengan hati
yang penuh semangat. Aku merasa seperti berbeda, seperti tak mampu mengikuti
jejak mereka. Rasanya seperti ada yang hilang dalam diriku, sesuatu yang
membuatku tidak bisa berbicara lebih banyak. Bahkan ketika mengetik, air mataku
masih terus mengalir. Aku tak bisa menjelaskan perasaan ini, bahkan kepada
diriku sendiri.
Aku merasa berat meninggalkan
tempat yang sudah menjadi bagian dari hidupku, tempat yang penuh kenangan dan
pengalaman berharga. Meskipun aku tahu bahwa keputusan ini adalah yang terbaik
untukku, perpisahan tetap saja menyakitkan. Ada ikatan yang begitu dalam dengan
sekolah ini, dengan teman-teman sejawat, dengan siswa-siswa yang sudah
kuajarkan selama ini. Semua itu terasa seperti sebuah kenangan yang sulit
dilepaskan.
Aku memutuskan untuk pergi ke
luar rumah, bernafas sejenak, mencoba menenangkan perasaan yang semakin
terhimpit. Namun, meskipun aku berjalan jauh, perasaan cemas dan bingung tetap
menghantuiku. Kenapa aku tak bisa berkata dengan tegas dan jelas? Mengapa setiap
perpisahan terasa begitu menyakitkan?
Aku tahu, perpisahan adalah
bagian dari hidup. Aku juga tahu bahwa aku harus siap menghadapi langkah baru
di sekolah yang baru. Tetapi, kenapa berat sekali? Semua kenangan itu akan
tetap ada dalam hatiku, meskipun aku sudah pergi. Aku hanya berharap, semoga
perpisahan ini bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan
yang lebih baik. Aamiin.
Cepu, 5 Januari 2025
Semangat Bu Saida
BalasHapusiya, mkasih
BalasHapus