Karya: Gutamining Saida
Sore itu suasana di sekitar
Musala Miftahul Falah terasa tenang. Langit cerah meskipun matahari mulai
condong ke barat. Tak ada tanda-tanda mendung, namun jamaah yang hadir untuk pengajian
rutin sore ini tampaknya tidak terlalu banyak. Beberapa ibu sudah duduk di
dalam musala.
Saya memutuskan untuk segera
mengatur mereka. "Ibu-ibu yang di luar, monggo masuk ke dalam," kata
saya dengan nada lembut. Beberapa dari mereka menoleh, tersenyum, lalu dengan
perlahan masuk ke musala.
Saat melihat susunan tempat duduk.
Deretan selatan masih kosong. Pemandangan ini terasa kurang sedap dipandang. Saya
pun segera meminta beberapa ibu yang duduk berjauhan untuk bergeser ke depan
dan memenuhi deretan yang kosong. "Ayo, Ibu-ibu, bergeser biar terlihat
lebih rapi. Kalau duduknya teratur, kelihatan lebih penuh," saranku.
Ibu-ibu mulai bergeser meski
beberapa di antara mereka terlihat tersipu malu. Setelah semuanya tertata
dengan baik, acara inti pun dimulai. Sore ini yang mengisi ustad H. Maimun dari
Cepu.
Sang ustad yang dikenal dengan
gaya ceramah santai namun penuh makna. Beliau membuka pengajian dengan salam.
Setelah itu, ia menyapu pandangan ke seluruh jamaah sebelum berkomentar dengan
senyuman kecil.
"Ibu-ibu, duduknya kok seperti
diatur begini? Apa disuruh ibu ketua ya?" katanya, setengah bercanda.
Sontak, semua yang hadir tertawa.
Mereka merasa tersindir dengan komentar tersebut. "Iya, Pak Ustad, biar
jaraknya rapi," salah satu ibu mencoba menjawab sambil tertawa kecil.
Ustad mengangguk, tersenyum, lalu
melanjutkan ceramahnya. Topik sore itu sangat relevan dengan kehidupan para
jamaah, terutama ibu-ibu rumah tangga di era digital.
"Ibu-ibu," ujar sang
ustad, "di zaman sekarang, menjadi istri yang baik itu memang penuh
tantangan. Banyak yang harus kita pelajari dan kendalikan, terutama di era
media sosial ini. Tidak sedikit ibu-ibu yang sering membuat story, baik saat
susah maupun senang. Padahal, ada baiknya kita lebih berhati-hati dalam berbagi
kehidupan di dunia maya."
Para ibu mulai memperhatikan
lebih serius. Suasana menjadi tenang, hanya terdengar suara ustad yang
berbicara.
"Sebagai wanita, ada
beberapa hal penting yang harus kita tirakati di zaman sekarang,"
lanjutnya. "Tirakat ini berbeda dengan zaman dulu, tetapi esensinya tetap
sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga hati kita."
Beliau kemudian menyebutkan empat
hal yang menjadi tirakat penting bagi seorang Wanita yaitu
- Tidak
iri dengan wanita lain.
"Ibu-ibu, di media sosial kita sering melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Tapi ingat, apa yang kita lihat belum tentu mencerminkan kenyataan. Jangan iri, sebab Allah sudah memberikan yang terbaik untuk kita." - Dapat
menerima takdir.
"Kadang hidup ini tidak selalu sesuai dengan harapan kita. Jangan terlalu banyak mengeluh, terima apa yang Allah Subhanahu Wata’alla takdirkan, dan jalani dengan ikhlas." - Tidak
menuntut suami berlebihan.
"Seorang istri yang baik adalah yang memahami kemampuan suaminya. Jangan menuntut hal-hal duniawi yang di luar batas kemampuan suami." - Menahan
diri dari urusan duniawi.
"Sekarang ini banyak yang berlomba-lomba memiliki barang mewah atau memperlihatkan kemewahan. Padahal, yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi wanita yang Abida, ahli ibadah, dan selalu bersyukur."
Ustad melanjutkan ceramahnya
dengan menekankan pentingnya menjadi manusia yang diridhai Allah Subhanahu
Wata’alla. "Manusia yang akan diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu
Wata’alla adalah mereka yang mampu bersabar dan ikhlas dalam menerima
ujian-Nya," katanya.
Kemudian memberikan tiga contoh manusia yang diangkat
derajatnya oleh Allah Subhanahu Wata’alla yaitu,
- Manusia
yang direndahkan.
"Orang yang dihina, difitnah, atau direndahkan oleh orang lain. Jika ia mampu bersabar dan tidak membalas, maka Allah Subhanahu Wata’alla akan meninggikan derajatnya." - Manusia
yang diuji dengan kekayaan.
"Ada orang yang diuji dengan banyak harta, tapi kemudian dibuat bangkrut atau miskin. Jika ia tetap bersyukur dan tawakal, Allah Subhanahu Wata’alla akan mengganti kehilangan itu dengan kebaikan yang lebih besar." - Manusia
yang diuji dengan kesehatan.
"Orang yang diberi sakit oleh Allah Subhanahu Wata’alla. Jika ia sabar dan tetap berusaha mendekatkan diri kepada-Nya, maka sakitnya itu menjadi penghapus dosa dan peninggi derajatnya."
Ceramah itu benar-benar mengena
di hati para jamaah. Banyak ibu-ibu yang tampak merenung, seolah-olah sedang
mengevaluasi diri mereka sendiri. Beberapa terlihat mengangguk pelan,
menyetujui setiap kata yang disampaikan ustad.
Menjelang akhir pengajian, ustad
menutup dengan doa bersama. Doa itu mengalir dengan indah, memohon keberkahan,
kesabaran, dan kekuatan untuk menjadi istri dan ibu yang lebih baik.
Saya merasa lega. Meski jamaah
sore ini tidak terlalu banyak, suasana pengajian terasa hangat dan penuh
hikmah. Saya berharap pesan-pesan yang disampaikan ustad dapat menjadi
pegangan, tidak hanya untuk ibu-ibu yang hadir, tetapi juga untuk saya pribadi.
Saya terus teringat satu kalimat
yang diucapkan ustad yaitu "Jadilah wanita yang ahli ibadah. Sebab, wanita
yang seperti itu akan selalu diberkahi dan diangkat derajatnya oleh Allah
Subhanahu Wata’alla." Kalimat itu menjadi motivasi untuk terus memperbaiki
diri. Di tengah hiruk-pikuk dunia digital tirakat yang sebenarnya adalah
menjaga hati dan tetap mendekat kepada Allah Subhanahu Wata’alla. Semoga
menginspirasi.
Cepu, 21 Desember 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar