Sabtu, 26 Oktober 2024

Penantian Seorang Ibu

Dokumen Pribadi

Di sebuah rumah sederhana, seorang ibu hidup dalam keheningan. Dia ditemani rindu yang kian menyesakkan hati. Anak-anaknya yang dulu selalu berada di dekatnya, kini sudah jarang datang mengunjunginya. Mereka sibuk dengan keluarga masing-masing, terikat pada pekerjaan, dan disibukkan oleh tanggung jawab sebagai orang tua. Sejak anak-anaknya menikah dan punya kehidupan sendiri, sang ibu mengerti bahwa mereka kini memiliki prioritas lain. Namun, sebagai seorang ibu, kerinduannya tetap saja tak pernah pudar.

Setiap hari, ia menjalani rutinitas yang sama bangun pagi, memasak sarapan, dan membersihkan rumah dengan hati-hati, seakan-akan anak-anaknya akan datang sewaktu-waktu. Ia menyiapkan masakan yang disukai anak-anaknya sewaktu kecil, seperti sayur lodeh, sambel dan ikan asin goreng. Meski tahu masakan itu hanya akan disantap sendiri, ia tetap melakukannya dengan penuh kasih sayang. Dia mengingat betapa bahagianya saat-saat dulu mereka berkumpul di meja makan, bercanda tawa sambil menikmati hidangan sederhana.

Pada sore hari, ia sering duduk di ruang tamu rumah, memandangi jalan raya. Barangkali ada mobil berhenti. Mereka anak laki-lakinya yang datang. Harapan kecil selalu terselip di hatinya, berharap suatu hari ia akan melihat sosok anak-anaknya, muncul dari depan rumah dengan membawa senyuman, menenteng oleh-oleh untuknya, atau membawa cucu-cucu yang riang. Namun hari demi hari berlalu tanpa tanda-tanda mereka akan datang. Kadang kala ia mendengar kabar singkat dari mereka melalui telepon, tapi itu pun jarang terjadi. Setiap kali mendengar kabar tentang anak-anaknya, sang ibu hanya bisa mengangguk sambil menyembunyikan kerinduan dalam suaranya. Tak ingin membuat mereka merasa bersalah atau terbebani.

Dalam kesendirian, ibu ini sering merenungkan masa lalu. saat anak-anaknya masih kecil, ketika tangannya masih penuh dengan kesibukan mengurus mereka. Ia teringat pada malam-malam ketika harus terjaga karena demam mereka, atau pagi-pagi saat harus menyiapkan sarapan sebelum ke sekolah. Kini, meski rumahnya terasa sepi, kenangan-kenangan itu tetap hangat dalam ingatannya.

Suatu malam, setelah selesai shalat, ibu ini mengangkat tangan, memanjatkan doa dengan penuh harap. “Ya Allah, jagalah anak-anakku. Beri mereka kesehatan dan kebahagiaan. Jika Engkau mengizinkan, izinkan aku bertemu mereka. Izinkan aku memeluk mereka lagi, walau hanya sebentar.” Doanya mengalir dengan tulus, berharap Sang Pencipta mendengar dan mengabulkan keinginannya.

Malam itu, sang ibu tidur dengan hati yang tenang, meski sedikit terluka oleh rindu yang belum terjawab. Ia bermimpi bertemu dengan anak-anaknya, bercanda, berbicara dengan hangat seperti dulu. Pagi harinya, ia terbangun dengan senyum tipis di wajahnya. Meski mimpi itu singkat, rasanya seperti obat bagi kerinduannya yang mendalam.

Hari demi hari berlalu, dan meski anak-anaknya tak kunjung datang, sang ibu tetap menanti dengan sabar. Ia tahu, di balik kesibukan mereka, anak-anaknya pasti masih menyayanginya. Harapan kecil selalu ada, bahwa suatu hari anak-anaknya akan datang, mengetuk pintu, memeluknya, dan mengisi rumahnya dengan tawa lagi.

Dan meski waktu terus berjalan, kerinduannya tak akan pernah pudar. Ibu ini akan selalu menanti, dengan penuh cinta yang tak pernah berkurang. Karena bagi seorang ibu, cinta kepada anak-anaknya adalah cinta tanpa syarat, selalu ada meski jarak dan waktu memisahkan. Ia akan selalu menjadi pelabuhan tempat mereka pulang, kapanpun mereka merindukan kehangatan seorang ibu. Salam rindu dari seorang ibu.

Cepu, 27 Oktober 2024

 

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar