Di sebuah rumah sederhana,
seorang ibu hidup dalam keheningan. Dia ditemani rindu yang kian menyesakkan
hati. Anak-anaknya yang dulu selalu berada di dekatnya, kini sudah jarang
datang mengunjunginya. Mereka sibuk dengan keluarga masing-masing, terikat pada
pekerjaan, dan disibukkan oleh tanggung jawab sebagai orang tua. Sejak
anak-anaknya menikah dan punya kehidupan sendiri, sang ibu mengerti bahwa
mereka kini memiliki prioritas lain. Namun, sebagai seorang ibu, kerinduannya
tetap saja tak pernah pudar.
Setiap hari, ia menjalani
rutinitas yang sama bangun pagi, memasak sarapan, dan membersihkan rumah dengan
hati-hati, seakan-akan anak-anaknya akan datang sewaktu-waktu. Ia menyiapkan
masakan yang disukai anak-anaknya sewaktu kecil, seperti sayur lodeh, sambel
dan ikan asin goreng. Meski tahu masakan itu hanya akan disantap sendiri, ia
tetap melakukannya dengan penuh kasih sayang. Dia mengingat betapa bahagianya
saat-saat dulu mereka berkumpul di meja makan, bercanda tawa sambil menikmati
hidangan sederhana.
Pada sore hari, ia sering duduk
di ruang tamu rumah, memandangi jalan raya. Barangkali ada mobil berhenti.
Mereka anak laki-lakinya yang datang. Harapan kecil selalu terselip di hatinya,
berharap suatu hari ia akan melihat sosok anak-anaknya, muncul dari depan rumah dengan membawa senyuman, menenteng oleh-oleh untuknya, atau membawa cucu-cucu
yang riang. Namun hari demi hari berlalu tanpa tanda-tanda mereka akan datang.
Kadang kala ia mendengar kabar singkat dari mereka melalui telepon, tapi itu pun jarang terjadi. Setiap kali mendengar kabar tentang anak-anaknya, sang ibu
hanya bisa mengangguk sambil menyembunyikan kerinduan dalam suaranya. Tak ingin
membuat mereka merasa bersalah atau terbebani.
Dalam kesendirian, ibu ini sering
merenungkan masa lalu. saat anak-anaknya masih kecil, ketika tangannya masih
penuh dengan kesibukan mengurus mereka. Ia teringat pada malam-malam ketika
harus terjaga karena demam mereka, atau pagi-pagi saat harus menyiapkan sarapan
sebelum ke sekolah. Kini, meski rumahnya terasa sepi, kenangan-kenangan itu
tetap hangat dalam ingatannya.
Suatu malam, setelah selesai
shalat, ibu ini mengangkat tangan, memanjatkan doa dengan penuh harap. “Ya
Allah, jagalah anak-anakku. Beri mereka kesehatan dan kebahagiaan. Jika Engkau
mengizinkan, izinkan aku bertemu mereka. Izinkan aku memeluk mereka lagi, walau
hanya sebentar.” Doanya mengalir dengan tulus, berharap Sang Pencipta mendengar
dan mengabulkan keinginannya.
Malam itu, sang ibu tidur dengan
hati yang tenang, meski sedikit terluka oleh rindu yang belum terjawab. Ia
bermimpi bertemu dengan anak-anaknya, bercanda, berbicara dengan hangat seperti
dulu. Pagi harinya, ia terbangun dengan senyum tipis di wajahnya. Meski mimpi
itu singkat, rasanya seperti obat bagi kerinduannya yang mendalam.
Hari demi hari berlalu, dan meski
anak-anaknya tak kunjung datang, sang ibu tetap menanti dengan sabar. Ia tahu,
di balik kesibukan mereka, anak-anaknya pasti masih menyayanginya. Harapan
kecil selalu ada, bahwa suatu hari anak-anaknya akan datang, mengetuk pintu,
memeluknya, dan mengisi rumahnya dengan tawa lagi.
Dan meski waktu terus berjalan,
kerinduannya tak akan pernah pudar. Ibu ini akan selalu menanti, dengan penuh
cinta yang tak pernah berkurang. Karena bagi seorang ibu, cinta kepada
anak-anaknya adalah cinta tanpa syarat, selalu ada meski jarak dan waktu memisahkan.
Ia akan selalu menjadi pelabuhan tempat mereka pulang, kapanpun mereka
merindukan kehangatan seorang ibu. Salam rindu dari seorang ibu.
Cepu, 27 Oktober 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar