Di suatu desa Balun Pasirejo yang
tenang dan jauh dari hiruk-pikuk kota, seorang ibu sedang menanti kabar dari
anak laki-lakinya yang kini berada di Salatiga. Sudah lebih dari sebulan,
anaknya tak memberinya kabar. Bukan hanya satu atau dua hari, tetapi hari demi
hari berlalu tanpa satu pesan singkat pun. Hati sang ibu gelisah. Pikirannya
terus melayang ke anaknya yang bekerja keras demi mewujudkan mimpi besar di
kota itu. Dia paham, anaknya kini sedang berjuang, sibuk dengan pekerjaan dan
tanggung jawabnya. Namun naluri sebagai
seorang ibu tetap saja menanti.
Di hari Minggu pagi, setelah
beres urusan rumah, ibu ini akan memandangi layar teleponnya.
Mengharapkan sekadar pesan kecil atau chats dari anaknya yang jauh.
Sekali-sekali, dia mencoba mengetik pesan, lalu menghapusnya kembali. Tak ingin
mengganggu atau terlihat merepotkan anaknya. Yang dia inginkan hanyalah sedikit
kabar. Cukup satu pesan singkat yang mampu mengobati kerinduannya dan membuat
hatinya tenang, tak lebih.
Setelah lama berdiam diri,
akhirnya sore itu dia memberanikan diri untuk mengirim pesan. Jemarinya gemetar
saat mengetik, “Nak, apa kabar? Umi, hanya ingin tahu kalau kamu baik-baik saja
di sana.” Pesan yang sederhana, tapi mengandung harapan besar dari seorang ibu
yang merindukan buah hatinya. Pesan terkirim, namun tak ada balasan langsung.
Setiap menit terasa seperti seabad baginya. Waktu berjalan begitu lambat.
Satu jam berlalu. Ketika rasa
cemas mulai menguasai, teleponnya berbunyi. Sebuah pesan masuk. Ternyata dari
anaknya! Dia segera membuka pesan tersebut dengan hati yang berdebar-debar.
“Maaf Mi, baru bisa balas. Aku baik-baik saja. Ini lagi di perjalanan pulang ke
Salatiga dari Solo,” balas sang anak.
Betapa bahagianya hati ibu itu.
Senyum mengembang di wajahnya. Walau hanya beberapa kata, balasan itu sudah
cukup untuk menenangkan hatinya. Dia membalas dengan hati-hati, tak ingin
membuat anaknya merasa terbebani. “Alhamdulillah, Nak. Umi senang mendengarnya.
Semoga kamu sehat-sehat selalu dan dilancarkan semua urusan dan selamat sampai
tujuan.” Dalam doanya, ibu ini mengucapkan harapan yang tulus untuk keselamatan
dan kesuksesan anaknya.
Sang anak membalas dengan
singkat, namun tetap membuat ibunya merasa terhubung, “Aamiiin, Umi. Terima
kasih doanya.” Ibu ini memandangi pesan itu beberapa kali, seolah tak percaya
dia baru saja berbincang dengan anak yang dirindukannya. Ia merasa lega
mengetahui bahwa anaknya sehat dan dalam perjalanan yang aman.
Hari itu, setelah percakapan
singkat mereka, ibu ini duduk termenung, memandangi layar ponsel yang kini
hening. Meski rasa rindunya sedikit terobati, hatinya tetap berharap suatu hari
nanti, saat anaknya tidak terlalu sibuk, ia akan menerima lebih banyak kabar.
Barangkali satu telepon, atau beberapa pesan yang menunjukkan perhatian. Tak
banyak, namun cukup untuk mengisi ruang kosong dalam hatinya. Bagi seorang ibu,
perhatian kecil dari anak tercinta adalah hadiah tak ternilai yang mampu
membawa kebahagiaan tersendiri.
Cepu, 27 Oktober 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar