Sabtu, 15 November 2025

Secuil Mimpi


Karya: Gutamining Saida

Perjuangan sebuah mimpi tidak pernah sederhana. Ada saat-saat ketika seseorang harus berpegangan hanya pada keyakinan, bukan pada kepastian. Itulah yang saya rasakan ketika kesempatan besar itu datang. Seleksi bersama orang-orang hebat dari berbagai daerah se Jawa Tengah. Sejak awal diberi informasi oleh teman, saya tahu ini bukan jalan yang mudah. Ada sesuatu dalam diri saya yang berkata, “Cobalah. Setidaknya sekali dalam hidup, berjuanglah untuk sesuatu yang membuat hatimu bergetar dan bahagia.”

Sabtu malam menjelang larut. Sementara sebagian besar orang menikmati akhir pekan, saya duduk diam di meja kecil. Hati saya masih bimbang, apakah saya benar-benar mampu? Saya membuka laptop . menyalakan lampunya lebih terang, dan mulai mengetik. Kalimat pertama terasa berat, jari-jari saya kaku, pikiran berputar-putar antara ingin menyerah atau melanjutkan. Tetapi perlahan, kata demi kata mengalir. Saya seperti menemukan kembali semangat yang sempat hilang.

Hingga tengah malam, saya masih bergelut dengan naskah. Saya membaca ulang, menghapus yang tidak perlu, menambahkan bagian yang kurang. Ada rasa haru yang muncul setiap kali saya menuliskan pengalaman saya sebagai seorang guru. Semua kenangan tentang siswa, tantangan mengajar, hingga momen-momen kecil yang memberikan makna dalam hidup saya, seolah mengalir begitu saja di layar laptop. Saya tahu, malam itu saya tidak hanya menulis. Saya sedang menuliskan kembali perjalanan hidup dan mimpi-mimpi saya.

Hari Minggu saya lanjutkan lagi. Ternyata membuat naskah bukan hanya soal merangkai kata, tetapi merangkai keberanian. Setiap paragraf adalah langkah kecil mendekati tujuan. Meskipun rasa lelah mulai terasa, saya tetap melanjutkan. Hingga akhirnya, menjelang sore, naskah itu selesai. Saya menarik napas panjang, campuran lega dan bahagia. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama.

Minggu malam saat hendak mengirim naskah lewat email, masalah mulai muncul. Email tidak bisa terbuka. Saya mencoba berbagai cara menghapus cache, mengganti jaringan internet, meminta bantuan anak, bahkan mencoba minta bantuan teman di sekolah. Tetap saja tidak masuk. Saya mulai panik. Waktu terasa berjalan lebih cepat dan saya seolah tertinggal jauh di belakang. Sementara orang lain mungkin sudah mengirim file mereka, saya masih berkutat dengan email yang tak kunjung terkirim.

Senin pagi langit yang tampak redup. Seperti suasana hati saya. Waktu pengumpulan naskah akan berakhir pukul 14.00 WIB. Saya merasa semakin tidak mungkin bisa ikut. Salah satu syarat penting seleksi itu memang belum bisa saya penuhi. Di titik itu, sempat muncul rasa ingin menyerah. Tetapi hati kecil saya berkata, “Berjuanglah. Jika pun tidak lolos, kamu tidak akan menyesal sebab kamu sudah mencoba.”

Dengan sisa harapan itu, saya memberanikan diri meminta bantuan teman sekantor. Saya ceritakan masalah email yang tidak bisa dibuka. Mereka membantu dengan tulus ada yang meminjamkan laptopnya, ada yang mencoba mengirimkan lewat emailnya. Ada yang menenangkan saya agar tetap fokus. Dari situ saya belajar bahwa perjuangan tidak pernah ditempuh sendirian.

Detik-detik terakhir mendekati pukul 14.00 WIB terasa seperti lomba lari. Kami mencoba satu cara lagi, Naskah saya tetap tidak terkirim. Mungkin saya tidak memenuhi semua syarat. Mungkin hasilnya nanti bukan seperti yang saya harapkan. Tetapi hari itu, saya belajar arti penting dari sebuah perjuangan. Bahwa mimpi bukan sekadar tentang menang atau kalah, lolos atau tidak lolos. Mimpi adalah tentang keberanian untuk melangkah, meski ada banyak rintangan di depan. Tentang tidak menyerah, walau harapan tinggal sedikit. Tentang menerima kekurangan diri, tetapi tetap memilih untuk mencoba.

Lolos tidaknya adalah urusan nanti. Yang terpenting, saya sudah berusaha. Saya sudah membersamai mimpi saya hingga langkah terakhir. Dan itu membuat hati saya tenang bahwa apa pun hasilnya, saya telah menang melawan rasa takut saya sendiri.

Cepu, 16 November 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar