Karya : Gutamining Saida
Sesuai rencana yang sudah saya susun sejak semalam, pagi itu saya meluncur menuju kota kabupaten Blora. Tujuan saya sederhana, yakni mengurus coratex pajak yang memang harus segera diselesaikan agar urusan administrasi berjalan lancar. Saya berangkat lebih pagi dari biasanya, sesuai saran teman yang sudah berpengalaman mengurus hal serupa. Katanya, “Kalau datang pagi, Bu, insyaallah cepat selesai dan tidak perlu antre panjang.” Maka saya pun menyiapkan segala berkas sejak malam, memastikan tidak ada yang tertinggal.
Anak perempuan saya dengan senang hati mengantar. Kami berdua berangkat dengan sepeda motor, menikmati kesejukan pagi yang masih menyisakan kabut tipis. Udara terasa begitu segar, hembusan angin membawa aroma khas dedaunan basah dan tanah yang baru tersentuh embun. Sepanjang perjalanan, hamparan hutan jati menyambut dengan rindangnya yang menenangkan hati. Barisan batang-batang tinggi menjulang seperti pasukan hijau yang menjaga rahasia alam. Sesekali cahaya matahari menembus sela-sela daun, membentuk garis cahaya indah di jalanan.
Saya tersenyum kecil, hati terasa damai. Dalam perjalanan saya berusaha menumbuhkan rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata'alla, karena diberi kesempatan menikmati pemandangan yang begitu menakjubkan. Alam ciptaan-Nya sungguh luar biasa, memberi ketenangan bagi jiwa yang penat. Saya pun teringat pesan seorang guru ngaji, bahwa tadabur alam adalah salah satu cara mengenal kebesaran Tuhan. Maka sambil membonceng motor, saya terus berzikir dalam hati, mengagumi keindahan hutan jati yang menjadi kebanggaan daerah kami.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dari Cepu ke Blora, akhirnya kami sampai di kantor pajak. Waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi. Suasana di sekitar kantor masih sepi, belum banyak aktivitas. Hanya terlihat beberapa pegawai berseragam dongker yang tampak baru berdatangan. Saya memarkirkan motor di tempat yang disediakan, kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan utama.
Di meja resepsionis, saya disambut seorang pegawai perempuan dengan senyum ramah. Wajahnya berseri-seri, tutur katanya lembut dan sopan. “Selamat pagi, Ibu. Ada yang bisa dibantu?” sapanya. Saya menjelaskan maksud kedatangan saya, dan dia mengambilkan kartu antrian dan mempersilakan saya menunggu karena pelayanan belum dimulai. Sambil menunggu, saya duduk di deretan kursi panjang bersama beberapa bapak dan ibu lain yang tampaknya juga memiliki urusan serupa. Mereka semua mengenakan pakaian rapi, sebagian tampak membawa map berisi dokumen penting.
Saya memperhatikan suasana sekitar. Ruangan terasa bersih dan tertata rapi. Di dinding terpajang berbagai informasi tentang pajak dan tata cara pelaporannya. Ada juga poster berisi ajakan untuk menjadi warga negara yang taat pajak demi pembangunan bangsa. Rasanya bangga juga, bisa menjadi bagian kecil dari warga yang berkontribusi untuk negara.
Tak lama kemudian, terdengar suara panggilan dari pengeras suara, tanda loket pelayanan mulai dibuka. Satu per satu nomor dipanggil, termasuk saya. Dengan langkah mantap saya maju ke loket, duduk di depan petugas pajak. Pegawai yang melayani menyambut dengan ramah, menanyakan permasalahan saya dan meminta KTP dengan penuh kesabaran. Cara bicaranya sopan dan menenangkan, membuat saya merasa nyaman.
“Baik, Bu, ditunggu sebentar ya. Akan kami proses dulu,” katanya sambil tersenyum. Saya mengangguk dan menunggu. Dalam hati, saya mengucap alhamdulillah atas pelayanan yang baik dan suasana yang menenangkan. Meski menunggu, saya tidak merasa bosan. Saya melihat bagaimana para pegawai bekerja dengan tekun, membantu satu per satu warga yang datang dengan sabar.
Ketika akhirnya urusan saya selesai, saya merasa lega. Semua berjalan lancar tanpa kendala berarti. Sebelum pulang, saya sempat berterima kasih kepada pegawai yang membantu saya. “Terima kasih ya, Mbak, sudah melayani dengan sabar.” Ia hanya tersenyum dan menjawab, “Sama-sama, Bu. Semoga urusannya lancar selalu.”
Keluar dari kantor pajak, saya kembali menatap langit Blora yang cerah. Hati terasa ringan, bukan hanya karena urusan telah selesai, tapi juga karena sepanjang perjalanan hari itu saya merasa dekat dengan Allah Subhanahu Wata'alla. Saya belajar bahwa setiap langkah, bahkan urusan administrasi sekalipun, bisa menjadi sarana untuk bersyukur dan mengenal kebesaran-Nya.
Dalam perjalanan pulang, hutan jati kembali menjadi saksi bisu perjalanan saya. Kali ini, rasa syukur saya semakin dalam. Betapa indahnya hidup ketika dijalani dengan kesabaran dan keikhlasan.
Cepu, 29 Oktober 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar