Karya : Gutamining Saida
Setiap kelas selalu memiliki sosok yang memancarkan cahaya berbeda. Di kelas saya, cahaya itu datang dari seorang siswi bernama Kayla. Dari pertama kali melihatnya, saya tahu anak ini punya sesuatu yang istimewa bukan hanya dari senyumnya yang manis karena behel di giginya, tapi juga dari cara dia membawa diri, penuh percaya diri dan keceriaan.
Kayla adalah siswi baru di awal tahun pelajaran. Saat itu, kami sedang dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Lapangan sekolah ramai oleh siswa baru yang masih malu-malu. Beberapa duduk menunduk, sebagian lagi berbisik pelan dengan teman di sebelahnya. Di tengah suasana canggung itu, ada satu tangan kecil yang tiba-tiba terangkat ketika panitia meminta siapa yang berani tampil menunjukkan bakat.
“Saya,” ucap suara lembut itu.
Semua mata tertuju padanya. Gadis berhijab berdiri dengan senyum lebar, memperlihatkan behel berwarna perak yang membuatnya tampak manis dan percaya diri. Dengan langkah ringan, Kayla maju ke depan. Ia mengambil mikrofon, menarik napas pelan, lalu mulai bernyanyi. Suaranya lembut tapi kuat, jernih mengalun memenuhi aula. Nada demi nada meluncur tanpa ragu. Semua yang hadir terdiam, terpukau mendengar suara emas yang keluar dari sosok kecil itu.
Ketika lagu selesai, tepuk tangan bergemuruh. Bahkan guru-guru yang duduk di deretan belakang ikut tersenyum dan bertepuk tangan. Kayla menunduk sopan, lalu tersenyum malu, tapi tetap tampak bahagia. Sejak saat itu, namanya mulai dikenal di antara siswa-siswa baru.
Hari-hari berikutnya, saya semakin mengenal Kayla di kelas 7G. Kepercayaan dirinya di atas panggung juga terlihat di ruang belajar. Ia tipe siswi yang tidak suka hanya diam mendengarkan. Kalau saya melempar pertanyaan, tangannya selalu cepat terangkat. “Bu, saya mau jawab!” katanya antusias. Kadang jawaban Kayla belum sempurna, tapi keberaniannya selalu membuat teman-temannya ikut semangat.
Dalam pembelajaran kelompok, Kayla sering menjadi penggerak. Ia tak mau kalah, bukan dalam arti sombong, tapi karena punya tekad kuat untuk selalu berusaha sebaik mungkin. “Kalau kita kerja bareng, pasti bisa, teman-teman,” katanya suatu hari saat kelompoknya mendapat tugas presentasi tentang perubahan sosial.
Ia memimpin kelompoknya menyiapkan bahan. Saat hari presentasi tiba, Kaila berdiri paling depan, menjelaskan dengan suara lantang dan percaya diri, persis seperti ketika ia bernyanyi. Teman-temannya tersenyum bangga. Bahkan kelompok lain bertepuk tangan karena penampilannya begitu menarik.
Namun, di balik keaktifannya, Kaila juga memiliki sisi lembut dan rendah hati. Ia tidak pernah meremehkan teman yang lebih pendiam. Kalau ada yang kesulitan memahami pelajaran, ia sering membantu tanpa diminta.
Kayla juga sering menghibur teman-teman di kelas saat suasana mulai lelah. “Bu, boleh nyanyi satu lagu biar semangat lagi?” tanyanya suatu kali setelah belajar IPS cukup lama. Saya mengangguk, dan seketika kelas yang tadinya lesu berubah jadi hidup kembali. Nada-nada ringan dari suaranya membuat semua tersenyum dan ikut bernyanyi.
Kayla bukan hanya suaranya, tapi sikap percaya diri dan semangatnya untuk terus berkembang. Ia tidak takut menjadi dirinya sendiri. Ia tahu bahwa behel yang dipakainya bukan sesuatu yang perlu disembunyikan, justru menjadi bagian dari pesonanya. Behel itu membuat senyumnya semakin indah bukan hanya di wajah, tapi juga di hati setiap orang yang mengenalnya.
Dan setiap kali Kayla melangkah masuk kelas dengan wajah ceria, saya tahu bahwa semangatnya tak akan padam. Suaranya mungkin berhenti sejenak saat lagu berakhir, tapi keberaniannya akan terus menggema dalam hati setiap orang yang pernah mendengarnya. Senyum behel dan suara emas itu bukan hanya milik Kayla tapi juga milik semua anak yang berani percaya bahwa dirinya berharga, apa adanya.
Cepu, 21 Oktober 2025
BU BAGUSS BANGETT TERIMAKASIH
BalasHapus