Senin, 15 September 2025

Rezeki Selasa Pagi

Karya : Gutamining Saida 
Selasa pagi udara terasa sejuk, embun masih melekat di dedaunan. Saya melangkahkan kaki menuju sekolah dengan hati biasa saja, tidak membawa ekspektasi apa pun selain rutinitas mengajar. Namun, siapa sangka, pagi itu Allah Subhanahu Wata'alla mengirimkan rezeki yang begitu manis dan indah lewat teman-teman kerja di sekolah esmega.

Begitu memasuki ruang guru, sambutan hangat langsung terasa. Beberapa rekan guru yang sudah duduk lebih dahulu menyapa dengan senyum yang tulus. Senyum itu sederhana, tetapi mampu menghadirkan suasana nyaman yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Rasanya seperti sedang pulang ke rumah kedua, tempat di mana ada rasa kebersamaan yang tulus dan ikhlas. Dalam hati saya berbisik, “Ya Allah, betapa indahnya Engkau kirimkan kebahagiaan lewat wajah-wajah bersahabat ini.”
Mereka adalah bu Wiwik, bu Indri, bu Lala dan bu Peni. 

Tidak lama kemudian, bu Wiwik menawarkan sukun godok yang sudah tersedia di meja. Potongannya cukup besar, . aromanya khas, membuat perut yang sejak pagi hanya diisi sarapan ringan terasa kembali lapar. Saya pun tersenyum dan menerima dengan senang hati. Rezeki kecil yang terlihat sederhana itu justru membuat saya merasa sangat diperhatikan. Betapa nikmatnya berbagi, apalagi jika datangnya tanpa diminta.

Saya melanjutkan langkah menuju meja kerja. Rupanya di sana sudah ada kejutan lain. Sebuah arem-arem dengan ukuran besar terletak manis di atas meja. Bu Peni yang meletakkannya, dengan tulus membagikan bekal. Arem-arem itu tidak hanya makanan, melainkan simbol kasih sayang, bentuk kepedulian yang tidak bisa dibeli dengan uang. Saya jadi teringat pepatah Jawa, “Sopo sing nandur bakal ngunduh,” barang siapa menanam kebaikan, kelak akan menuai kebaikan pula.

Seolah belum cukup, masih ada stok krai godok yang di tas bekal . Saya hanya bisa terkekeh, karena rezeki pagi itu datang bertubi-tubi, seakan tidak memberi jeda. Dari satu tangan ke tangan lain, Allah Subhanahu Wata'alla mengalirkan nikmat-Nya lewat cara yang tidak pernah saya bayangkan. Hati saya dipenuhi rasa syukur. Bukankah ini bukti nyata bahwa rezeki Allah tidak hanya berupa uang atau materi, melainkan juga perhatian, kebersamaan, dan makanan sederhana yang mampu menghangatkan hati. 

Waktu berjalan, bel masuk pelajaran hampir berbunyi. Ketika saya sedang merapikan buku di meja, seorang teman kembali menghampiri. Dengan nada ringan bu Mimin berkata sambil menyodorkan kotak bekalnya, “silakan ambil tahu pentol.” Saya hampir tidak percaya, dalam satu pagi saya mendapatkan begitu banyak suguhan. Sukun godok, arem-arem besar, krai godok, dan kini tahu pentol pun menambah daftar rezeki pagi. 

Saya terdiam sejenak. Dalam hati saya merenung, betapa Allah Subhanahu Wata'alla memiliki cara indah untuk mengajarkan saya tentang rasa syukur. Rezeki tidak selalu hadir dengan bentuk yang kita bayangkan. Terkadang, ia datang lewat hal-hal kecil yang kita temui sehari-hari. Senyum tulus seorang teman, sepotong sukun hangat, satu arem-arem yang kenyang hingga siang, bahkan sekadar kabar tentang tahu pentol yang bisa dinikmati bersama. Semua itu adalah wujud cinta Allah Subhanahu Wata'alla yang tidak boleh saya sia-siakan.

Syukur saya tiada henti. Lidah ini berulang kali mengucap Alhamdulillah. Saya sadar, kebahagiaan tidak selalu harus dicari di tempat yang jauh atau lewat hal-hal besar. Justru kebahagiaan itu dekat sekali, ada di sekitar kita, lewat rekan-rekan kerja yang selalu hadir dengan ketulusan. Allah yang Maha Pengasih menurunkan nikmat-Nya dari arah yang tidak disangka-sangka, sesuai dengan janji-Nya.

Betapa rezeki bukan sekadar soal makanan atau minuman. Rezeki adalah saat Allah Subhanahu Wata'alla menempatkan kita di lingkungan yang baik, bersama orang-orang yang membawa kebaikan. Rezeki adalah ketika hati masih diberi kelembutan untuk merasakan syukur. Rezeki adalah ketika tubuh masih sehat untuk beraktivitas, pikiran masih jernih untuk belajar dan mengajar, serta iman masih terjaga untuk hanya berharap kepada-Nya.

Momen pagi itu seolah menjadi pengingat bahwa Allah tidak pernah lalai dalam memberi. Kadang manusia yang sering lupa, lebih sibuk menghitung kekurangan daripada menghargai nikmat yang sudah tersedia. Saya jadi teringat sebuah hadis Nabi, “Barang siapa di antara kalian bangun di pagi hari dalam keadaan aman di rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.”

Bukankah itu benar adanya? Pagi itu saya merasa dunia ini sudah begitu lengkap. Ada keamanan, kesehatan, kebersamaan, dan makanan yang berlimpah. Tidak ada alasan lagi untuk mengeluh, sebab apa yang saya terima lebih dari cukup.

Akhirnya bel sekolah berbunyi, tanda semua guru yang memiliki jam pertama harus bergegas ke kelas. Saya membawa serta rasa syukur itu, berharap dapat menularkannya kepada para siswa. Saya ingin mengajarkan bahwa hidup ini indah jika kita mampu melihat dengan kacamata syukur. Tidak perlu menunggu kaya untuk merasa cukup, karena cukup itu hadir ketika hati kita ridha dengan pemberian Allah.

Sambil menunggu jam ke tiga, saya berdoa dalam hati: “Ya Allah, limpahkanlah keberkahan bagi teman-teman yang telah Engkau jadikan perantara rezeki-Mu pagi ini. Jadikanlah hati kami selalu lapang untuk berbagi, ringan tangan ini dalam memberi, dan penuh syukur dalam menerima. Hanya kepada-Mu kami berharap, dan hanya kepada-Mu kami kembali.”

Pagi itu berakhir dengan senyum yang masih terpatri. Sebuah pelajaran sederhana namun berharga: bahwa rezeki memang rahasia Allah Subhanahu Wata'alla , datang sesuai kehendak-Nya, lewat jalan yang tidak pernah kita sangka. Yang terpenting, hati kita selalu siap untuk menyambut dengan rasa syukur.
Cepu, 16 September 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar